Minggu, 25 Desember 2011

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU: BEDAH BUKU DR. BASUKI K. (2008)



LUMPUR PANAS SIDOARJO
LUPSI
 PERUBAHAN ANTAR WAKTU

Dikontribusikan: Oleh Prof. Dr. Ir. Hardi Prasetyo
Wakil Kepala, Bapel BPLS

Oktober  2008

Pokok-pokok tinjauan (Review) dan pendalaman (exploring) terhadap Buku ditulis oleh Dr. Ir. Basuki Hadimulyono MSc, selaku mantan Kepala Pelaksana Timnas PSLS berjudul LUMPUR PANAS SIDOARJO: PELAJARAN DARI SEBUAH BENCANA,

BAGIAN 1

BENCANA LUMPUR PANAS SIDOARJO:

MISTERI DAN KEUNIKAN


Peristiwa yang komplek penuh Misteri dan Dinamika


Menulis sebuah buku bernuansa ‘kenangan’ (memoar) dari suatu peristiwa yang komplek (complex phenomena) dan sebagai even yang sedang terjadi dengan penuh dinamika (dynamically event going on), bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah.

Gambar 1. Antara semburan lumpur panas Sidoarjo (mud volcano) dan komplek Gunung Pananggungan (magmatic volcano, yang masih mengandung misteri. (Foto Prasetyo 28 Oktober, 2008)


Karena antara saat peristiwa penting terjadi dan saat buku tersebut dipublikasikan terdapat suatu tenggang waktu (time gap). Sehingga tidak menutup kemungkinan selama tenggang waktu tersebut, terjadi suatu perubahan yang dramatis (dramatical changes).
Apalagi buku yang ditulis masih mengandung suatu misteri (mystery content), tentang apa yang sebenarnya penyebab dan pemicunya (causing and triggering) sendiri (Gambar 1). Bahkan misteri tersebut telah memicu terjadinya kontroversi akademik (scientific based controversy) diantara para pakar di bidangnya.

Gambar 2. Artikel ilmiah dan strategis berjudul War-game Debat Lupsi di forum internasional AAPG di Afrika Selatan tema Lupsi dipicu gempa atau pemboran (Prasetyo, 2008)

Pada perkembangan terkini, dengan mempertimbangkan bahwa kontroversi terkait di negara asalnya (Indonesia) belum juga dapat dicarikan solusinya. Maka ditempat nan jauh di negera seberang, tepatnya di Cape Town, Afrika Selatan (Gambar 2) akan dilaksanakan suatu debat pada forum internasional American Association of Petroleum Geologist (AAPG). Merupakan upaya dari masyarakat internasional (international community) untuk mengkontribusikan sesuatu yang bermakna dalam upaya mencarikan solusi yang lebih maju dan nyata (actual progress and solution).
Di samping itu secara keseluruhan (the overall) buku tersebut mempunyai nilai (values), yang dapat digunakan sebagai suatu alat bantu, antara lain sebagai bukti baru (new evidence or facts) untuk suatu proses hukum (law processes) yang sedang berlangsung saat ini di Jawa Timur. Dalam kaitan ini, makna dan pesan yang disampaikan penulis buku trsebut, mempunyai resiko atau implikasi (risk or implication) untuk menimbulkan suatu kontroversi yang baru.
Pada kondisi seperti diuraikan di atas yang penuh tantangan dan dinamika (dynamic and challenge condition) itulah Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc telah berhasil mengemas suatu buku yang sangat apik, diberi judul SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari Sebuah Bencana.

Buku Yang Sangat Bernilai


Dengan posisi Dr. Ir. Basuki H. (selanjutnya disebut sebagai penulis buku) selaku mantan Ketua Pelaksana Tim Nasional, Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut Timnas PSLS), menjadikan buku tersebut yang ditulis dengan menggunakan data aspek substansi yang kaya dan akurat (rich and precesion) bersumber dari tangan pertama (first hand information sources) sebagai baseline informasi yang sangat berguna.
Disamping itu dalam menjalankan tugas untuk penanggulangan bencana disebabkan lahirnya mud volcano di Sidoarjo yang multi komplek. Sehingga penulis buku, telah mengadobsi kata-kata bijak baik dari para pemikir ternama (filosof). Maupun para pemimpin laskar (Jenderal) di medan perang.
Hal ini untuk mengekspresikan kegundahan dan kegaluannya penulis buku terhadap kondisi dimana belum dapat mengakhiri misi yang diembanya dengan tuntas, karena waktu juga yang membatasinya.
Atau impian belum sepenuhnya menjadi kenyataan atau dapat berakhir dengan bahagia (happy ending).

Pesan dari Ketua Dewan Pengarah BPLS


Pada bagian sambutan, Bapak Menteri Pekerjaan Umum, selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut BPLS), telah menyampaikan pesannya bahwa diharapkan pengalaman dan pelajaran dari sebuah bencana semburan lumpur Sidoarjo, sebagaimana yang diungkapkan oleh penulis buku, kiranya dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat bantu yang bernilai (valuable tool) bagi Badan Pelaksana (selanjutnya Bapel) guna melanjutkan misi nasional Timnas PSLS, dalam rangka Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo (selanjutnya disebut Lupsi).

Kesempatan emas (golden opportunity)


Penulis merasa sangat beruntung mendapatkan tugas yang tidak mudah namun menantang ini, untuk meninjau dan menelaahnya secara komprehensif, terhadap keseluruhan isi buku tersebut.
Alasan utama mengapa merasa beruntung? Karena dengan tugas tersebut, mengharuskan penulis untuk membaca, mendalami, dan melakukan kajian secara komprehensif, integral dan holistik.
Hal ini merupakan suatu peluang emas (golden upportunity), sebagai suatu proses belajar learning process terhadap tantangan, kebijakan dan langkah-langkah nyata yang telah ditempuh semasa Timnas PSLS.
Suatu masa sebelum BPLS melanjutkan perannya. Dalam hal ini terkandung makna pengalaman dari Timnas PSLS merupakan guru yang terbaik, dan patut di simak keberhasilan maupun kegagalan-kegagalanNYA. Yang secara jujur telah diungkapkan oleh penulis buku secara gamblang.

The Past is the key to the Present and the Future


Agar momen meninjau dan menelaah buku ini yang pada hakekatnya merupakan suatu proses kilas balik (flash back) dapat dioptimalkan. Maka dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan penulis buku dan panitia peluncuran buku tersebut, selanjutnya diterapkan sutu pendekatan dan strategi (approach and strategy) yang pada intinya akan menyandingkan kondisi yang terjadi saat Timnas berperan (The Past).
Dengan kondisi aktual saat ini (the Present) saat Bapel BPLS melaksanakan misi nasional penanggulangan lumpur Sidoarjo. Sehingga secara berkelanjutan tercipta suatu kondisi the Past is the key to the Present and Future, masa lalu merupakan kunci keberhasilan sekarang dan ke depan.

Drama si Lupsi

Ketika penulis membaca bagian Pengantar dan Bab 1 Drama si Lusi, maka kesan pertama bahwa Drama si Lusi sudah dapat meringkas kondisi fisik maupun suasana kebatinan yang merupakan pengalaman atau hikmah dari sebuah Bencana, disebabkan oleh semburan Lumpur Panas Sidoarjo. Sehingga penulis menyarankan kepada penulis buku bahwa bagian Drama Si Lusi dapat disusun tersendiri, menjadi suatu buku kecil atau buku saku (pocket book).

Antara Mud Volcano dan Underground Blow Out

Saat penulis harus melakukan suatu kajian ilmiah dan strategis sehubungan dengan akan dilaksanakan debat Lupsi dipicu oleh  gempabumi atau pemboran forum internasional American Association Petroleum Geologists (AAPG) 28 Oktober di Cape Town Afrika Selatan. Maka Bab 2 Antara mud volcano dan underground blow out, memberikan bekal informasi dan knowlege terhadap kontroversi penyebab dan pemicu Lupsi.
Pada bagian awal dari bukunya Dr. Basuki membuka pertanyaan mengapa terjadi semburan Lupsi di Sidoarjo, bukan di Purwodadi atau Gresik? Yang dijawabnya dengan gamblang karena di Sijoarjolah telah lahir suatu mud volcano. Sehingga ketika memasuki Bab 2 terhadap kontroversi penyebab (causing) dan pemicu (triggering) Lupsi tersebut penulis buku dengan dilatar belakangi sebagai pakar kebumian (the Earth Sciences), sangat cermat, mendalam dan komprehensif ketika menguraikan skenario Lupsi sebagai proses alam (natural phenomena) berupa gunung lumpur (mud volcano).

Gambar 3. Citra satelit digunakan sebagai peta citra (image map) untuk menafsirkan geometri dan struktur dari Kaldera Lupsi setelah mengalami interval sudden collapse ke 2 tanggal 2 Juni 2008 (Sumber Prasetyo 2008).

Antara teknologi canggih sampai spiritual

Ketika banyak orang mempertanyakan mengapa Pemerintah dalam hal ini Bapel BPLS tidak segera melakukan upaya penanggulangan semburan Lupsi? Maka pada Bab 3, Antara teknologi canggih sampai spiritual, penulis buku telah menguraikan secara mendalam terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan selama Timnas. Dengan penekanan kepada teknologi canggih (advance technology) yang disebut-sebut sebagai senjata pamungkas yaitu Relief well1&2. Diikuti dengan metoda insersi rangkaian bola-bola beton yang, pada hakekatnya bertujuan untuk memperkecil debit semburan (decreasing flow rate). Walaupun akhirnya diakui keduanya gagal.
Demikian pula usulan yang tidak/belum dapat diimplementasikan dengan teknologi double cofferdam dari Kathahira (Jepang) yang penulis sebut ‘sebagai tong’ setan, karena akan membangun suatu silinder di pusat semburan dengan tinggi 40m dan diameter 120 m.
Saat usulan tersebut di bahas salah satu perhatian (concern) adalah pada potensi yang mungkin ditimbulkan oleh deformasi geologi (geohazard). Kekhawatiran tersebut akhirnya menjadi kenyataan, karena pusat semburan (eruption centre) telah tiga kali mengalami interval (recurrent interval) runtuh seketika (sudden collapse). Sehingga saat ini membentuk suatu morfologi kaldera yang luas(Prasetyo, Juni 2008), yang sebelumnya berbentuk suatu kepundan (crater) sebagai daerah topografi tinggian (topographic high)
Hal penting yang dapat ditangkap dan berguna sebagai suatu baselines penanggulangan semburan Lupsi ke depan adalah, penulis buku menyatakan bahwa teknologi tepat guna yang akan diterapkan ke depan sangat ditentukan oleh kesimpulan dari pemicu Lupsi apakah oleh mud volcano atau underground blowout (UGBO).
Berkenaan dengan hasil beberapa kajian yang mempunyai kredebilitas tinggi, didasarkan pada kajian ilmiah akhir-akhir ini umumnya menyimpulkan bahwa ‘sudah terlambat untuk menghentikan semburan’ (Prasetyo. H., 2008 - Dokumen War-game debat Lupsi).
Pada sambutan pengantar peluncuran buku tersebut penulis buku sebagai Geolog (Ahli Geologi) manyatakan bahwa ‘semburan Lupsi sudah demikian besar, sehingga tidak yakin bila seburan Lupsi dapat dihentikan, sehingga akan berlangsung lama’.
Sebagai konsekuensi ‘bila masih ada orang yang tidak sepakat untuk mengalirkannya ke laut melalui Kali Porong, maka pertanyaan apakah pihak tersebut bisa mencarikan solusi terhadap fakta bahwa kita dihadapkan pada realitas semburan sebesar 100.000 m3/hari lumpur panas, yang mau dikemanakan”?. Disimpan selamanya pada kolam penampungan lumpur yang telah ada selama ini atau yang akan dibangun kemudian, adalah suatu yang tidak mungkin!.

Manajemen Lupsi di Permukaan

Gambar 4. Wakapolres Sidoarjo dan Waka Bapel BPLS besalaman setelah buldozer pertama berhasil menembus bagian ujung Tanggul Reno yang telah menanti lebih 1 tahun untuk dibangun sebagai Tanggul Lingkar Luar (outer ring dikes). Hal ini karena mendapatkan penolakan dari warga, dikaitkan dengan penuntasan skema cash and carry (Prasetyo 2008).

Ketika Bapel BPLS dihadapkan pada ancaman berpotensinya meluas peta area terdampak 22 Maret 2007 (selanjutnya disebut PAT). Karena disatu sisi, sejak 2 Juni 2008 telah terjadinya perubahan drastis (dramatical changes) di pusat semburan, yang saat ini telah membentuk suatu kaldera yang luas (a large caldera). Sehingga memberikan implikasi semakin sulitnya upaya pengaliran Lupsi ke selatan ke Kali Porong.
Disisi lain tanggul lingkar luar sebagai benteng terakhir bila terjadi kegagalan dalam pengendalian Lupsi di pusat Semburan, setelah menunggu lebih dari satu tahun belum dapat dilaksanakan (Gambar 4). Karena mendapatkan penolakan dari warga dikaitkan dengan belum tuntasnya cash and carry oleh Lapindo. Demikian pula pengangkutan Lusi dari Kali Porong ke laut, masih dihadapkan banyak masalah teknis dan nonteknis.

Gambar 5. Pengerukan dan reklamasi di Muara Kali Porong bukan lagi sebagai impian. Gambar memperlihatkan pengisian daratan baru (reklamasi) dari bagian seluas 26 hektar yang direncanakan, sebagai salah satu subsistem misi normalisasi Kali Porong (Sumber Prasetyo 2008).

Bab 4 dari buku berjudul Manajemen Lumpur di permukaan, banyak mengungkapkan rasionalisasi pemilihan rancang bangun, dan teknologi, disertai dengan evaluasi keberhasilan penanganan luapan Lupsi di permukaan.
Pada era Timnas telah dilakukan rintisan dan inovasi: 1) mulai digulirkan keputusan membuang lusi ke Kali Porong, 2) membuat kanal dari pusat semburan ke intake, dan 3) memompa lupsi panas dengan terlebih dahulu diencerkan dan didinginkan di spillway, dan 4) inovasi pengaliran lusi ke laut melalui pipa, walaupun akhirnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

Nilai ekonomi lumpur Sidoarjo

Permasalahan yang demikan dahsyat yang dihadapi BPLS sejak hari pertama mengijakkan kakinya di bumi Porong, berfokus pada empat misi yaitu semburan, luapan, sosial kemasyaratan, dan infrastrukur. Secara menyeluruh dimensi kewilayahan dan otoritas peran dan tanggung jawab yang melekatnya dari hari ke hari semakin meluas. Sehingga sejak tahun 2007 ketika Bapel BPLS belum sempat menangani aspek pemanfaatan Lupsi menjadi usaha-usaha ekonomi.
Dengan dilatarbelakangi hal tersebut di atas pada Bab 5 dengan judul Nilai ekonomi lumpur sidoarjo, sangat membantu BPLS sebagai rekaman hasil uji-coba (experiment records), terhadap pemanfatan Lupsi untuk berbagai kemungkinan.
Salah satu tahapan yang telah ditempuh dan mempunyai arti strategis adalah semakin diyakini bahwa lumpur panas Sidoarjo dalam batas-batas tertentu tidak mengandung unsur-unsur beracun yang membahayakan jiwa amanusia atau lingkungan hidup.

Gejolak Sosial


Sejak BPLS melaksanakan misi nasional penanggulangan Lupsi, maka dari waktu ke waktu permasalahan sosial kemasyarakatan semakin meningkat dan terjadi akumulasi (accumulation of social soceity problems). Sehingga sampai pada suatu titik kritis, yaitu masalah sosial kemasyarakatan telah menghambat pelaksanan tugas lapangan terkait penanggulangan semburan dan penanganan luapan Lupsi.
Pada Bab 6 Gejolak Sosial, sangat membantu memahami latar belakang ditempuhnya skema jual beli lahan dan bangunan warga dengan harga khusus (cash and carry skema tahapan 20% dan 80%) dan tahapan tersebut diawali dengan proses bantuan sosial (Bansos) yang merupakan suatu kesatuan utuh, meliputi evakuasi, jaminan hidup, dan kontrak selama 2 tahun.

Gambar 6: Skema diagram dari Perpres 48/2008 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (sumber Prasetyo 2008).

Bab tersebut menjelaskan mengapa skema cash and carry ditempuh tapi gagal mendapatkan kesepakatan untuk pembayaran 100% sekaligus, selanjutnya disepakati skema pembayaran 20:80%. Termasuk di dalamnya tahapan penentuan peta area terdampak (PAT) yang diawali 26 November 2006, selanjutnya pasca tergenangnya PerumTAS ditentukan Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Juga memberikan gambaran terhadap latar belakang apa sehingga diputuskan terhadap apa yang saat ini terkenal sebagai ‘Harga Lapindo’ dengan angka (120 Ribu, 1juta, dan 1,5 juta), masing-masing per meter perseginya untuk sawah, tanah kering dan bangungan. Harga Lapindo tersebut selanjutnya menghebohkan kerena awalnya mengandung komponen kompensasi yang khusus dirancang dan diberlakukan di dalam PAT. Namun pada perkembangan terkini, seolah-olah Harga Lapindo telah menjadi acuan untuk diberlakukan di sekitar daerah terdampak.
Bapel BPLS mangadopsi secara umum skema jual beli lahan dan bangunan warga oleh Lapindo yang dipayungi oleh Pasal 15 (Ayat 1-4) Perpres 14/2007 dan selanjutnya dilakukan perubahan seperlunya dalam Perpres 48/2008 (Gambar 6), sebagai payung hukum untuk pelaksanaan pembebasan 3 Desa di luar PAT pasca jebolnya Tanggul 40 pada Februari 2008.

Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo


Gambar 7. Memperlihatkan penataan di pintu masuk (sektor Siring) wilayah pengendalian semburan dan luapan Lupsi, untuk merubah persepsi dan citra bahwa PAT sebagai suatu daerah yang membahayakan, menakutkan menjadi suatu cagar fenomena alam yang penuh pesona bagi pengunjungnya (Foto Prasetyo, Oktober 2008).
Semburan dan luapan lusi telah menimbulkan bencana yang merusak tatanan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya, termasuk aset dan roda perekonomian mencakup: lahan dan bangunan, pencemaran lahan, kerugian langsung sektor pertanian, perkebunan, perikanan, industri, infrastruktur umum.
Pada bab 7 Nilai ekonomi lumpur sidoarjo diuraikan termasuk secara kuantitatif dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh semburan dan luapan lusi. Bagian ini sangat penting ketika BPLS mendapat tugas untuk membangun kembali beberapa infrastruktur, yang telah mengalami kerusakan sejak awal terjadinya semburan Lupsi.

Jujur dalam menilai keberhasilan dan kegagalan


Terhadap evaluasi dari misi yang diamatkan kepada Timnas, penulis buku sangat jujur dan rasional khususnya pada upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi, untuk menilai mana yang secara teknis tidak berhasil, mana yang berhasil. Walaupun upaya yang dilakukan telah optimal.
Sehingga sesuai dari judul penulis buku menggaris bawahi bahwa sebagai keluaran (output dan outcome) dari buku ini adalah suatu Pelajaran Berharga terhadap Pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan keputusan dan kebijakan yang sudah diambil.

Kelanjutan Perenungan, Semburan Lupsi sudah sulit dihentikan

Pada pengantar pembahasan dan pembedahan buku, Dr. Basuki menyatakan bahwa saat ini semburan Lupsi sudah demikian besar (Gambar 8), sehingga tidak yakin bahwa semburan mud volcano Lupsi untuk dapat dihentikan. Catatan pada ulang tahunnya ke 2, Lupsi telah dianugrahi julukan atau predikat oleh pakar kebumian manca negara sebagai suatu mud volcano yang penuh misteri dan tercepat tumbuhnya di seluruh dunia (the World’s fastest growing mud volcano).
Sejalan dengan hal tersebut pada pesan-pesan yang tersirat pada prolog terutama bab 2, 3, dan 4, maka BPLS yang meneruskan misi yang diembannya diharapkan dapat sabar dan terus tegar mengahadapi tantangan-tantangan yang terkadang tidak dapat diduga sebelumnya.
Kami sebagai sebagai salah satu unsur ‘pelaksana penerus’ atau ‘generasi penerus’ akan selalu berupaya untuk meneruskan segala sasaran strategis yang belum dapat dicapai, dan tentunya akan menggunakan pengalaman yang penuh tantangan menghadapi misi kebencanaan yang unik dan khusus Lumpur Panas Sidoarajo. Yang belum ada duanya di dunia ini, untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas-tugas saat ini dan ke depan.

Estafet Pengemban Misi Penanggulangan Lupsi


Gambar 9. Pola pikir yang dikembangkan, Peningkatan Penyelamatan Penduduk, Penanganan masalah sosial dan infrastruktur di daerah BENCANA Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007).

Mengenang Para Pahlawan Sidoarjo.

BPLS sebagai penerus Timnas juga berupaya untuk terus mengenang 14 (empat belas) Pahlawan Lumpur Panas Sidoarjo yang telah mengorbankan jiwa dan raganya dalam melaksanakan tugas nasional yang mulia pada masa Timnas PSLS. Sebagaimana diuraikan pada Bab 7 dari buku berjudul Mengenang Para Pahlawan Sidoarjo.
Bab ini juga memberikan kesadaran kepada kita bahwa Lupsi bukan saja mengancam warga di sekitarnya, tapi khususnya bagi seluruh jajaran pelaksana di lapangan (BPLS, Lapindo/MLJ, Kontraktor, Keamanan). Sehingga harus senantiasa ditingkatkan kewaspadaan Safety-Health-Environment dalam menjalankan operasi lapangan hari demi hari (day by day operation).

Gambar 10. Judul cover depan tulisan untuk memberikan apresiasi kepada para pahlawan Lupsi (Prasetyo 2008).


Mekanisme Peninjauan dan Pendalaman Buku

Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu (Gambar 11) disusun kembali berdasarkan baselines presentasi format paparan (Power Point) penulis pada acara Peluncuran dan Bedah Buku tersebut. Dengan melakukan penekanan dan aktualisasi di sana-sini, dengan mengikuti tata urut sebagaimana dalam buku terkait (Gambar 12)
Penulisan dokumen Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu pada hakekatnya merupakan suatu perwujudan terhadap adanya konsistensi dan komitmen Pemerintah untuk lebih meningkatkan Penanggulangan terhadap BENCANA Lupsi yang telah berlangsung dengan durasi bulan ke 30. Dalam kaitan ini diharapkan antara institusi pendahulu (pionir institution) yaitu Timnas PSLS dengan institusi penerus yaitu Bapel BPLS terdapat suatu keselarasan (conformity) dalam arah dan kebijakan nasional (direction and national policy).

Gambar 11. Analisis  Tata Urut dan Kata Kunci, kotak kuning adalah BAB dan angka putih dalam kotak merah jumlah halaman. Penulis menyarankan agar Bab 6 didahulukan dan Bab 5 menjadi Bab terakhir (Prasetyo 2008, Paparan Bedah Buku Semburan Lumpur Sidoarjo).

Perbedaan yang berkembanga satu terhadap lainnya adalah adanya perubahan (changes) terhadap lingkungan strategis (strategic environmental). Sehingga menuntut adanya aktualisasi (actualization) dari visi (vision), misi (mission) dan sasaran strategis dan operasional (strategic and operational target).
Untuk itu diperlukan suatu instrumen kelembagaan (institutional instrument) Bapel BPLS yang harus dapat berpikir dan bertindak (think and action) yang cepat (fast), tepat (accurate) dan bijak (wisdom) dalam merespon perubahan yang sering tidak terduga (unpredictable change), dari suatu BENCANA yang penyebabnya sendiri masih menjadi Misteri (mystery disastrous) dan perkembangan dampak sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan keamanan/ketertiban sudah demikian komplek.

Hormat kami


Hardi Prasetyo

Peninjau dan Pembahas buku Lumpur Panas Sidoarjo: Pengalaman dari Sebuah Bencana (Basuki H., 2008)



Penulis saat memberikan penjelasan kepada Dutabesar Kerajaan Inggris saat mengunjungi Lupsi. Latar belakang adalah puing-puing berserakan di PerumTAS, sebagai sinyal betapa dahsyatnya dampak dari semburan Lumpur Panas Sidoarjo terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya.


BAGIAN 2

ESTAFET DARI TIMNAS KE BAPEL BPLS


Gambar 12. Sampul depan mengandung makna transisi antar waktu dari Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS)  ke Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo ( BPLS).

Judul Buku

Pokok-pokok peninjauan dan penelaahan buku berjudul SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari sebuah bencana, penulis buku Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc. Selaku Mantan Ketua Pelaksana, Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS), diselenggarakan 17 Juli 2008, bertempat di Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Merajut Masa lalu (Past) Sekarang (Present) dan Ke depan (Future)

Sampul buku yang menjadi materi bahasan atau bedahan SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari sebuah bencana, merupakan rekaman kondisi masa lalu (the Past condition), pada kurun awal semburan sampai akhir masa bakti Timnas PSLS. Selanjutnya disandingkan dengan kondisi saat ini (the Present condition), masa bakti Badan Pelaksana, BPLS sehingga terjalin suatu rangkaian ‘The Past is the Key to Present and  Future’ (Masa Lalu sebagai Kunci Sekarang dan Ke Depan).

Makna dari Kondisi emergency, tantangan dan optimisme

Gambar (sebagai inset) Kondisi emergency tantangan dan Optimisme, merupakan kumpulan momen-momen kedaruratan yang dihadapi penulis (sebagai bagian Bapel BPLS), terkait dengan masalah teknis operasional (misalnya tanggul jebol). Maupun terjadinya gejolak sosial kemasyarakatan dengan bervariasi tuntutan.
Gejolak sosial yang terjadi umumnya dilakukan dengan demo oleh kelompok warga tertentu, sampai pada skenario terburuk blokade total (total blockade)  yang melumpuhkan operasi lapangan. Sehingga akhirnya tanggul cincin Jebol.

Kondisi Saat Ini

Kondisi aktual saat ini (status Juli 2008) digambarkan dengan:
(1)  Pusat semburan (eruption centre), telah mengalami fase runtuh seketika (sudden collapse);
(2)  Pengaliran Lupsi ke selatan (intake) melalui Kanal Barat (West Canal) di Pond Utama (main pond) sebagaimana terlihat pada foto (diambil 29 Mei 2008), selanjutnya 2 Juni 2008 kondisi telah berubah drastis sehingga sistem Kanal Barat telah lumpuh; dan
(3)  Kali Porong di selatan spill way telah mengalami sedimentasi Lupsi yang sangat signifikan.

Pokok-pokok bahasan


Gambar 14. Pokok-pokok bahasan disajikan pada acara Peluncuran dan Penelaahan Buku. Bagian dari materi Paparan saat Peluncuran dan Bedah Buku terkait (Prasetyo 2008)

Tata urut atau pokok-pokok bahasan buku ini, yaitu:
1)   Apresiasi kepada penulis buku dan seluruh jajaran Timnas PSLS atas dedikasi, kerja keras, dan hasil yang telah dikontribusikan pada Penanggulangan Lupsi selama kurun waktu 7 bulan (2006-2007). Dan penulis mengucapkan Selamat kepada penulis buku atas keberhasilan dalam menyusun buku tersebut, yang berdasarkan beberapa kriteria telah kami nilai sebagai buku yang sangat baik!.
2)   Analisis kata kunci, beberapa isu aktual dan kritis terkandung dari kata kunci judul buku.
3)   Metoda yang digunakan dalam melakukan peninjauan dan penelaahan buku, yaitu dengan pendekatan komprehensif, integral dan holistik.
4)   Sebagai Outcome penting dari buku adalah ‘Pelajaran sebuah Bencana’.
5)   Alur dan Pola Pikir, dari buku disandingkan dengan Pola Pikir Kebencanaan Lupsi yang dikembangkan Bapel BPLS
6)   Hal-hal penting untuk dicermati dari BAB 1-7, merupakan bagian terpenting untuk menyelaraskan dan menyandingkan kondisi masa lalu semasa Timnas PSLS dengan kondisi saat ini pada masa BPLS.

Indikator dan Hasil Penilaian Buku


Gambar 15. Apresiasi Pada Penulis Buku dan kriteria penilaian buku secara semi kuantitatif.

Apresiasi dan hasil penilaian


Penulis selaku peninjau dan pembahas buku mengucapkan Selamat dan memberikan Apresiasi yang sebesar-besarnya khususnya kepada Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc selaku penulis buku.
Maupun umumnya kepada seluruh jajaran Timnas PSLS, atas pengabdian dan dedikasi yang telah dicurahkan selama 7 (tujuh) bulan masa bakti Timnas PSLS. Dalam melaksanakan misi nasional pada BENCANA Lumpur Panas Sidoarjo.
Selanjutnya penulis menyimpulkan bahwa berdasarkan penilaian berdasarkan beberapa kriteria, selanjutnya buku SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARAJO, dinilai sangat baik.

Penilaian umum berdasarkan Indikator

Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian buku tersebut yaitu:
1)   Keamanan terhadap isu kritis, yaitu bagaimana penulis buku dapat mengemas bagian-bagian isu kritis, sehingga tidak menimbulkan respon gejolak atau menambah kontroversi baru.
2)   Pesan, apakah pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada pembacanya dapat diekspresikan dengan baik dan elegan?
3)   Format, bagaimana alur dan pola pikir dan penulisan dapat memenuhi sasaran pembaca (audience target)?
4)   Bahasa, bagaimana bahasa yang digunakan agar sasaran No. 3 tersebut optimal. Dalam kaitan ini penulis mencermati bahwa penulis buku banyak melakukan ‘akrobat’ kata-kata, untuk mendramatisasi kondisi yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Khususnya untuk mengekspresikan suatu kegagalan manusia dalam upaya menanggulangi fenomena alam.
5)   Tata letak (style) yaitu penempatan data kuantitatif, ilustrasi foto-foto yang sangat kaya dan apik.
6)   Kesalahan, kesalahan-kesalahan minor pada ejaan, data dan informasi. Dengan pembacaan secara cermat telah diidentifikasikan beberapa kesalahan tersebut bersifat minor, selanjutnya disampaikan kepada penyusun buku untuk penyempurnaan ke depan. Seandainya akan dilakukan penulisan buku Edisi-2.

Lingkungan Strategis yang sensitif


Buku ini ditulis di tengah kondisi lingkungan strategis (Lingstra) yang sangat dinamis dan sensitif. Hal ini digambarkan bahwa sampai saat ini beberapa pihak masih melakukan suatu pengembangan wacana terhadap isu aktual dan kritis terkait Lupsi untuk berbagai tujuan.
Sehingga secara langsung atau tidak, buku ini yang mempunyai kredibilitas, dan akuntabilitas yang tinggi dari penulisnya. Selaku mantan Ketua Pelaksana Timnas PSLS.
Karena itu adalah sangat rasional bila luaran (output) dan outcome dari buku tersebut akan digunakan sebagai acuan atau referensi.
Beberapa pihak yang terindikasikan sangat mempunyai kepentingan (concern) pada buku ini, yaitu:
1)    Kelompok yang terlibat pada kontroversi Lusi sebagai mud volcano dipicu gempa bumi atau man made mud volcano disebabkan oleh underground blowout (UGBO).
2)    Penegak hukum antara lain  Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim,  dimana proses hukum terkait kasus semburan Lumpur Sidoarjo masih berlangsung sampai saat ini pada tahapan penyelidikan dan penyidikan. Belum sampai memasuki babakan proses pengadilan.
3)    Tim Pengawas BPLS DPR-RI dan Komnas HAM yang dalam kegiatannya juga memasukkan aspek penelusuran penyebab dan pemicu Lupsi dan penanganan Pemerintah terhadap BENCANA yang dilakukan selama ini.
4)    Institusi Badan Pemberantas Korupsi (BPK), termasuk Kepala BPK Prof. Dr. Anwar Nasution yang telah demikian antusias melakukan audit dan secara langsung menyajikan sosialisasi Lupsi pada masyarakat internasional. Salah satu ringkasan dampak ekonomi digunakan pada bagian akhir dari dokumen ini.
5)    Media massa baik elektronis maupun cetak di dalam maupun di luar negeri yang secara berkelanjutan tetap ‘haus’ terhadap pemberitaan Lupsi. Dengan daya tariknya sebagai magnit yang kuat karena penuh dengan misteri dan kontroversi, penuh diwarnai gejolak sosial kemasyarakatan, serta masih terjadinya pengungsi lingkungan.
6)    Tidak kalah pentingnya adalah Bapel BPLS sendiri, Lapindo, dan Masyarakat yang terkena dampak langsung atau tidak.

Analisis Kata Kunci

Penelahaan Kata Kunci


SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO, digambarkan sebagai suatu fenomena alam (natural phenomena) yang oleh penulis disebut sebagai ‘Lahirnya Mud Volcano’ suatu pengendali mekanisme (driving force mechanism).
Di dalamnya terkandung kontroversi penyebabnya (causing) dan pemicu (triggering), upaya penanggulangan semburannya baik dengan teknologi maju maupun spiritual, serta manajemen luapan lumpur di permukaan.

Gambar 16. Penelahaan Kata Kunci terdiri dari pengendali mekanisme dan dampak yang ditimbulkannya.


PELAJARAN DARI SEBUAH BENCANA: bahwa dampak dari semburan lumpur panas Sidoarjo telah menimbulkan masalah sosial kemasyarakatan dan rusaknya infrastruktur vital, sehingga dalam menanggulanginya penuh dengan dinamika dan rasio kesulitan teknis maupun nonteknis.
Sebagai outcome dari kedua kata kunci tersebut, penulis buku menegaskan salah satu pengalaman yang paling bermakna adalah ‘Pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan keputusan dari kebijakan yang sudah diambil’.

Respon Pesan Moral Kebencanaan


Gambar 17. Pesan Moral Kebencanaan, sebagai respon outcome dari penulis buku disarikan dari Laporan Fact Finding Lupsi (Prasetyo 2006)

Sebagai respon dari hal tersebut penulis menyajikan ilustrasi yang menggambarkan dahsyatnya bencana dan pesan moral pada pengungsi lingkungan (environmental refugee), yaitu:

Saksi mata dahsyatnya awal semburan

Pada akhir Juni 2006 (satu bulan setelah Lupsi dilahirkan), penulis telah mendapat kesempatan untuk melihat secara langsung dahsyatnya semburan Lupsi, di pusat semburan (Gambar 17).
Dimana saat itu ketinggian tanggul cincin (chain dikes) masih 1 meter. Sebagai perbandingan dengan kondisi sekarang yang sudah mencapai 14 meter.
Pada rancangan awal Tanggul Cincin dirancang untuk terus ditinggikan mencapai 21 m.
Namun suatu realitas bahwa seiring perkembangan Lupsi yang sangat cepat (fast growing), maka pusat semburan telah mengalami sudden collapse dan saat ini membentuk suatu kaldera yang luas.

Berempati dengan korban di pengungsian

Pada kunjungan pencarian fakta (fact finding) tersebut, penulis berkesempatan berempati dengan pengungsi yang saat itu ditempatkan di Kantor Desa Renokenongo, disamping  yang utama di Pasar Baru Porong.

Pesan Moral Kebencanaan

Pesan moral yang disampaikan yang maknanya telah penulis gunakan beberapa tahun belakangan ini terkait dengan sosialisasi kebijakan publik yang memberikan implikasi luas terhadap perikehidupan sosial ekonomi masyarakat adalah:
‘Tidak ada satu Pemerintah Di manapun dan Kapanpun yang rela dan tega untuk menyengsarakan Rakyatnya sendiri’.
Namun, disadari Pemerintah walaupun sudah berupaya maksimal untuk menangani suatu Bencana, namun masih terdapat kekurangan di sana-sini.

Metoda dan Pendekatan Penelaahan Buku

Mencermati secara mendalam bahwa buku ini memiliki multi dimensi aspek, yang terkait langsung atau tidak terhadap BENCANA Lupsi. Di dalamnya terkandung upaya atau ikhtiar Manusia yang berhadapan langsung dengan kekuatan Alam (Human versus Nature).
Untuk itu telah digunakan suatu metoda dan pendekatan (method and approach) Komprehensif, Integral, dan Holistik yang diadobsi dari LEMHANNAS untuk isu aktual/kritis berdimensi strategis.

Menyandingkan Kondisi saat Timnas PSLS dengan BAPEL BPLS


Agar tinjauan dan penelaahan buku ini dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kita semua (berorientasi ke depan),  maka kondisi yang terjadi pada kurun waktu Timnas PSLS sebagaimana yang tersurat pada BUKU SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO, disandingkan (coupling) dengan kondisi aktual saat ini masa BPLS. Sehingga tergambar suatu rangkaian kondisi yang berkelanjutan antara TIMNAS PSLS-BAPEL BPLS.

Gambar 18. Metoda dan Pendekatan atau Penelahaan buku.

Transisi Timnas ke BPLS

Gambar 19 pada hakekatnya merupakan perwujudan penyandingan antara misi TIMNAS PSLS dimana penulis buku memegang peran penting (play important role) sebagai pelaku sejarah (historical act) masa lalu, dan penulis sebagai bagian dari BAPEL BPLS merupakan pelaku aktif (active act) saat ini.
Pada gambar sebelah kiri pada sampul Buku Semburan Lupsi  diperlihatkan foto insersi bola-bola beton yang ditujukan untuk mengurangi debit semburan (decreasing flow rate of eruption).
Di bagian tengah menggambarkan suatu situasi yang dramatis (dramatically situation), saat komplek perumahan warga PerumTAS digenangi oleh luapan lumpur.

Gambar 19. Transisi Misi Nasional BENCANA LUPSI dari Timnas ke Bapel BPLS.


Paling kanan menggambarkan gejolak sosial yang berlangsung menerus, dengan pusat kegiatan di Tugu Kuning (Siring Barat).

Nilai Sejarah Tugu Kuning bagi Bapel BPLS

Tugu Kuning bagi BPLS mempunyai makna tersendiri, karena di titik itulah telah berhasil dilampui suatu kendala dan tantangan yang cukup dahsyat. Dimana untuk pertama kalinya BPLS harus berhadapan langsung dengan warga ketika akan melaksanakan pembangunan Tanggul Siring-Ketapang.
Pada awalnya pembangunan Tanggul Siring telah mendapatkan penolakan yang sangat kuat dari warga Desa Siring.

Lahirnya Strategi Siring

Keberhasilan penanggulan di Siring, akhirnya memberikan lesson learn suatu metoda atau doktrin ‘Strategi Siring’ yaitu menerapkan Hit and Nego  (penanggulan disertai negosiasi saat menghadapi halangan) atau Hit and Run (menanggul saat warga yang menolak lengah).
Strategi Siring tersebut akhirnya sebagai suatu ‘doktrin’ yang dapat mengantar keberhasilan menuntaskan pembangunan Tanggul-tanggul lingkar luas lainnya yaitu: Tanggul Ketapang-Osaka, Sebagian Tanggul Ketapang-Utara dan Tanggul Reno (Operasi Reno, Oktober 2008).

Keputusan Penanggulan di deklarasikan pada saat Gerhana Bulan

Suatu kenangan kejadian dramatis (dramatic event) yang patut dicatat, bahwa keputusan untuk membangun Tanggul Siring-Ketapang, telah diputuskan melalui suatu deklarasi (declaration) bersamaan pada saat gerhana bulan. 
Pada mana yang menegangkan tersebut pimpinan Bapel BPLS melihat suatu  realitas yang kurang menyenangkan. Sehubungan Tanggul Siring Timur (di sisi barat Pusat Semburan) telah mengalami serangan yang dahsyat disebabkan oleh:  1) pengaliran Lupsi ke barat, 2) terjadinya bubble, dan 3) deformasi subsidence.
Akhirnya dengan suatu ikrar (declaration) dari seluruh Pimpinan Bapel BPLS, selanjutnya diputuskan bahwa Tanggul Siring walaupun penuh dengan tantangan dan hambatan yang menghadangnya harus mulai dibangun. Karena pembayaran uang muka cash and carry yang 20% belum dapat dilaksanakan.
Pilihan komplek (harus berhadapan langsung dengan warga) dan pahit (meninggalkan tanggul dalam), karena tanggul lingkar dalam tersebut diperkirakan sudah tidak mungkin lagi untuk mampu dipertahankan.

Lupsi antara Harapan, Realitas dan Tantangan

Sebagai respon di sebelah kanan penulis sandingkan suatu kondisi wacana Lumpur Panas Sidoarjo: Harapan, Realitas dan Tantangan.
Pada bagian atas diilustrasikan ‘Keluarga Kambing’ menikmati keberadaan Tanggul Siring – tanpa mengindahkan Lupsi masih terus menyembur dan mengancam setiap saat’. Hal ini memberikan sinyal bahwa kondisi lingkungan hidup sedikit banyak telah mengalami kemajuan (progress).
Pada bagian bawah disajikan kondisi pusat semburan yang telah mengalami keruntuhan seketika (sudden collapse) dan mengalami perubahan bentuk menjadi suatu ‘kaldera yang luas’ (large caldera).
Sehingga upaya pengendalian luapan lumpur sangat tergantung pada penggunaan peralatan berat. Karena tidak ada atau sangat sedikit terjadinya efek gradien topografi (topographic gradient) yang memungkinkan terjadinya pengaliran secara alami.
Kondisi sedimentasi di Kali Porong pada musim panas 2008, yang memegang peran strategis sebagai media pembuangan permanen Lupsi ke Laut.  Pada gambar memperlihatkan penulis berdiri di atas sedimen Lupsi, di bawah outlet pompa di selatan spillway.

Pelajaran berharga dan sejarah sukses normalisasi Kali Porong tahun 2007

Lesson learn dari tahun 2007, dengan melakukan agitasi menggunakan alat berat, dipadukan dengan adanya gelontoran air dari hulu, maka sedimen Lupsi yang terkonsentrasi di Kali Porong dapat dialirkan ke muara.
Fakta lapangan menunjukkan suatu kondisi yang membesarkan hati, ketika Bulan April 2008, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) melaksanakan survei dari hulu ke hilir Kali Porong, dengan metoda pemeruman (batimetri) dan pengambilan contoh sedimen permukaan (grab sampling).
Ternyata sampai km 6 dari arah spillway sampai daerah muara tidak diketemukan sedimen Lupsi. Hal ini menunjukkan bahwa, sedimen Lupsi telah dapat dihanyutkan oleh aliran Kali Porong pada puncak musim penghujan (November-Desember 2008).

Gambar 20. Kondisi Kali Porong di sisi timur Jembatan, memperlihatkan alat berat melakukan normalisasi dengan agitasi (mengaduk-aduk), sambil menunggu gelontoran dari hulu (Foto Prasetyo Oktober 2008).

Komitmen dan Strategi

Merupakan komitmen dan upaya dan langkah  yang dicanangkan oleh penulis buku pada bagian Pengantar.
Antara lain diungkapkan bahwa ..’Sejak menginjakkan kaki di Surabaya penulis buku telah berketetapan hati, atau merupakan ambisi bahwa semburan lumpur untuk/harus dihentikan’.
Semangat dan ambisi tersebut selanjutnya diformalisasikan dengan menetapkan upaya dan langkah untuk diselesaikan.
Ditindaklnjuti dengan menetapkan strategi yaitu: 1) Memperkecil Semburan, 2) Penanganan Luberan, 3) Mengamankan infrastruktur, dan 4) Menangani masalah sosial dan lainnya.
Dalam kaitan ini penulis menyampaikan bahwa pada strategi yang pertama sebaiknya adalah upaya Penanggulangan atau upaya untuk menghentikan semburan, namun pada buku tersurat memperkecil semburannya.

Gambar 21. Komitmen dan Strategi penulis buku dalam upaya Penanggulangan Lumpur Panas (Prasetyo 2008).


Dalam pengantar buku selanjutnya diuraikan bahwa buku disusun memberikan informasi yaitu: 1) bagaimana upaya menghentikan semburan dengan Relief Well. Di sini penulis menyarankan bahwa Relief Well merupakan salah satu dari beberapa teknologi yang telah diaplikasikan sebagaimana diuraikan pada Bab 3 (antara Teknologi dan Spiritual). Jadi bukan hanya satu-satunya.

Pemahaman kebencanaan

Dalam kaitan dengan kebencanaan, maka Lupsi terkait dengan fenomena geologi Semburan Lumpur Panas, Mud Diapir dan Mud Volcano.
Penulis menilai bahwa dari segi bencana Lupsi mempunyai karakteristik pengendali semburan berlangsung secara perlahan (slow motion) atau merayap (creeping), sehingga wilayah dan intensitas sesuai perjalanan waktu semakin meluas.
Sementara itu masalah sosial kemasyarakatan seiring waktu semakin meningkat dan kait mengkait satu dengan lainnya. Sehingga terjadi implikasi bahwa gejolak sosial telah mengganggu terhadap pengendali mekanisme (driving force mechanism) dari bencana itu sendiri.

Gambar 22. Bencana Lupsi yang bersifat berjalan dengan lambat (slow motion), memperlihatkan tiga Desa Besuki, Pejarakan, dan Kedungcangkring yang berada diluar PAT telah ditetapkan Pemerintah untuk dibebaskan. Suatu kondisi nyata peta area terdampak 22 Maret 2007 semakin meluas. Sumber Buku Memahami Perpres 48/2008 (Prasetyo 2008)

Keluaran dan Outcome Buku


Keluaran dari buku ini adalah:
1)  Pinonir penanggulangan Lupsi secara integral, komprehensif dan holistik, yang telah diemban Timnas PSLS selama 7 bulan, dan
2)  Sebagai outcome adalah suatu Pelajaran Berharga terhadap Pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan keputusan dan kebijakan yang sudah diambil.

Alur Pikir dan Pokok-Pokok Bahasan


Gambar 23. Analisis Tata Urut Buku terdiri dari 7 (tujuh) Bagian, dan saran-saran untuk penataan kembali. Gejolak Sosial Kemasyarakatan dengan bintang merah menunjukkan Masalah Sosial Kemasyarakatan yang perlu mendapatkan perhatian dan ditempatkan pada Bab 5.

Tata Urut

Buku yang ditulis oleh Dr. Basuki terdiri dari 7 Bab yaitu:
1.      Kisah Drama si Lusi, merupakan benang merah yang merajut bagian-bagian penting mulai saat terjadinya Lupsi ,sampai dampak serta langkah-langkah upaya penanggulangan semasa Timnas PSLS.
2.      Mud Volcano atau Underground Blow Out, mengangkat suatu realitas dengan masih terjadinya pro dan kontra yang menjurus pada kontroversi, terkait pengendali mekanisme (driving force mechanism) penyebab dan pemicu Lupsi. Dengan alternatif apakah mud volcano sebagai fenomena alam, atau under ground blow out yang berhubungan dengan kegiatan pemboran sumur BJP-1.
3.      Teknologi canggih hingga upaya Spiritual, merupakan langkah dan upaya yang telah dan atau sedang direncanakan untuk menghentikan semburan atau mengurangi debit semburan. Bagian ini sangat terkait dengan Bab 2 kontroversi Lupsi sebagai mud volcano atau underground blowout, dan Bab 4 Manajemen Lumpur di permukaan.
4.      Manajemen Lumpur di permukaan, adalah penanganan Lupsi yang telah berada di permukaan terkonsentrasi di pusat semburan, selanjutnya dialirkan pada kolam penyimpanan. Pada akhirnya di angkut ke tempat pembuangan akhir di Selat Madura.
5.      Nilai ekonomi Lumpur Sidoarjo, segala gagasan dan uji coba untuk memanfaatkan Lusi, setelah terlebih dahulu diyakinkan bahwa Lupsi tidak mengandung unsur-unsur yang beracun atau membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia.
6.      Dampak sosial kemasyarakatan, merupakan isu kritis karena di dalamnya terkandung bentuk ganti rugi dengan skema cash and carry (tahap 20% dan 80%) yang didahului dengan bantuan sosial.
7.      Dampak Sosial Ekonomi, bagaimana semburan dan luapan Lupsi yang telah menimbulkan kerugian sosial ekonomi termasuk di dalamnya harta benda, dampak lingkungan, dan infrastruktur.

Saran perubahan

Terhadap tata urut dari buku tersebut, penulis menyarankan perubahan yaitu setelah Bab 4 Manajemen Lumpur di permukaan, diikuti berturut-turut dengan Bab 5 Gejolak sosial (Bab 6, Basuki), Bab 6 Dampak sosial ekonomi (Bab 7, Basuki), dan terakhir Bab 7 Nilai ekonomi (Bab 5, Basuki).
Rasionalisasinya karena mencermati berkembangnya suatu realitas bahwa masalah sosial kemasyarakatan pada kebencanaan Lupsi dimensinya sangat mengemuka dan memberikan implikasi yang luas, terhadap upaya-upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi.
Demikian pula dampak sosial ekonomi sangat signifikan. Sedangkan sampai saat ini pemanfaatan Lupsi menjadi hal-hal yang bernilai ekonomi masih belum signifikan, sehingga disarankan untuk ditempatkan pada prioritas lebih bawah.

Pola Pikir Kebencanaan


Gambar 24. Pola Pikir Kebencanaan Lupsi, dikembangkan sebagai salah satu kajian strategis bersifat integral, komprehensif dan holistik (Prasetyo 2008).


Untuk merespon karakteristik Lupsi sebagai suatu bencanaan yang khusus sebagaimana disinggung secara sepintas pada bagian atas, penulis telah menampilkan Pola Pikir Peningkatan penyelamatan penduduk, penanganan masalah sosial dan infrastruktur di daerah Bencana Lumpur Sidoarjo, yaitu:

Pengendali mekanisme:

(1)     Semburan dan luapan Lupsi masih terus terjadi dengan intensitas cukup signifikan 100.000 m3/hari, temperatur di permukaan 100oC, Durasi semburan 30 bulan, wilayah genangan di dalam Peta Area Terdampak + 3 Desa di luar PAT. Serta belum ada tanda-tanda semburan Lupsi akan berhenti,
(2)     Sampai saat ini luapan Lupsi di permukaan belum sepenuhnya dapat dikendalikan sehingga masih terjadi berkali-kali fenomena tanggul jebol,
(3)     Peta Area Terdampak tanggal 23 Maret 2007 semakin meluas dimana yang terakhir adalah meluasnya PAT ke tiga desa di selatan PAT.


Gambar 25. Runtuhnya seketika (sudden collapse) Tanggul 6.1 dengan pola terban (graben), sepanjang 200m, dalam >2m terjadi dalam satu malam saja.

Dampak Sosial Ekonomi:

Semburan dan luapan Lupsi telah menimbulkan kerugian harga benda, hilangnya rumah tinggal, terjadi pengungsi, hilangnya masa depan, meningkatnya pengangguran, perputaran roda perekonomian melambat.

Gambar 26. Diagram pokok-pokok Perpres 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo sebagai baseline perubahan pada Perpres 48/2008.

Dampak Infrastruktur:

Jalan tol, pipa gas, jaringan SUTTET, pipa PDAM, jalan nasional, rel kereta mengalami gangguan bervariasi dari rusak sampai lumpuh total.

Penanggulangan saat ini:

Dilaksanakan berdasarkan pada Perpres 14/2007 yang selanjutnya disusun kebijakan strategis, upaya dan langkah mencakup 4 aspek: Upaya penanggulangan semburan, penanganan luapan, penanganan masalah sosial kemasyarakatan, dan penanganan dampak infrastruktur.

Penanganan Lumpur Sidoarjo yang diharapkan:

1)    Semburan dan luapan Lupsi yang masih terjadi terus dapat dikendalikan, sehingga mengurangi bahaya langsung pada masyarakat di sekitarnya
2)    Masalah sosial kemasyarakatan dapat  dicarikan solusi secara terpadu dan ditempatkan secara proporsional, sehingga tidak menimbulkan dampak pada upaya penanggulangan semburan dan luapan.

Lingkungan strategis:


Yang memberikan dampak adalah :1) adanya upaya politisasi, dan internasionalisasi masalah Lupsi, 2) media massa cenderung mencari berita buruk (the worst news) dan menghakimi pihak Lapindo seolah-olah sudah mempunyai kekuatan hukum bersalah, 3) Krisis finansial global, 4) Pengungsi lingkungan sangat dikaitkan dengan HAM.

Peluang:


Adalah mengendalikan semburan dan luapan dengan berbagai upaya dan langkah, permasalahan utama nasional dan kemasyarakatan berupa cash and carry diberikan perhatian sehingga menemukan titik keseimbangan, membangun kembali infrastruktur yang rusak antara lain melalui relokasi infrastruktur.

Luaran:

Masyarakat di sekitar semburan dan luapan Lupsi dapat dilindungi keamanan dan kenyamanannya.

Outcome:

Sendi-sendi kehidupan masyarakat dapat dipulihkan.

 

BAGIAN 3

Kisah Drama Si Lusi



Gambar 27. Alur pikir dan Kata Kunci  Drama Si Lusi (Diringkas dari Basuki 2008).


Drama Si Lupsi merupakan Benang Merah yang merangkum keseluruhan aspek dari Buku, mulai dari pemahaman apa dan mengapa Lumpur Sidoarjo yang ditetapkan sebagai Lahirnya Mud Volcano di Sidoarjo, upaya penanggulangan semburan dan luapan lumpur, sampai pada penanganan masalah sosial, infrastruktur dan potensi pemanfaatannya.
Adapun alur pikir dan kata kunci dari Bagian Drama Si Lusi, adalah sebagai berikut:
a.       Lupsi merupakan suatu fenomena semburan lumpur di bawah bumi Sidoarjo.
b.      Pertanyaan mengapa di Sidoarjo dan tidak di Purwodadi, Sangiran yang sebelumnya telah dilaporkan adanya semburan lumpur (mud flow)?. Penulis buku menjawab karena di Sidoarjo-lah telah lahir suatu mud volcano
c.       Lupsi merupakan suatu semburan lumpur panas yang demikian dahsyat dan telah menimbulkan bencana yang pertama kalinya di Indonesia modern. Namun menurut catatan sejarah sebelumnya juga telah terjadi, sehingga mempengaruhi kemunduran kejayaan bahkan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
d.      Fenomena Lupsi telah membangkitkan kesibukan baru pemberitaan media masa yang sangat mengemuka, masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, sosial, politik, budaya dan keamanan. Masih diliputi misteri asal usul Lupsi bahkan menimbulkan kontroversi penyebab dan pemicunya, merupakan salah satu daya tarik tersendiri. Disamping dampak menimbulkan pengungsi lingkungan, serta memicu gejolak sosial masyarakat yang membuat mata dan telinga masyarakat dunia tertuju ke bumi Porong.
e.       Saat Lupsi dilahirkan ia menempati lokasi yang berjarak sekitar 150 m dari lokasi sumur BJP-1 dan selanjutnya populer disebut sebagai Lumpur Lapindo. Kedekatan dan bersamaan kegiatan eksplorasi dan munculnya semburan, membuat di satu sisi yang mengkaitkan Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran. Di sisi lain karena lumpur keluar bukan dari lubang sumur BJP-1, tapi berjarak 150-200 m bahwa keduanya tidak ada kaitannya. Ditambahkan bahwa kecepatan aliran Lupsi mencapai 150.000 m3/hari sangat tidak mungkin bila ia keluar dari lubang sumur pemboran yang hanya berdiameter sekitar 30 cm.
f.        Sampai saat bukti ditulis penyebab (causing) dan pemicu (triggering) Lupsi sendiri masih menjadi bahan kontroversi, dimana pada Bab 3 akan dibahas 2 skenario yaitu mud volcano dan underground blow out. Kedua skenario ini yang terus menjadi kontroversi dan belum dapat dikerucutkan di Indonesia, maka telah menjadi rasionalisasi sehingga American Association of Petroleum Geologist (AAPG) memprakarsai debat Lupsi dengan mengangkut substansi kontroversi tersebut, yang akan dilaksanakan di Cape Town Afrika Selatan.
g.       Keberadaan Lapindo Brantas di Sidoarjo adalah didorong oleh upaya dari suatu kegiatan terkait usaha ekonomi untuk menemukan jebakan gas alam (natural gas accumulation) yang pada akhirnya dapat meningkatkan cadangan migas nasional (national natural oil and gas reserve).
h.      Eksplorasi Migas yang dilaksanakan merupakan salah satu pilar keamanan pasokan energi berbasis Migas (energy supply security), yaitu upaya pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi migas (oil and gas production) yang selama beberapa tahun ke belakang telah mengalami penurunan produksi dan cadangan. Pada tabel tersendiri penulis buku menimbulkan kondisi penurunan produksi minyak bumi Indonesia yang pernah mencapai puncak produksi sebesar 1,5 juta barrel per hari di tahun delapan puluhan menjadi saat buku ditulis sekitar 1 juta barel per hari saja.
i.         Pelaksanaan kegiatan pemboran merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan eksplorasi Migas. Di dalam dunia perminyakan hulu (upstream oil industry), pemboran eksplorasi seperti halnya sebagai senjata pamungkas untuk membuktikan terdapatnya akumulasi migas, mendapatkan secara kuantitatif besarnya cadangan. Sebagai senjata pamungkas, karena biaya pemboran eksplorasi relatif mahal, maka penentuan lokasi termasuk target reservoir, harus terlebih dahulu melalui suatu penafsiran penampang seismik refleksi (seismic reflection profile), dan metoda geofisika (geophysical methods) lainnya seperti kemagnitan (magnetic), gaya berat (gravity), aliran panas (heat flow), dll.
j.        Di dalam konteks dengan Undang-Undang Migas yang berlaku, maka Lapindo Brantas merupakan salah satu Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dengan pihak partisipasi (participation parties) dari perusahaan Lapindo, Medco, Santos. Dan Lapindo Brantas bertindak sebagai Operator Blok Brantas, karena memiliki saham terbesar.
k.      Pemboran sumur BJP-1 merupakan upaya untuk menemukan cadangan gas alam yang diperkirakan terdapat pada Formasi batu gamping Kujung (Kujung Limestone Formation), yaitu pada kedalaman sekitar 3.353m.
l.        Pada bagian yang sebelumnya menimbulkan perdebatan yaitu terkait penggunaan casing pada pemboran sumur BJP-1. Terkait hal tersebut penulis buku menyatakan bahwa pada kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur yang berlaku dimana casing pemboran sesuai dengan prognosis pemboran akan dipasang pada batas antara Formasi Kalibeng (cap rock) dengan Formasi Kujung (reservoir). Di dalam debat Lupsi di Afrika Selatan, maka secara khusus Kubu Pemboran yaitu mereka yang berpendapat Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran sumur BJP-1, tidak dipasangnya casing tetap digunakan sebagai salah satu unsur yang penting.
m.    Bagian yang penting dan sensitif terkait dengan kontroversi pemicu lupsi adalah pernyataan penulis buku bahwa hasil evaluasi teknis yang dilakukan oleh Timnas PSLS terhadap pelaksanaan pemboran sumur BJP 1 antara tanggal 26 Mei sampai dengan 3 Juni 2006 antara lain menyimpulkan bahwa pemboran telah dilaksanakan secara benar, wajar dan akuntabel.
n.      Namun Timnas PSLS juga mendapatkan tindakan yang kurang tepat, yaitu terhadap penarikan anjungan pemboran BJP-1 padahal semburan Lupsi belum tertangani. Penelaahan memberikan catatan tersendiri bahwa dengan pernyatan ‘padahal semburan Lupsi belum tertangani’ tersebut seolah-olah tersirat bahwa semburan Lupsi ada kaitan dengan kegiatan pemboran.
o.       Berkaitan perilaku sejak kelahirannya, yaitu tanggal 29 Mei 2006, Lupsi sudah memperlihatkan karakteristik yang ganas liar sehingga akhirnya menimbulkan malapetaka
p.      Terhadap fenomena semburan Lupsi yang masih menjadi misteri tersebut, Pemerintah pusat memberikan perhatian dan respon cepat, dengan langsung terlibat dalam penangannnya, disebutkan penulis buku karena Lapindo tidak bisa sendirian untuk mengasuhnya.
q.       Selanjutnya dibentuklah Timnas PSLS melalui Keppres 13, tanggal 8 September 2006, dengan tiga tugas utama, yaitu penanggulangan semburan, luapan di permukaan dan penanganan sosial kemasyarakatan.
r.        Selama 6 bulan Timnas PSLS melaksanakan misinya, namun disebutkan penulis buku bahwa ‘Gelagak Semburan Lusi tak terkendali’. Hal ini merupakan suatu pernyataan bahwa saat mengakhiri misinya semburan Lupsi belum bisa dikendalikan oleh Timnas. Sehingga saat diwariskan kepada Bapel BPLS gelagak semburannya masih tidak terkendali.
s.       Pada akhir masa kerja Timnas PSLS, tanggal 8 April 2007 dibentuklah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melalui Perpres 14/2007 dengan 4 misi nasional: 1) upaya penanggulangan semburan, 2) penanganan luapan, 3) penanganan masalah sosial, dan 4) antisipasi dampak infrastruktur.
t.        Kembali ditegaskan bahwa sampai akhir masa bakti Timnas PSLS, penyebab dan pemicu Lusi masih belum ada kepastian.
u.      Sehingga berkembang kontroversi yang mengemuka adalah antara di satu sisi mud volcano dan underground blow out (UGBO).
v.       Selanjutnya penulis menyusun tata urut buku Semburan Lumpur Panas Sidoarjo yang keseluruhan terdiri dari 8 Bab, diawali dengan Drama Si Lupsi sampai terakhir Bagian Pahlawan-KU.
w.     Berkaitan dengan aspek kebencanaan (disastrous aspect) penulis buku menggaris bawahi bahwa Lupsi sebagai suatu bencana, sehingga diperlukan adanya suatu manajemen solusi yang peka dan jeli
x.       Demikian pula disebutkan Lupsi merupakan suatu bencana yang unik, karena sampai kapan bencana itu akan berakhir masih tidak jelas. Keunikan bencana Lupsi yang dimaksud adalah karena pengendali mekanisme bencana yaitu semburan Lupsi masih terus berlangsung dengan dahsyat dan belum ada tanda-tanda untuk berhenti dan tidak dapat dipastikan kapan berhenti. Dari penyebab masih berpotensi bencana semakin meluas, dan memang terjadi karena Peta Area Terdampak (PAT) yang ditetapkan tanggal 23 Maret 2007 saat Timnas, telah meluas menjadi PAT Plus ( 3 Desa), sehingga masih terus diperlukan tindakan tanggap darurat. Bersamaan dengan potensi penyebab bencana yang masih berlangsung dengan merayap, maka dilakukan penanganan masalah sosial kemasyarakatan dan infrastruktur.
y.       Di tengah situasi kebencanaan tersebut yang penuh dengan dinamika dan misteri, maka ekspektasi masyarakat demikian tinggi.
Kebencanaan yang disebabkan oleh semburan Lupsi yang telah umum disebut sebagai mud volcano, merupakan yang pertama di dunia. Karena umumnya mud volcano yang berjumlah ribuan di dunia terjadi di daerah terpencil (remote area) dan tidak sampai menimbulkan korban manusia, serta tidak dilakukan upaya untuk menghentikannya, biarkan fenomena alam berjalan secara alami. Namun lain halnya dengan Lupsi, semburan mud volcano yang panas (hot mud eruption), terjadi di dekat permukiman, menimbulkan korban manusia 14 meninggal dunia, dan kerugian materi dan imateri lainnya. Ini merupakan bencana semburan lumpur yang pertama di Indonesia dan dunia.
z.       Sebagai suatu Pelajaran berharga dari penanganan bencana tersebut adalah diperlukan adanya kecepatan membuat keputusan dan berani mengimplementasikan keputusan kebijakan yang sudah diputuskan.
Pelajaran yang dimaksud memberikan suatu nuansa bahwa kondisi yang dihadapi penulis buku dalam penanggulangan Lupsi di masa Timnas PSLS penuh dengan dinamika, perubahan-perubahan terjadi dengan cepat dan sering kali tidak dapat diduga sebelumnya.
Karena permasalahan terjadi secara simultan antara pengendali mekanisme dengan permasalahan sosial kemasyarakatan termasuk terjadinya pengungsi lingkungan dalam jumlah yang sangat signifikan, maka diperlukan adanya suatu kecepatan dalam pengambilan keputusan. 
Banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan sering kali mempengaruhi implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga penulis buku benar-benar menekankan pada kondisi seperti diuraikan tersebut diperlukan adanya keberanian untuk melaksanakan dari kebijakan yang telah diputuskan tersebut.
Suatu analogi yang terjadi sampai saat ini oleh Bapel BPLS, adalah mengenai pengaliran Lupsi ke laut melalui Kali Porong sebagai media antara. Peraturan Presiden No. 14/2007 khususnya Ayat 5, Pasal 5 memberikan landasan kebijakan bahwa Lupsi dari pusat semburan melalui sistem kanal di Pond Utama dialirkan ke Kali Porong.
Namun masih banyak pihak yang tidak setuju terhadap pembuangan Lupsi menggunakan media kali Porong. Bahkan banyak pihak yang mendorong skenario Lupsi dialirkan ke daerah pertambakan (wet land) daripada langsung ke laut melalui Kali Porong.
Terhadap wacana yang berkembang tersebut setelah melalui analisis kebijakan dengan mencermati tantangan serius yaitu semburan Lupsi sebesar 100.000 m3/hari sehingga diperlukan suatu penanganan yang cepat untuk meminimalkan keselamatan masyarakat dari potensi ancaman yang terjadi, maka Presiden RI kembali memberikan penekanan kembali kebijakan nasional bahwa tetap dipilih skenario Lupsi dialirkan ke laut menggunakan energi bebas dan alami (natural and free energy) kali Porong.
Dengan kondisi di atas, maka Bapel BPLS konsisten untuk mengimplementasi kebijakan tersebut disertai dengan pengembangan grand strategy penanganan luapan lumpur dimana pembuangan lumpur akan dilakukan secara besar-besaran (yang panas dan yang dingin) pada musim penghujan, dimana energi Kali Porong yang dahsyat dan gratis akan menghanyutkan Lupsi ke Laut.
Dan membatasi pengaliran Lupsi pada musim kering, yaitu dengan menyimpannya di dalam kolam-kolam penampungan yang sampai saat ini terus disediakan.
Bersamaan dengan pemulihan waktu pembuangan (musim penghujan), maka Bapel BPLS berkomitmen untuk melakukan normalisasi kali porong mulai dari daerah hulu di selatan spillway sampai ke muara yang membentang sekitar panjang 20 km.
Sebagai ilustrasi saat ini BPLS telah mengerahkan 3 kapal keruk di muara untuk mengeruk sedimen yang menghalangi laju aliran sedimen ke laut, dan mereklamasi untuk membangun suatu daratan baru (new land mass) untuk pemanfaatan ke depan antara lain penanaman bakau sebagai pelindung pantai dan meningkatkan sumber daya hayati (living resources).

Gambar 28. Alur Pikir Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007), terdiri dari proses masukan (input), pengendali mekanisme (driving force mechanism), Inisiasi bencana dan implikasi, Penanggulangan dan Luaran.


Dalam merespon alur pikir dari Drama si Lusi sebagaimana diuraikan tersebut diatas selanjutnya penulis menyandingkan dengan Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo. Dalam pendekatan sistem (system approach) terdiri dari proses masukan (input process), proses perubahan (change process), luaran dan kemanfaatan (output and outcome), yaitu:
Proses masukan
Kegiatan eksplorasi Migas merupakan suatu upaya terkait keamanan pasokan energi berbasis minyak dan gas bumi (supply energy security), untuk mengantisipasi adanya penurunan produksi dan cadangan minyak bumi Indonesia.
PT Lapindo Brantas merupakan KKKS Blok Brantas dan bertindak selaku operator, dalam implementasi kegiatan eksplorasi gas alam (natural gas exploration), dengan melaksanakan pemboran eksplorasi sumur BJP-1 di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Pengendali mekanisme
·        Semburan lupsi masih menjadi misteri dengan alternatif skenario penyebab adalah: masalah teknis Pemboran UGBO, Potensi Mud Volcano yang dipicu oleh faktor luar yaitu gempa bumi, atau kombinasi mud volcano dan gempa bumi.
·        Lahirlah mud volcano Lupsi 29 Mei 2008 dengan penyebab yang belum dapat dipastikan, dan terus berkembang sehingga saat buku ditelaah telah memasuki tahapan runtuh seketika dan berubah menjadi suatu kaldera yang luas.
·        Semburan dan luapan lumpur panas telah menimbulkan bencana, dan masih berpotensi meluas. Karakteristik kebencanaan Lupsi yang khusus, merayap dengan perlahan makin meluas.
·        Terjadinya pengungsi warga sebagai dampak langsung luapan lumpur Sidoarjo yang tak terkendali, yang sebagian menyebutnya sebagai pengungsi lingkungan (environmental refugee), sehingga memicu terjadinya masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang berlanjut, semakin meningkat intensitasnya, dan terjadi secara akumulatif dari beberapa aspek.
·        Luapan lumpur telah memberikan dampak kerusakan pada lahan dan bangunan warga, lingkungan fisik (permukaan lahan, sungai; bawah permukaan antara lain air tanah; udara pencemaran) serta deformasi geologi (retakan, patahan, dan bubble).
·        Bapel BPLS mengembang misi nasional penanggulangan Lupsi, melanjutkan misi dari Timnas PSLS dengan empat misi: penanggulangan semburan, mengendalikan luapan, genangan masalah sosial kemasyarakatan, dan antisipasi dampak infrastruktur.
·        Sebagai luaran adalah sendi-sendi kehidupan masyarakat yaitu sosial, ekonomi budaya, keamanan dan ketertiban dipulihkan.

Hubungan Lupsi dengan gunung berapi dan fenomena semburan lumpur di sekitar

Gambar 29. Memperlihatkan pernyataan penulis buku (Basuki, 2008) di bagian Pengantar dan Bab 2 bahwa Lupsi merupakan fenomena lahirnya mud volcano baru. Di kanan diperlihatkan posisi Lupsi dan fenomena mud flow lainnya di Jateng dan Jatim dalam peta struktur yang menempatkan lokasi gempa bumi 27 Mei 2006 dan lokasi sumur minyak. (Sumber Bagian Paparan Bedah Buku Prasetyo, 2008)


·        Pertanyaan yang diangkat adalah apa sebenarnya semburan lumpur dan mengapa di Sidoarjo?
·        Penulis menyajikan suatu fakta overlay keberadaan Lupsi sebagai mud volcano, yang berkembang di busur belakang (back arc region) dari sistem Busur Sunda (Sunda Arc System), berada di depan (selatan) dari komplek busur gunung api (magmatic arc) yaitu komplek gunung Pananggungan.
·        Dengan rasionalisasi bahwa Lupsi sedikit banyak akan dipengaruhi oleh keberadaan dari gunung volkanik tersebut, sehingga Mazzini dkk., 2007 menyebutnya sebagai ‘quasy-hydrothermal’.
Sampai saat ini terkait dengan pengendali mekanisme Lupsi, sumber panas (heat sources) dan sumber air sendiri masih belum dapat dipastikan, dimana masih terdapat beberapa pemikiran.
Namun dengan temperatur Lupsi yang sangat tinggi (100oC) di permukaan, maka pemikiran yang popular bahwa sumber panas berasal dari magma statik (static magma), yang bekerja sebagaimana suatu panas bumi (geothermal). Dimana semburan tipe geyser sebagai wujud pemanasan dari sistem air membentuk seperti ‘jet steam’ yang menyembur ke permukaan dari suatu saluran (conduit).

·        Pada peta sebelah kanan disajikan lokasi semburan lumpur lainnya yaitu: Bledug Kuwu di Purwodadi, Mojokerjo, Sangirah. Selanjutnya diplot lokasi sumur Porong-1 yang dilaporkan sebelumnya telah diindikasikan adanya struktur runtuh (collapse structure) dan lokasi sumur BJP-1, dan Patahan Watukosek. Kenampakan tersebut berkembang pada Kendeng Zone (foreland thrust belt).

Transisi dari Timnas PSLS ke BPLS
Transisi dari Timnas PSLS ke BPLS oleh penulis buku disampaikan sebagai berikut:
·        Sejak tahun 2006 Timnas PSLS mendapat tugas mengasuh Lusi, yaitu menanggulangi semburan untuk menghentikannya atau mengurangi besarnya aliran (flow rate).
·        Setelah melaksanakan misinya selama enam bulan ternyata Gelagak semburan Lusi makin tidak terkendali. Hal ini menunjukkan di satu sisi proses alam (natural process) atau proses kebumian (geologic processes) sebagai pemicu belum dapat diatasi oleh kemampuan yang ada saat Timnas (pemikiran, tenaga, fikiran, finansial). Bahkan semburan semakin ganas dan luapan semakin sulit dikendalikan.
·        Penanganannya tidak akan semakin efektif jika dilaksanakan oleh suatu badan secara ad hock seperti TimNas PSLS, sehingga dikhawatirkan akan menyengsarakan masyarakat Sidoarjo, bahkan Jawa Timur.
Dalam kaitan ini penulis buku berdasarkan fakta dan pengalaman langsung di lapangan menilai bahwa semburan dan kebencanaan sudah pada eskalasi yang besar.
Sehingga dipandang perlu adanya suatu institusi yang lebih fokus, berlanjut, mempunyai kapasitas dan otoritas untuk mengasuh Lupsi lebih lanjut, pasca Timnas PSLS yang dibatasi oleh waktu (6 bulan diperpanjang 1 bulan).

Gambar 30. Memperlihatkan skematik rasionalisasi Transisi dari Timnas PSLS ke Bapel BPLS., dengan empat misi nasional penanggulangan Lupsi yang diembannya.

·        Dalam kaitan ini Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan penanggulangan Lupsi untuk memulihkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, sebagai dampak Bencana Lumpur Sidoarjo.
·        Tanggal 8 April 2007 Pemerintah dengan Perpres 14/2007 telah membantu BPLS, melanjutkan kiprah Timnas PSLS.
·        4 Misi nasional BPLS dalam Penanggulangan Lupsi adalah terkait: semburan, luapan, sosial dan infrastruktur.

Bagaimana Perubahan dari Timnas dan Siring Terjadi

Gambar 31. Memperlihatkan ‘Desa Siring Riwayatmu Dulu’ memperlihatkan tanggul yang melindungi perumahan warga, disandingkan dengan Citra Satelit Juni 2008 yang memperlihatkan kondisi yang digambarkan dalam buku Dr. Basuki tersebut ‘secara total telah lenyap ditelan Lupsi’.


Untuk mengilustrasikan bagaimana perubahan secara fisik di Desa Siring Timur di masa Timnas dan pada Bapel BPLS telah terjadi diilustrasikan dengan fakta lapangan sebagai berikut:
·        Pada bukunya Dr. Basuki menampilkan foto udara dari helikopter yang menggambarkan situasi tahun 2006 yang memperlihatkan keberadaan permukiman di desa Siring Timur dan dibatasi oleh tanggul-tanggul lingkar dalam yang masih utuh, walaupun sudah pernah digenangi Lupsi.

Gambar 32. Memperlihatkan seperti pada gambar 32, lebih rinci dimana foto udara dapat memperlihatkan salah satu rumah yang ideal, dan close up dari Komplek Bubble Siring Timur.

·        Sebagai respon bahwa perubahan fisik telah terjadi dengan cepat, penulis menampilkan citra satelit IKONOS-CRISP dengan resolusi 5 m (5 m high resolution satellite image) status 26 Juni 2008 (Gambar 31).
Memperlihatkan bahwa tanggul yang dibangun semasa Timnas dan telah direvitalisasi oleh Bapel BPLS dan perumahan warga yang ada di Desa Siring Timur tersebut secara total telah lenyap (totally escape).
Kondisi saat ini di Pond siring sebagaimana diperlihatkan oleh citra satelit adalah berkembangnya bubble yang sangat signifikan dalam jumlah dan intensitas semburannya.
Perkembangan signifikan, dalam rangka membentengi infrastruktur vital jalan arteri dan rel kereta api di sisi sebelah barat Desa Siring Timur telah terbangun Tanggul Siring-Ketapang yang kokoh, sebagai Tanggul Lingkar Luar.
2.       Gambar 32 dengan penampilan lebih fokus. Merupakan catatan tersendiri bahwa bubble di Pond Siring yang sejak awal kejadiannya terus diikuti perkembangannya, bermula dari sumur pemboran air (sumur pantek), seiring waktu membesar dalam intensitasnya.
Keberadaan bubble ini telah mengancam keberadaan Tanggul Siring Timur, dikombinasikan dengan dampak deformasi subsidence dan pangaliran Lupsi yang menerus ke utara dibelokkan oleh pipa gas ke barat, sebagai rasionalisasi akhirnya Tanggul Siring Timur harus ditinggalkan, dan diputuskan untuk segera dibangun Tanggul Lingkar Luar Siring-Osaka-Ketapang.

Gambar 33. Memperlihatkan Bubble dengan semburan air yang terbesar di Pabrik Es di Desa Siring Barat disertai batu-batu dan sedimen berasal dari satuan Formasi dangkal dan muda (endapan delta muda).


·        Diperlihatkan salah satu fenomena saat ini dimana bubble di Siring Barat (berlokasi di pabrik es) menyemburkan air dengan ketinggian belasan meter, namun berfluktuatif. Beberapa bubble yang sebelumnya aktif dan sangat signifikan bahkan pernah terbakar karena semburan  gas metan, telah mati (bubble di Jatirejo).
Diketemukannya fragmen kayu, pasir hitam menunjukkan sumber semburan bubble dari endapan yang dangkal (delta).
·        Sebagai catatan dalam perubahan masa Timnas ke BPLS semburan dan dampak berganda geohazard semakin meningkat. Dengan alur pikir durasi yang telah 2 tahun memberikan pembebanan Lupsi, sehingga memicu terjadinya subsidence dan penekanan aquifer dangkal menyembur sebagai bubble-bubble disertai gas metan.
Dan bubble tersebut mempunyai karakteristik dan pengendali mekanisme yang berbeda dengan semburan Lupsi, dari sumber dari formasi yang dalam (deep formation).

BAGIAN 4

Mud Volcano atau Underground Blow Out?


Gambar 34. Memperlihatkan Posisi Bab 2 yang mengangkat kontroversi pemicu Lupsi antara Mud Volcano dan underground blowout di dalam keseluruhan 7 Bab lainnya. Ditampilkan faktual bahwa penulis telah menempatkan Lupsi sebagai mud volcano, dan penulis menggambarkan bahwa Pusat Semburan Lupsi telah memasuki tahapan runtuh seketika (sudden collapse)

Pesan Moral

Antara Mud Volcano dan Underground Blow Out, dengan pesan moral dari penulis buku ‘apapun penyebab Lusi sebagai Mud Volcano atau UGBO, manusia harus terus berupaya atasi, dan harus sabar hadapi cobaan ini’
Suatu realitas yang dihadapi adalah kontroversi terjadi dalam penjelasan tentang asal mula (origin) terjadinya Lupsi antara mud volcano merupakan fenomena alam dengan underground blowout.

Gambar 35. Memperlihatkan alur pikir dan kata kunci (keyword) bagian penting dari Bab 2

Alur Pikir Mud Volcano atau Underground Blowout

·        Terjadi kontroversi dalam penjelasan tentang terjadinya Lupsi, sehingga pada perkembangan selanjutnya menjadi dasar masyarakat internasional untuk melaksanakan debat Lupsi pada forum internasional AAPG.
·        Ahli kebumian melihat Lupsi sebagai fenomena alam berhubungan dengan mud volcano dan panas bumi (geothermal). Dalam debat Lupsi sebagian kelompok ini bahkan menganut bahwa Lupsi dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta, dan tidak ada kaitannya dengan pemboran sumur BJP-1.
·        Di sisi lain ahli perminyakan sebagian besar menyebutkan Lusi sebagai semburan bawah tanah (underground blow out) terkait sumur BJP-1. Dan menyanggah bahwa Lupsi dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006, diikuti dengan pembentukan rekahan baru (new rapture) yang merupakan reaktifasi dari Patahan Watukosek yang telah ada sebelumnya, selanjutnya Lupsi ke luar ke permukaan melalui rekahan tersebut dari sumber lumpur bertekanan tinggi (overpressure mud).
·        Penulis buku menegaskan, bahwa sampai saat buku diluncurkan keberadaan (the existence) Lupsi belum dapat disimpulkan secara konklusif.
·        Fakta lapangan saat kejadian awal, semburan Lupsi terjadi berjarak 150 m sampai 200 m dari lokasi sumur BJP-1 yang sedang dilaksanakan kegiatan pemboran eksplorasi oleh Lapindo.
·        Kontroversi berdampak pada penanganan semburan Lupsi, karena harus jelas apa yang terjadi di bawah dan apa penyebabnya, untuk selanjutnya ditentukan langkah strategis dan operasionalnya.
·        Bila skenario Lupsi sebagai UDBO maka upaya penanggulangannya ke depan tidak terlalu sulit, karena hal tersebut diasumsikan umum terjadi pada kegiatan di sumur eksplorasi migas.
·        Namun bila skenario mud volcano yang terjadi, maka sampai saat ini belum diketemukan cara untuk menutup semburan mud volcano, karena ia keluar dari bidang patahan. Bila ditutup di satu titik ia bisa keluar di titik lainnya.
·        Di Azerbaijan tempat dimana ribuan mud volcano diketemukan, maka semburan mud volcano dibiarkan tumbuh secara alami (natural growth). Bahkan sebagai catatan, bahwa keberadaan mud volcano telah digunakan sebagai alat bantu yang bermakna (significant tool), untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon.
·        Para ahli kebumian yang tergabung pada Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yakin betul bahwa semburan Lupsi adalah Mud Volcano yang dapat dianalogikan pada beberapa aspek (tidak apple to apple) seperti halnya gunung api (magmatic volcano).
·        Seperti halnya disampaikan oleh Eddy Sunardi (Unpad), Mud Volcano keluar karena adanya rekahan baru atau reaktifasi struktur yang sebelumnya telah ada. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sistem Patahan Watukosek (Watukosek Fault System).
·        Parameter persyaratan keberadaan Mud Volcano yang telah ada adalah lumpur dengan tekanan berlebih (overpressure mud), diapir lumpur (mud diapir), kondisi tektonik kompresif (compressive tectonic regime) dan Patahan Watukosek.
·        Sumber panas (heat sources) diduga ada kaitannya dengan fenomena panas bumi (geothermal) atau dari lapangan gas metan (methane gas sources) yang telah ada sebelumnya.
·        Sementara itu Professor Sukendar Asikin dari ITB mengemukakan bahwa Mud Volcano dibentuk dari struktur diapirism (diapirsm structure) yang berkembang pada Formasi Kalibeng (Kalibeng Formation).
·        Ahli kebumian di BPPT menghitung bahwa volume lumpur (sebagai sumber semburan) sebesar 1,1 milyar m3, bila tingkat semburan diasumsikan sebesar 100.000 m3/hari maka perkiraan durasi semburan akan sebesar 30 tahun.
·        A. Mazzini dkk., (2007) ahli kebumian yang memimpin kubu yang menganut teori bahwa Lupsi dipicu gempa bumi telah menyebutkan adanya telah adanya kantong-kantong Mud Volcano (mud volcano pockets) di bawah bumi Porong. Atas dasar hal tersebut ia menyimpulkan mustahil untuk menghentikannya.
·        Prof. Doddy N. ahli perminyakan dari ITB menyatakan bahwa semburan Lusi saat itu sebesar 126.000 m3/hari setara dengan 800.000 barel/hari dari 900.000 barrel/hari produksi sumur minyak Indonesia. Catatan bila angka ini dikembangkan lebih lanjut dengan angka atas (upper values) yaitu sekitar 150.000 m3/hari maka semburan Lupsi akan setara lebih 1,1 juta barel/hari di atas produksi minyak Indonesia yang disebutnya dihasilkan dengan memompakan dari ribuan sumur produksi (production well).
·        Adanya kondisi temperatur yang tinggi (high temperature condition) menjadi dasar pemikiran bahwa Lupsi telah dipengaruhi oleh fenomena geothermal. Terdapat imbuhan air (recharge water), selanjutnya menyebabkan semburan tipe geyser (periode tendangan ‘kick’ diikuti masa tenang).
·        Atas dasar pemikiran tersebut maka diperkirakan bahwa Gunung Welirang, merupakan sumber magma statis dan sumber air panas (hot water sources).
·        Sebagian besar pakar perminyakan sangat yakin Lupsi sebagai UGBO. Dan hal inilah yang menurut penulis buku bahwa sejak awal semburan sebagai teori yang lebih tersosialisasikan.
Dan digunakan sebagai acuan oleh media massa, sehingga membangun opini dan bahwa seolah-olah menghakimi bahwa Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran sumur BJP-1 oleh Lapindo.

Gambar 36. Memperlihatkan kondisi nyata di lapangan di mana Lupsi yang menurut penulis buku sebagai mud volcano berada di depan dari komplek gunung volkanik (magmatic volcano) Pananggungan. Ditampilkan blok diagram dari Davies et al (2007) yang mengilustrasikan tahap perkembangan ideal dari Lupsi, oleh adanya deformasi subsidence karena pembebanan (loading), erosinya batuan sumber, runtuhnya rongga, diikuti terjadinya patahan ke bawah (normal fault). Model ini juga digunakan oleh Prof. Anwar Nasution (Kepala BPK) pada audit dan presentasi di forum internasional.

·        Dasar argumen yang digunakan untuk mengarah pemicu UDBO adalah diindikasikan terjadinya lost sirkulasi lumpur, kick, killing mud, formasi telah pecah, air dan gas mengalir ke permukaan. Selanjutnya air dan gas tadi bercampur dengan Formasi Kalibeng menjadi Lupsi.
·          Pihak yang mengandung gempa bumi berargumen Volume yang besar di atas 150.000 m3/hari sangatlah sulit untuk dapat melalui sumur dengan diameter hanya sebesar 30 cm.
·          Di pihak lain Kubu Gempa menyatakan bahwa semburan Lusi dikaitkan dengan gempa bumi Yogyakarta tanggal 27 Mei 2006.
·          Lupsi masih misteri disebabkan pemicu alami atau pemicu gempa bumi atau keduanya. Lebih jauh lagi, Mud Volcano menyembur dari dalam, dengan durasi yang panjang, melalui patahan, sehingga sampai saat ini tidak ada rekayasa untuk mengatasinya.
·          Professor Rudi Rudiandini, Ahli Perminyakan ITB menyatakan bahwa Lusi sebagai UDGO sehingga dapat dihentikan dengan Relief Well (saat buku ditulis telah dilaksanakan 2 RW).
·          Timnas telah melaksanakan Relief Well, yang sulit untuk diteruskan, selanjutnya dinyatakan gagal dengan biaya sebesar Rp. 873 milyar lebih, belum termasuk biaya energi pembangkit listrik.
·          Demikian pula telah dilaksanakan pengurangan debit semburan dengan metoda high density chained congcrete ball atau insersi bola-bola beton.

Antara Mud Volcano dan Magmatic Volcano

·          Pada gambar diperlihatkan pusat semburan dari mud volcano Lupsi, dilatarbelakangnya adalah gunung volkanik Pananggungan.
·          Citra satelit memperlihatkan tahap perkembangan Lupsi di permukaan, dengan pusat semburan merupakan bagian dari Pond Utama.
·          Sementara deformasi yaitu sag-like subsidence telah berlangsung dipicu oleh beban sedimen (sediment loading), tererosinya batuan penutup (membentuk rongga batuan sumber) Lupsi, terjadi zona deplesi, runtuhnya rongga, terjadi patahan yang turun ke dalam semburan (Davis et al., 2007).

Gambar 37. Lebih lanjut model perkembangan dari mud volcano Lupsi berdasarkan kepada Davies et al., (2007), dengan penekanan diketemukan fakta lapangan lahirnya greypons di Pond Marsinah dan belakangan di bagian selatan Pond TAS.

·               Sebagai dampak deformasi geologi, juga telah diketemukan grypons di Pond Marsinah yang mengindikasikan bahwa sistem saluran mud volcano lupsi telah mulai bercabang (Gambar 22).

Anatomi dan Pengendali Semburan

Anatomi dan Pengendali Semburan yang dikembangkan oleh para ahli kebumian sejak sebelum masa Timnas PSLS, yaitu:
·        Secara stratigrafi di bawah pusat semburan terdapat batuan-batuan yang bersifat sebagai overpressure reservoir yaitu batu gamping Kujung (Kujung Limestone).
·        Batuan sumber lumpur (lupsi), yaitu batulempung Formasi Kalibeng.
·        Batuan perangkap dangkal (shallow trap rock) yaitu batu pasir (sandstone), sehingga gas metan terperangkap dan selanjutnya berperan sebagai sumber semburan gas dangkal (bubble).
·        Struktur patahan yaitu Sistem Patahan Watukosek, diasumsikan dapat memicu proses reaktifasi struktur yang telah ada selanjutnya membentuk struktur rekahan (fracture) baru.

Gambar 38. Anatomi dan pengendali mekanisme Lupsi sebelum terjadinya Lupsi, dan dikembangkan secara intensif sejak Timnas PSLS (Sumber Dongeng Geologi http://rovicky.wordpress.com).

·        Imbuhan sumber air panas (hot water recharge) bertekanan tinggi di dalam reservoir, dari berbagai alternatif umumnya ditentukan lebih mungkin berasal dari gunung api (tidak aktif) Pananggungan. Lebih lanjut penyelidikan dari Badan Geologi, DESDM (Laporan 2007) menyebutkan bahwa sumber panas berasal dari suatu sumber magma statik (static magma).
·        Secara regional di sekitar daerah Porong sebelumnya telah berkembang fenomena diapirism, dan struktur runtuh (collapse structure) dari mud volcano yang terjadi di daerah sekitar Lupsi (sebagaimana bukti yang diperlihatkan dari penampang seismik refleksi, memotong sumur Porong-1).

Studi Kasus Mud Diapirsm dan Mud Volcano terdahulu

·           Beberapa tahun yang lalu penulis telah berkesempatan berkenalan dengan fenomena mud diapirsm dan mud volcano, khususnya yang berkembang di zona tektonik kompresif (compressive tectonic zone) baik di busur depan (fore arc) maupun di busur belakang (back arc) dari sistem Busur Sunda (Sunda Arc System) dan sistem (Banda Arc System).

Gambar 39. Peta tektonik daerah transisi Indonesia Barat dan Indonesia Timur, memperlihatkan struktur diapirism dan mud volcano yang telah diindentifikasikan selama penelitian geologi dan geofisika di daerah lepas pantai. Terutama pada zona kompresif di busur depan (fore arc region) dan busur belakang (back arc region) Busur Sunda dan Banda (Sunda and Banda Arc).


·           Peta tektonik yang diadopsi dari Koesoemadinata (2006) memperlihatkan beberapa lokasi temuan mud diapirsm dan mud volcano yang dimaksud (Gambar 39), yaitu: 1) Busur muka Sumba-Sawu (Sumba-Sawu fore arc), 2) Sumba back trust di selat Sumba, 3) Zona Sesar naik Flores (Flores Thrust Zone), dan 4) Cekungan di busur belakang Bali-Lombok (modern Bali-Lombok back arc basin), yang secara physiographic ke arah barat menerus ke lokasi Lupsi di daratan Jawa Timur.

Profil penampang pemboran


Gambar 40. Data dan Informasi sumur eksplorasi BJP-1 (sumber Mazzini dkk., 2007) dan model scenario mud volcano versus underground blowout.

·        Gambar 40 memperlihatkan parameter sumur pemboran BJP-1 terkait skenario penyebab semburan Lupsi, antara lain tekanan overpressure dan temperatur versus kedalaman Formasi Kalibeng. Sebelumnya telah ditentukan sebagai sumber lumpur (mud sources).
·        Sebelah kanannya diplot profil kedalaman versus temperatur (temperature and depth), tekanan hidrostatik air (hydrostatic pressure) dan tekanan pori versus kedalaman (hydrostatic and pore pressure versus depth).
·        Pada kartun sebelah kanan diilustrasikan 2 skenario pemicu Lupsi yang sampai saat ini masih menjadi hal kontroversi, yaitu UGBO dan mud volcano.

Data dan Informasi sumur eksplorasi, produksi dan penampang seismik.


Gambar 41. Penafsiran penampang seismik refleksi memotong Sumur Porong-1 dan sumur BJP-1, pada bagian atas ditampilkan lokasi sumur-sumur produksi dan eksplorasi yang ada di sekitar semburan Lupsi (Sumber Kusumastuti, 2002).


·        Sumur Porong-1 yang berlokasi 7 km dari sumur BJP-1 memperlihatkan keberadaan struktur patahan yang berkembang pada fenomena diapirisme dan struktur runtuh (collapse structure). Hal ini mengindikasikan bahwa daerah di bawah Porong secara regional telah dipengaruhi oleh struktur dan tektonik zona kompresif yang komplek (complex tectonic compressive zone).
·        Lokasi sumur eksplorasi BJP-1 merupakan suatu kesatuan dari sistem sumur-sumur produksi (production wells) dari lapangan gas Wunut (Wunut Gas Field). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan eksplorasi sumur BJP-1 bukan yang pertama dilakukan di daerah sekitar Porong, sehingga sudah ada informasi awal geologi bawah permukaan (subsurface geological information) yang dapat digunakan sebagai acuan.
·        Model penafsiran bawah permukaan (subsurface) berdasarkan penampang seismik refleksi (seismic reflection profiles) memperlihatkan tubuh terumbu batu gamping (reef limestone body) Formasi Kujung (Kujung Formation), sebagai target dari pemboran eksplorasi sumur BJP-1.
Formasi Kujung bersentuhan secara tidak selaras (unconformity) dengan satuan Batulempung Kalibeng (Kalibeng clay stone unit), disertai dengan indikasi adanya ‘mobile shale’.
Formasi Kalibeng selama ini telah ditetapkan sebagai sumber lumpur dari Lupsi.
·        Semburan Lupsi keluar di permukaan tidak melalui jalur lubang sumur eksplorasi (exploration drill hole), tapi dari pusat semburan (eruption centre) yang berjarak 150-200.
·        Gambar 41 menara pemboran berwarna hijau, adalah skematik upaya penanggulangan semburan dengan teknologi Relief Well yang telah diimplementasikan semasa Timnas.

Indikasi keberadaan Patahan Watukosek dan implikasinya


·        Sistem Patahan Watukosek oleh Mazzini dkk., (2007) ditentukan memainkan perang penting (play important role) sebagai salah satu pengendali mekanisme pembentukan rekahan-rekahan.
Untuk selanjutnya merupakan sarana keluarnya Lupsi dari dalam bumi (interior of the Earth) ke permukaan (surface of the Earth).
Disamping itu sistem Patahan Watukosek telah ditetapkan oleh Abidin dkk.,(2008) sebagai penyebab fenomena deformasi pengangkatan (uplift) di sebelah timur laut pusat semburan yang terjadi sekitar 3-4 bulan pasca awal semburan.
·          Gambar 42 memperlihatkan Patahan Watukosek memanjang berarah timur laut barat daya, berawal dari komplek Gunung Pananggungan di selatan, melalui lokasi Lupsi di bagian tengah. Menerus ke utara sampai di pantai Selat Madura, melewati beberapa kenampakan mud volcano Kalang Anyar, dan Gunung Anyar.

Gambar 42. Keberadaan struktur deformasi di daerah semburan Lupsi, yaitu lokasi Sistem Patahan Watukosek, penyebab bengkoknya rel kereta api, dan struktur diapirsm ditafsirkan dari penampang seismic refleksi memotong sumur BJP-1  (dikompilasi dari Mazzini dkk., 2007)

·          Penampang seismik refleksi memperlihatkan adanya indikasi struktur diapir di dekat sumur BJP-1.
·          Bengkoknya rel kereta api ditafsirkan sebagai akibat pergerakan dari Patahan Watukosek.

BAGIAN 5

Umum

·          Bagian 3 buku yang ditinjau (Basuki 2008) diberi judul Dari Teknologi Canggih hingga Upaya Spiritual, untuk mengungkapkan kembali rencana dan implementasi  terkait upaya penanggulangan semburan yang dilakukan semasa Timnas.
Dengan tujuan baik untuk menghentikan secara total semburan (total stopping eruption). Atau mengurangi debit semburan (decreasing flow rate).
Untuk itu telah dilaksanakan atau masih dalam perencanaan berbagai teknologi, mulai dari yang sederhana (memasukkan batu andesit untuk menyumbat lubang aliran Lupsi) sampai yang canggih, yaitu Relief Well.
·          Demikian pula yang tidak kalah menariknya adalah bagaimana berbagai komponen masyarakat telah berkontribusi secara spiritual untuk menjinakkan keganasan Lupsi.
Pada Perpres 14/2007, hal tersebut merupakan salah satu misi dari upaya penanggulangan semburan. Dengan makna semua upaya atau ikhtiar yang dapat dilakukan baik teknis maupun non-teknis yang didedikasikan untuk menghentikan semburan atau mengurangi kecepatan semburan (eruption flow rate).

Alur Pikir dan Kata Kunci

·          Penulis buku pada awal bab ini mempertanyakan apakah kita hanya bisa pasrah dan bertanya bahwa semburan lumpur di Sidoarjo dapat dihentikan, tanpa melakukan upaya nyata?
·          Pertanyaan tersebut selanjutnya direspon dengan pernyataan bahwa berbagai upaya yang langsung (directly dedicated) untuk menghentikan semburan (stopping eruption) dan yang bertujuan untuk mengurangi debit semburan, serta upaya yang nonteknis ‘spiritual’ telah diimplementasikan.
·          Relief Well 1-2 oleh penulis buku disebutnya sebagai senjata pamungkas. Oleh Karena itu, adalah wajar bila diharapkan dapat mengatasi semburan Lupsi.
Teknologi Relief Well 1&2 dilaksanakan berdasarkan rasionalisasi bahwa Lupsi merupakan hasil UDBO, yang keluar melalui bagian bawah sumur BJP-1.
Pada bagian ini secara jujur penulis buku menyebutkan bahwa upaya-upaya tersebut disimpulkan telah mengalami kegagalan.

Gambar 43. Memperlihatkan makna dari BAB 3 Dari Teknologi Canggih diilustrasikan dengan Relief Well dan Double Cofferdam sampai ke Spiritual.


·        Salah satu usulan (proposal) untuk memperkecil debit semburan adalah  dari Jepang. Proposal ini yang telah dibahas sampai pada tingkat Dewan Pengarah BPLS, pada pokoknya akan menerapkan double steel cofferdam (penulis sebut sebagai tong setan). Karena akan membangun suatu silinder dengan ketinggian mencapai 40 m dan diameter 120 m.
·        Namun proposal dengan menerapkan metoda ‘Tong Setan’ tersebut belum dapat diterima untuk diimplementasikan. Suatu pertimbangan untuk menolaknya adalah kekhawatiran terjadinya deformasi geologi (geologic deformation) di pusat semburan.
Dalam kaitan ini terutama terjadinya fenomena deformasi subsidence tipe runtuh seketika. Dimana pembentukannya sebagai implikasi dari proses-proses pembebanan (loading process) endapan sedimen Lupsi di permukaan, erosi batuan sumber (source rock erosion), dan terjadinya patahan ke bawah (downtrough faults).
·        Dugaan tersebut ternyata menjadi kenyataan! Karena saat ini pusat semburan telah mengalami perubahan yang dramatis (dramatically change).
Pada awal tumbuh dan berkembangnya Lupsi (Lupsi birth and development) secara keseluruhan wujud kepundan dicirikan oleh topografi tinggi (topographic height) dari suatu mud volcano.
Selanjutnya kepundan mud volcano tersebut telah berubah menjadi suatu daerah depresi (depression region) berbentuk kaldera yang luas (large caldera).

Rincian alur pikir dan kata kunci Bab 3 sebagai berikut:

·          Bab 3 oleh penulis buku diawali dengan pertanyaan apakah kita hanya bisa pasrah menghadapi dahsyatnya semburan Lusi, dan pertanyaan selanjutnya adalah apakah semburan tersebut dapat dihentikan?
·          Jawaban terhadap pertanyaan pertama adalah sampai saat buku ditulis, belum ada yang bisa menjawab dengan pasti bahwa semburan dapat dihentikan!
·          Dalam rangka upaya penanggulangan semburan Lupsi, telah diujicobakan berbagai metoda ilmiah dan mengaplikasikan teknologi dari yang sangat canggih sampai yang non ilmiah.
·          Namun sebegitu jauh upaya untuk menghentikan semburan (stopping eruption efforts) belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini bila dibandingkan dengan ekspektasi atau harapan dari masyarakat yang demikian tinggi.

Gambar 44.  Alur Pikir Bab 3 berjudul Dari Teknologi Canggih hingga Upaya Spiritual.


·          Teknologi canggih semasa Timnas PSLS yang telah diimplementasikan adalah Snubbing unit, side tracking, Relief well. Merupakan metoda dan pendekatan yang umum diterapkan pada kegiatan eksplorasi migas (oil and gas exploration activities).
·          Dalam catatan lapangan (field record) teknologi snubbing unit yang dilaksanakan tanggal 18 Juni 2006 dinyatakan tidak berhasil.
·          Demikian pula teknologi Side tracking pada tanggal 9 Agustus 2006 dinyatakan tidak berhasil.
·          Selanjutnya telah digunakan jurus pamungkas yaitu menggunakan teknologi canggih (advance technology) Relief Well 1&2.
·          Catatan lapangan bahwa pada tanggal 12 Agustus 2006 Relief Well-1 dihentikan.
·          Selanjutnya pada 26 Oktober 2006, Relief well 2 dimulai. Bukan hanya Timnas yang mengharapkan kali ini senjata pamungkas akan berhasil menghentikan segala bencana yang telah terjadi.
Tapi seluruh komponen masyarakat menanti berharap dengan penuh kecemasan, bila gagal maka pertanyaan yang timbul adalah teknologi apalagi yang lebih canggih dari senjata pamungkas tersebut?.
Hal ini antara lain karena sudah terlanjur disosialisasikan secara gencar oleh media massa baik cetak maupun elektronis, bahwa sebagai senjata pamungkas teknik Relief Well tentunya yang paling kapabel dari teknologi yang ada.
Sebagai implikasi hal tersebut, suasana kebatinan yang berkembang saat itu, perencanaan strategis penanggulangan Lupsi ditempatkan pada jangka pendek dan tidak melihat kemungkinan jangka panjang.
·          Namun realitas yang dihadapi berbeda dari harapan. Karena impian indah (sweet dreaming) bahwa semburan Lupsi dapat dihentikan dengan senjata pamungkas ternyata tidak juga menjadi kenyataan (the dream not come true). Sehingga pada tanggal 13 Desember 2006 Relief well-2 ditutup.
·          Dengan gagalnya teknologi Relief Well 1&2 yang ditentukan sebagai senjata pamungkas tersebut. Selanjutnya dicoba alternatif lainnya, yaitu insersi rangkaian bola-bola beton.
Teknologi ini merupakan inovasi putra-putra bangsa dari ITB, yang dirancang untuk memperkecil debit semburan dan bukan untuk mematikan total (total stopping).
Untuk itu pada tanggal 7 April 2007 sejumlah 398 dari 1.000 rangkaian bola-bola beton telah dapat dimasukkan ke dalam kawah.
·          Selama proses insersi dipantau keberadaan bubble baru dan lama. Karena dengan mengganggu jalan keluar Lupsi pada saluran (conduit) dikhawatirkan akan memberikan dampak pada terjadinya bubble baru.
Namun realitas yang dihadapi adalah bahwa `lternatif ke 2, yaitu teknologi insersi bola-bola beton tidak memberikan hasil sebagaimana yang banyak diekspektasikan oleh banyak pihak.
·          Penulis saat hari-hari pertama menginjakkan kakinya di Surabaya untuk misi penanggulangan Lupsi, berkesempatan mengadakan diskusi langsung dengan Tim ITB.
Pada pertemuan tersebut disarankan bahwa sebelum sisa rangkaian bola beton dimasukkan kembali, terlebih dahulu dilakukan evaluasi yang akurat terhadap beberapa parameter yaitu: 1) tekanan, 2) temperatur, dan 3) yang paling penting geometri dari saluran Lupsi yang berdasarkan perkiraan telah mengalami perubahan dan perkembangan secara cepat.
·          Rasionalisasi tersebut menjadi beralasan karena menjelang HUT yang ke 2, Lupsi telah dijuluki sebagai suatu mud volcano yang tumbuh paling cepat di dunia (the worlds fastest growing mud volcano).
Sebagai rasionalisasi penganugrahan tersebut karena Lupsi hanya memerlukan 2 tahun untuk memasuki tahap runtuh seketika dan selanjutnya membentuk suatu kaldera.
·          Disamping teknologi canggih seperti Relief Well dan insersi bola-bola beton, telah dilakukan partisipasi orang pintar dan paranormal.
·          Bahkan telah dilaksanakan suatu sayembara mematikan semburan secara nonteknis (melibatkan paranormal) dengan menyediakan hadiah sebesar Rp 80 juta.
Namun kembali realitas yang harus diterima tidak ada yang memenangkannya. Sehingga seolah-olah Lupsi terus tumbuh dan berkembang mengikuti naluri dan perangainya sendiri.
·          Usulan lainnya yang belum diputuskan antara lain dari tim Unbraw dengan teknis memasukan batu andesit (andesit rocks), merupakan batuan beku (igneous rock) hasil kegiatan magmatisme di jalur gunung api (volcanic belts).
·          Beberapa usulan lainnya yang belum bisa dilaksanakan adalah penerapan dari hukum Bernoulli, oleh Djaja Laksana.
Prinsipnya adalah menggunakan tekanan hidrostatik berlawanan (counter hydrostatic pressure), dengan meninggikan pusat semburan.
Untuk itu harus dibangun suatu bangunan berbentuk silinder yang relatif tinggi (height) dan luas (wide) sebagaimana ’Tong Setannya’ dari Jepang (Takahira).
·          Prinsip Bernoulli secara umum juga telah diadopsi untuk pengendalian semburan, dimana tanggul cincin (change dikes) yang melindungi pusat semburan (eruption centre) direncanakan akan terus ditinggikan sampai mencapai target ketinggian maksimum (maximum height) 21m.
Upaya ini diharapkan memberikan manfaat pada dua hal: 1) dapat menghasilkan counter hydrostatic pressure, sehingga flow rate semburan dapat diminimalkan, dan 2) terjadi gradien topografi (gradient topographic) yang cukup signifikan antara pusat semburan di bagian utara Pond Utama, dengan daerah penampungan sementara Lupsi sebelum dialirkan ke Kali Porong.
Yaitu dengan mengalirkan melalui Kanal Barat sampai ke Intake di bagian barat daya dari Pond Utama.
·          Jaring laba-laba (spider web technology), merupakan modifikasi dari teknik insersi bola-bola beton.
Prinsipnya membuat peralatan untuk menyumbat saluran (conduit) dengan jaring laba-laba yang akan mengembang setelah mencapai kedalaman yang diinginkan.
·          Dari upaya tersebut diatas maka penulis buku menyatakan bahwa ‘Berbagai metoda dan teknologi sudah dilakukan untuk atasi semburan, namun kenyataannya lumpur panas masih terus menyembur’.
·          Karena itu pesan moral sebagai outcome disebutkan bahwa ‘alam masih menunjukkan keperkasaannya’.
Dalam kaitan ini harus dapat diterima kenyataan bahwa upaya manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, belum dapat mengatasi kebesaran, kedahsyatan fenomena alam (natural phenomena).
Bahkan salah satu pakar kebumian dalam tulisannya untuk menyikapi dilaksanakannya metoda insersi bola-bola beton disebutnya mengibaratkan sebagai pertempuran antara David dan Goliath (David and Goliath’s War).
Merupakan suatu pertempuran yang tidak seimbang antara David sebagai upaya manusia dengan teknologinya melawan fenomena alam yang demikian dahsyat (seperti upaya akan mematikan gunung magmatic?).
·          Penulis menutup epilog, kembali dengan suatu pesan moral, sebagai cerminan kegalauan terhadap realitas ketidakberhasilan untuk menanggulangi semburan Lupsi bahwa ‘Kita sebagai manusia bisa belajar hidup berdampingan dengan fenomena alam ini, dan menyikapinya dengan lebih bijaksana’.

Anatomi dan pengendali mekanisme Lupsi

Gambar 45. Alur diagram skematik anatomi dan pengendali mekanisme semburan dan luapan serta upaya-upaya pengendaliannya (Prasetyo 2007).

·          Atas upaya penanggulangan semburan yang telah disampaikan oleh penulis buku, maka penulis merespon dengan diagram yang memperlihatkan anatomi (anatomy), pengendali mekanisme (driving force mechanism) dan upaya (effort) yang telah dilakukan selama ini (Gambar 45), sebagai berikut:

Anatomi semburan:

·          Terdiri dari beberapa aspek yang terkait langsung maupun tidak, yaitu: 1) Kedudukan geologi (geological setting) dan tektonik regional (regional tectonic), 2) ukuran reservoir (reservoir size), 3) sumber panas (thermal sources) dan overpressure lumpur (mud overpressure), 4) geometri conduit (conduit geometry), dan 5) temperatur dan tekanan (temperature and pressure).

Pengendali Mekanisme:

·          Energi pemicu awal (initial energy force), pembentukan rekahan (fractures formation), mekanisme aliran ‘jet steam/ dan erosi ‘lumpur’ (jet steam and erosional mud driving mechanism).

Kondisi di permukaan:

·          Kecepatan semburan (flow rate), tinggi kick (kick high eruption) atau tinggi gelombang (wave height), tinggi dan kepadatan asap (high and erupting smoke dense) , kompoisi air (water composition), lumpur (mud), gas (gas), mineral (mineral contents), temperatur (temperature), kandungan gas H2S dan LEL (metana), durasi semburan (eruption duration), luas genangan (area covers), tebal lumpur (thick mud)

Deformasi bawah permukaan:

·          Deplesi penutup (cover rock depletion), runtuhnya gerowongan (collapse covern) atau, sag subsidence (penurunan runtuh) sampai yang ekstrim dalam intensitas penurunan adalah runtuh seketika pusat semburan (sudden collapse eruption centre).

Parameter dari data di Pusat Semburan:

·          Kecepatan semburan (flow rate), temperatur, tekanan, durasi, rasio reservoir sumber versus debit menghasilkan lamanya durasi semburan ke depan. Durasi sampai saat ini yang dikalikan dengan parameter debit dan densitas akan menghasilkan volume total (total volume) lumpur dalam satuan jutaan ton.

Upaya penanggulangan semburan:

·          langsung menghentikan, mengurangi debit, status teknologi

Gambar 46. Inovasi pompa booster salah satu upaya BPLS untuk memompa Lupsi cair tanpa menggunakan injeksi air dalam jumlah yang signifikan. Pompa booster awalnya merupakan bagian dari kapal keruk (dredger).


·        Pompa Booster-2 merupakan salah satu inovasi dari Bapel BPLS, untuk memompa lumpur panas (hot mud) tanpa memerlukan injeksi air (water injection) dalam jumlah yang besar.
·        Pompa booster yang awalnya merupakan bagian dari sistem kapal keruk (dredging), telah diinovasikan BPLS, untuk secara langsung dapat memompa lumpur yang masih berada pada kondisi yang panas.
·        Penerapan pompa booster dimaksudkan sebagai komplemen atau pendukung (backup) dari sistem pompa-pompa utama dan dredger yang ditempatkan Lapindo di Basin 41 (utama), dan khususnya Intake (dredger).
·        Pada awal uji coba pompa booster ditempatkan di Tanggul 42, selanjutnya ditempatkan jauh ke utara mendekati sumber Lupsi di permukaan, yaitu di atas Cekungan Renokenongo, persimpangan antara Tanggul 43 dan Tanggul Renokenongo dengan pipa inlet di Kanal 43.

Gambar 46. Pembuatan Tanggul Lingkar Luar di Desa Renokenongo, untuk mencegah Lupsi tidak meluap ke timur, karena Tanggul Lingkar Dalam telah Jebol.


Namun, karena mengalami masalah dengan terlalu panjangnya pipa sampai ke outlet di Kali Porong (1,2 km), sehingga mengalami ‘blocking’, pada perkembangan terakhir pompa booster kembali ditempatkan di T 42.
·        Secara teknologi pada masa Timnas, Lupsi sebelum dipompa ke Kali Porong terlebih dahulu mengalami proses pendinginan dan pengenceran dan separasi fraksi halus dan kasar di Spillway.
Sehingga yang dipompakan ke Kali Porong telah relatif dingin dan halus, bila dibandingkan dengan pengaliran Lupsi pada masa BPLS yang langsung dari Basin-41 atau Intake-37 tanpa dilakukan separasi antara fraksi kasar dan halus.
·        Penerapan pompa-pompa khusus untuk lumpur (slurry pump) memberikan implikasi, bila Lupsi dibuang pada musim kering dimana debit air di Kali Porong minimal, maka akan terjadi sedimentasi Lupsi yang signifikan.

Gambar 47. Memperlihatkan jebolan tanggul dalam Reno (P 611) sehingga Lupsi telah menggenangi Basin Reno, yang sebelumnya diisi dengan air. Celah Reno merupakan suatu titik lemah yang berpotensi menimbulkan bencana meluapnya PAT. Karena itu BPLS berupaya sekuat tenaga sebelum musim hujan, Tanggul Baru Reno (Lingkar luar) dapat dibangun.


·        Sehingga diperlukan suatu kegiatan agitasi yang intensif, agar bila saatnya tiba, air Kali Porong telah datang dengan debit yang memadai, selanjutnya sedimen akan dierosi dan dihanyutkan ke arah hilir.
Sehingga terjadi pembersihan (wash out) sampai pada dasar sungai. Rasio keberhasilan normalisasi Kali Porong menghadapi sedimentasi yang intensif tersebut telah dilakukan pada tahun 2007.
·        Mempertimbangkan bahwa Kali Porong telah mempunyai landasan hukum antara lain Perpres 14/2007 (Pasal 15, Ayat 5) untuk digunakan sebagai media pengaliran Lupsi ke Laut dengan kekuatan energi alami yang dimilikinya.
Selanjutnya akan terjadi sedimentasi yang intensif di Kali Porong, bila pengaliran Lupsi dari Pusat Semburan melalui outlet pipa ke Kali Porong pada musim kering.
·        Maka strategi ke depan yang telah dirumuskan bahwa Lupsi akan dialirkan besar-besaran selama musim penghujan, dimana aliran Kali Porong mempunyai energi alami (natural energy) yang cukup dahsyat.
Sedangkan musim kering Lupsi akan disimpan di kolam-kolam penampungan.
Untuk itu saat ini Bapel BPLS terus berupaya agar sebelum musim penghujan, dapat dituntaskan membangun tanggul lingkar luar yang melingkupi (temu gelang) Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.

BAGIAN 6

Umum


Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan.

·               Misi utama dari penanganan luapan lumpur yang telah disemburkan dari bawah permukaan (subsurface) ke permukaan (surface) di pusat semburan adalah dengan mengendalikan Lupsi agar tidak meluas ke luar Peta Area Terdampak yang ditetapkan tanggal 22 Maret 2007 (selanjutnya disingkat dengan PAT).
·               Upaya dan langkah yang dilakukan adalah dengan mengalirkan Lusi dari pusat semburan di utara Pond utama, melalui sistem Kanal menuju Intake-37 (barat daya) atau Basin-41 (tenggara) dimana sebelum mengalami fase pembentukan kaldera tanggal 2 Juni 2008 pengaliran melalui Kanal Barat.
·               Mengangkut Lusi dari Intake dan Basin-41 ke Kali Porong dan selanjutnya diangkut secara proses alami ke laut atau tepatnya di Selat Madura (Madura Strait).

Alur Pikir dan Kata Kunci


Gambar 48.  Gambar Alur Pikir Bab 4 Manajemen Lumpur di Permukaan

·               Manajemen lumpur di permukaan pada hakekatnya adalah menangani genangan luapan lumpur di permukaan, sebagai hasil dari semburan Lupsi yang berasal dari dalam perut bumi (interior of the Earth).
·               Kondisi umum bahwa debit atau intensitas luapan lumpur dari hari ke hari terus bertambah.
Saat awal semburan dilaporkan sebesar 5000 m3/hari, pada bulan Desember 2006 dilaporkan Mazzini dkk., (2007) semburan Lupsi mencatat rekor sebesar 180.000 m3/hari.
Selanjutnya pada masa BPLS flow rate rata-rata telah mengalami penurunan, diperkirakan sekitar 100.000 m3/hari.
·               Terkait dengan pengaliran Lupsi ke Kali Porong, sejak masa Timnas sampai Sekarang (BPLS) telah menjadikan kontroversi. Pada awalnya lumpur tak boleh di buang ke Kali Porong.
Namun akhirnya dengan payung Keppres 13/2006 dan dilanjutkan dengan Perpres 14/2007 dan 48/2008 menjadi kebijakan umum bahwa Lupsi dialirkan ke Kali Porong.
Dengan penekanan sebagai suatu sarana transit dan bukan sebagai tujuan akhir (final target). Untuk selanjutnya dialirkan ke Selat Madura.
·               Penulis buku menegaskan bahwa upaya manajemen lumpur di permukaan secara menyeluruh mencakup menjaga tanggul dan mengalirkannya ke laut.
·               Untuk menggambarkan bagaimana sulitnya penanganan lumpur di permukaan ini, penulis buku mengilustrasikan bahwa baru 1 (satu) bulan Timnas bertugas sudah 2 (dua) tanggul yang jebol.
Sebagai rasionalisasi penyebab jebolnya tanggul tersebut antara lain adalah aspek non-teknis (nontechnical aspect), yaitu karena masyarakat menolak untuk membangun tanggul.
Hal ini juga terus dialami BPLS saat ini, namun sebagai pemicu adalah karena pembayaran uang muka 20% dan 80% ‘cash and carry’ oleh Lapindo kepada warga terdampak sebagaimana diarahkan oleh Perpres 14/2007 yang belum tuntas, bahkan mengalami banyak kendala dan hambatan.
Bahkan pengalaman faktual telah terjadi pada 27 Agustus 2008, karena adanya blokade total kegiatan penanggulangan Lupsi oleh warga, Tanggul 44.1 telah jebol, sehingga memerlukan waktu beberapa hari untuk menormalisasikannya.
·               Digambarkan secara faktual bahwa pada tanggal 18 November 2006 Tanggul Cincin telah jebol. Sebagai implikasi Luapan lumpur telah menggenangi jalan tol yang saat itu masih eksis di sebelah timur pusat semburan. Sehingga jalan tol terpaksa harus kembali ditutup. Sebagai implikasi telah menimbulkan kemacetan yang kronis di jalan arteri, sebelah barat Pusat Semburan.
·               Penulis buku menggambarkan bagaimana ‘ganasnya semburan’ secara kuantitatif bahwa tendangan (kick) semburan lumpur mencapai tinggi sekitar 5 m, dengan debit sebesar 150.000 m3/h. Sebagai catatan penulis membandingkan bahwa secara umum saat ini semburan telah mencerminkan pola ‘geyser’ dengan fase tenang semburan yang panjang (long phase of calm eruption).
·               Sebagai situasi yang dramatis pada tanggal 18 November 2006, Jam 20.00 WIB pipa gas milik Pertamina, telah meledak, dipicu oleh deformasi penurunan (subsidence deformation). Jebolnya tanggul cincin, meledaknya pipa gas, telah menyebabkan Peta Area Terdampak meluas ke utara (Daerah PerumTAS).
·               Payung hukum Keppres 13/2006 memberikan arah kebijakan pembuangan lumpur ke Kali Porong, yang terus dipertahankan pada Perpres 14/2007.
Sehingga payung hukum ini untuk menghilangkan keragu-raguan bagi BPLS dan Lapindo, untuk melaksanakan kebijakan pengaliran Lupsi dari Pond Utama ke Kali Porong, selanjutnya dengan proses alami diangkut ke Selat Madura.
·               Untuk implementasi pengaliran Lupsi ke Kali Porong semasa Timnas telah disiapkan 7 pompa, dengan mekanisme menggunakan spillway. Upaya membuang Lupsi ke Kali porong selanjutnya ke laut diakui oleh penulis buku tidak semudah yang dibayangkan semula.
·               Kesulitan pengaliran Lupsi antara lain pompa-pompa sering mengalami kemacetan karena lumpur padat dan panas (dense and hot) dan banyaknya mengandung sampah. Kendala lainnya dalam penanganan luapan Lupsi karena karakteristik lumpur cepat beku, ketika temperatur menurun, sehingga menyulitkan untuk dapat dialirkan.
·               Untuk menghadapi musim hujan telah dibangun spillway dengan harapan dapat meningkatkan pengaliran lupsi ke kali Porong. Dengan dibangunnya spillway diharapkan penanganan lumpur dapat diencerkan dahulu baru kemudian dipompa ke Kali Porong
·               Disamping mengalirkan Lupsi ke Kali Porong, semasa Timnas juga telah dicoba untuk membuang lumpur padu (dense or compact mud) ke Desa Ngoro menggunakan media angkutan dump truck. Namun upaya ini terhambat oleh faktor keuangan.
·               Pengaliran lupsi dari pusat semburan sampai ke tempat penampungan sementara di Pond Utama ditempuh dengan jalur melalui kanal barat (West Canal), dengan dibantu oleh peralatan backhoe (excapontoon, clamp cell, dll).
·               Suatu fakta yang diungkapkan penulis buku terhadap sulitnya mengalirkan Lupsi, adalah kecenderungan bahwa sejak Timnas telah dilakukan pengaliran lumpur ke utara.
·               Sebagai catatan sampai saat ini pengaliran Lupsi terus dilakukan Lapindo ke utara atau Pond PerumTAS, karena dua penyebab.
Sistem pengaliran Lupsi dari pusat semburan mengalami kendala alami sehubungan telah terjadinya deformasi yang signifikan yaitu sudden collapse.
Menyebabkan morfologi pusat semburan yang awalnya sebagai daerah tinggian (high), berubah menjadi daerah depresi yaitu kaldera yang luas. Sebagai akibat tidak terdapatnya gradien topografi yang signifikan.
Bahkan sistem Kanal Barat (west canal system) di Pond Utama  yang telah dikembangkan sejak Timnas, telah lumpuh.
Sehingga diganti dengan menggunakan sistem Kanal Timur (east canal system) dan akhir aliran Lupsi di dalam PAT di Basin 41.
·               Dengan berbagai kesulitan yang dihadapi, disampaikan oleh penulis buku bahwa akhirnya di penghujung masa tugas Timnas Lupsi telah dapat dialirkan ke Kali Porong, dan merupakan transisi dilanjutkan oleh Bapel BPLS.

Epilog:

·               Berbagai upaya yang dilakukan Timnas PSLS sebagaimana diuraikan di atas sudah maksimum. Namun suatu realitas yang diakui penulis buku bahwa semburan Lupsi masih belum berhasil dihentikan?
·               Semburan lumpur dari ke hari masih terus menyembur dengan intensitas yang besar.
·               Kita tak akan dapatkan apa-apa jika hanya berpangku tangan (do nothing) dalam menghadapi semburan Lusi. Sebaliknya bila kita telah berbuat sesuatu (do something), sehingga kita akan dapat pelajaran Luar Biasa.

Upaya penanggulangan Lupsi dari saat Timnas PSLS ke BPLS

Perubahan Pengaliran Lupsi dengan sistem Kanal Timur


Gambar 49. Pengaliran Lupsi dari pusat semburan ke Intake melalui jalur konvensional Kanal Barat yang telah diterapkan sejak Timnas sampai ke BPLS. Namun seiring dengan terjadinya sudden collapse 2 Juni 2008, yang penulis sebut sebagai paradigma baru sistem semburan dan luapan Lupsi, kanal barat telah tidak berfungsi (idle), dan dialihkan ke kanal timur.

·               Pada masa Timnas pengaliran Lupsi dari pusat semburan terutama menggunakan sarana kanal barat, intake ke spillway mengalami pendinginan, pengenceran dan separasi antara fraksi halus dan kasar. Selanjutnya Lupsi dipompakan ke kali porong.

Gambar 50. Kegiatan agitasi menggunakan alat berat, agar bila saatnya aliran Kali Porong sudah cukup besar, sedimen Lupsi yang telah mengendap dapat dierosi (wash out) dan dihanyutkan ke hilir.

·               Kondisi pengaliran Lupsi pada masa BPLS, status bulan Oktober 2008, situasi telah jauh berubah:
1) pusat semburan telah berubah dari sebelumnya sebuah kepundan (crater) merupakan daerah positif  menjadi suatu kaldera yang luas,
2) pengaliran melalui kanal timur (east canal),
3) penampungan Lupsi berada di tenggara Pond Utama yaitu di Basin 41, sebelumnya saat Timnas konsentrasi di Intake 37 (barat daya Pond Utama).
·               Lupsi dari intake-37 dan atau Basin-41 dipompakan langsung ke Kali Porong, tanpa terlebih dahulu melalui proses pendinginan dan pemilahan, dan outlet saat ini terutama terkonsentrasi terutama ke sisi timur jembatan tol. Sedangkan semasa Timnas PSLS di selatan rumah pompa di spillway.

Gambar 51. Catatan sketsa di sekitar Kaldera dan Overflow 44 pasca runtuh kawah bersamaan dengan Jebol tanggul T-41, selanjutnya penulis mendeklarasikan sebagai interval ke 2 terjadinya runtuh seketika pusat semburan.

·               Gambar 49 memperlihatkan kondisi kegiatan di sektor T. 47-25 (barat Tanggul Utama) sebelum Juni 2008, pengaliran Lupsi dari pusat semburan masih melalui kanal barat dengan dibantu oleh excavator long arm dan excavator-pontoon. Foto diambil dari helicopter bersamaan dengan ulang tahun Lupsi ke 2 tanggal 29 Mei 2008.
·               Namun, pada tanggal 2 Juni 2008 telah terjadi interval perulangan ke 2 runtuh seketika pusat semburan (second recurrent interval sudden collapse of eruption centre), dengan intensitas 4 m dalam satu malam sebagai implikasi terjadi perubahan yang drastis (significant change) dalam sistem semburan dan luapan lupsi (eruption and flowing mudflow system).

Perbandingan Kondisi Kali porong

·               September 2007 dilakukan agitasi di selatan spillway menggunakan kapal keruk dan excavator ponton bersamaan pembuangan Lupsi langsung dari Intake di titik 37 (barat daya Pond Utama).
·               Pada Juli 2008 saat musim panas sedimentasi di selatan spillway telah signifikan sehingga aliran tersisa sekitar 20 m di bagian selatan.
·               Lesson Learn dengan melakukan agitasi pada sedimen Lupsi di Kali Porong bersamaan dengan kekuatan aliran Kali Porong yang digelontorkan dari daerah hulu (upstream), maka pada November 2007, sedimentasi Lupsi tersebut sebagian besar telah dapat dihanyutkan ke arah muara (downstream).

Gambar 52. Citra satelit IKONOS-CRISP diambil 11 Oktober 2008, memperlihatkan tahap perkembangan Kaldera Lupsi, dimana pusat semburan atau ‘big hole’ bergeser mendekati Tanggul Cincin 44.1 (utara-timur, terjadi fenomena radial subsidence atau collapse di utara Tanggul Cincin.

Deformasi runtuh seketika di Pusat Semburan

·               Gambar 51 dan 52, Citra satelit Ikonos-CRISP memperlihatkan sketsa terjadinya sudden collapse dengan intensitas 4 m/malam pada 2 Juni 2008 yang secara drastis merubah skenario semburan dan luapan lupsi.
·               Pusat semburan yang sebelumnya telah membentuk suatu kepundan dari gunung yang merupakan daerah topografi tinggian, telah berubah menjadi daerah depresi yang luas (kaldera).
·               Pengaliran yang sebelumnya ke selatan melalui kanal barat, telah lumpuh, sehingga aliran lumpur ke Basin 41 dilakukan melalui kanal timur dengan mekanisme limpasan, sehingga kurang memberikan efek topografi gradien (gradient topographic) yang dapat menimbulkan pengaliran secara alami (natural flow).

Gambar 53. Foto-foto memperlihatkan bagaimana dahsyatnya akibat runtuhnya Tanggul Reno yang terjadi hanya dalam satu malam, sepanjang 250 meter dengan ketinggian runtuhan sekitar 2m, hal ini bisa dibandingkan dengan runtuh sekitar pusat semburan terjadi 2 Juni 2008.

Perkembangan Tanggul dan Basin Reno

·               Mengilustrasikan bahwa dalam penanggulangan Lupsi banyak hal-hal yang terjadi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya (unpredictable).
·               Dalam hal ini citra satelit memperlihatkan lokasi Tanggul Reno yang mengalami deformasi runtuh seketika tipe terban (graben-like), sehingga pada tahap perkembangan berikutnya membentuk Celah Reno (Reno Gap).
·               Penulis menyebutkan sebagai Celah Reno untuk suatu jalur sempit yang terjadi akibat runtuhnya tanggul Renokenongo (T-6), sehingga pada perkembangan selanjutnya akan menjadi sarana untuk mengalirnya Lupsi atau air secara alami dari Pond PerumTas menuju Basin Reno yang ada di belakang (sebelah timur).

Perubahan Pengaliran Lupsi dari Kanal Barat ke Kanal Timur

Gambar 54. Foto memperlihatkan sistem pengaliran dari Pusat Semburan melalui Kanal Timur menuju Basin 41. Sebagai implikasi runtuhnya Pusat Semburan dan berubah menjadi Kaldera (2 Juni 2008), mulai saat itulah pengaliran yang konvensional melalui jalur barat (Kanal Barat).


·          Gambar 54 memperlihatkan bahwa pengaliran Lupsi dari Jalur Timur mulai dari pusat semburan yang berbatasan dengan Basin 44 di timurnya, terus ke arah timur ke Tanggul 43, selanjutnya aliran berubah jurusan menjadi ke selatan.
Penulis berdasarkan pengamatan di lapangan mengidentifikasikan mulai di Tanggul 42 yang berlokasi di utara Basin 41 mulai terdapat gradien topografi yang cukup signifikan.
·          Hal menarik yang perlu mendapat perhatian bahwa dari daerah paling selatan (titik Basin 41 atau Titik 42) bila kita memandang ke utara, khususnya ke arah pusat semburan, maka yang tampak hanya asapnya saja.
Padahal sebelumnya (tahun 2007) saat BPLS mulai melaksanakan misi nasional Penanggulangan Lupsi, maka pusat semburan terlihat wujud tanggul cincin, karena saat itu merupakan suatu kepundan dari gunung lumpur.

Kenampakan Pusat Semburan pada Hut ke 2 Lupsi

Gambar 55. Pusat semburan dan sekitarnya diambil dari Helikopter, tanggal 29 Mei 2008, bersamaan dengan Hut ke 2 Lupsi.


·               Gambar 40 Foto dari helikoper 29 Mei 2008, memperlihatkan Pusat semburan dan daerah sekitarnya sebelum mengalami runtuh seketika, masih membentuk daerah positif dibandingkan dengan daerah lainnya.
·               Saat itu pusat semburan masih merupakan daerah kepundan yang relatif tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Gambar 56. Sedimen terdeformasi menyerupai prisma akrasi (accretion wedge), sebagai indikasi bahwa Pond Utama telah mengalami tekanan horizontal yang berlebih ke titik lemah di utaranya.


·               Bahkan dari strategi Penanggulangan Semburan Lupsi yang disusun Lapindo disetujui BPLS telah direncanakan Tanggul Cincin akan terus ditinggikan, hingga impiannya bisa mencapai 21 meter.
Agar tercipta adanya topografi gradient antara pusat semburan dengan intake di selatan dengan ketinggian 14m. Apa daya impian tersebut tetap sebagai impian, hal tidak terduga pusat semburan telah berkembang menjadi suatu Kaldera, yang terus mengalami runtuh seketika.
·               Dalam upaya untuk mengalirkan Lupsi terutama ke barat, atau alternatif ke utara-timur (jalur 44-41) maka pada bagian timur pusat semburan dibangun cofferdam yang menjorok cukup jauh ke selatan (Pond Utama), di dalam foto kenampakan seperti bentuk belalai.
·               Pasca keruntuhan seketika di pusat semburan 2 Juni 2008, cofferdam tersebut telah runtuh total, hal ini menyebabkan Pusat Semburan Lupsi telah mengalami penyatuan (amalgamation) dengan Basin 44 yang telah ada di sebelah timurnya. Dan selanjutnya membentuk Kaldera yang luas, seterusnya penulis menyebutnya sebagai Kaldera Lupsi.

Deformasi sebagai indikasi tekanan berlebih di utara Pond Utama

·               Gambar 56 memperlihatkan sedimen di utara Tanggul 44-43 dengan karakteristik adanya tekanan pada tanggul, hal ini yang mengendalikan beberapa kali terjadinya tanggul jebol.
·               Semburan dan luapan Lupsi terus berlangsung dengan intensitas mencapai 100.000 m3/hari, pengaliran ke selatan dan pembuangan ke laut melalui Kali Porong belum optimal, hal ini menyebabkan tempat penampungan Lupsi utama disebut Pond Utama telah semakin penuh.
·               Hal ini memberikan konsekuensi Tanggul Utama semakin tinggi, dan tekanan horizontal ke arah luar Tanggul dan vertikal ke bawah permukaan semakin meningkat.
·               Hal ini memberikan implikasi bahwa di luar dari Tanggul Utama terjadi deformasi menyerupai prisma akrasi (accretion wedge) sebagai ciri-ciri berlangsungnya suatu rezim tekanan kompresif (compressive pressure). Zona deformasi prisma akrasi juga dapat diamati dengan jelas di sisi luar dari Tanggul 25 di barat Pond Utama.
·               Keduanya mempunyai catatan sering mengalami kegagalan yaitu jebol.

BAGIAN 7

Umum


Gambar 57. Ilustrasi memperlihatkan pemanfaatan lusi ke depan, dengan fokus Lupsi dimanfaatkan untuk mandi lumpur salah satu obyek wisata.


·               Untuk pemanfaatan bagi berbagai kepentingan ke depan pada bagian awal harus diyakinkan kepada stakeholders bahwa Lupsi tidak mengandung unsur-unsur beracun.
·               Dalam Bab terkait pemanfaatan Lupsi penulis buku telah menguraikan dengan rinci posisi lumpur, yang antara lain dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk.
·               Sementara itu secara menyeluruh ke depan lumpur dapat dimanfaatkan secara berganda, yaitu: 1) ilmiah ke depan sebagai salah satu pusat studi mud volcano (mud volcano research), 2) kesehatan (health), dan 3) pariwisata (tourism).
·               Di sisi lain dengan adanya suatu karakteristik dari fenomena semburan lumpur panas yang berkelanjutan, adalah untuk dikembangkan sumber dari energi terbarukan (renewable energy) antara lain panas bumi (geothermal).

Alur Pikir dan Kata Kunci Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo

Gambar 58. Alur Pikir  dan Kata Kunci Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo

·              Pertanyaan besar yang mengemuka adalah mau diapakan lumpur yang telah mengendap dan akan menggenangi dalam jumlah yang sangat besar tersebut?
·              Penulis buku menyatakan belum terjawab kapan Lusi berhenti!
·              Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan kapan Lupsi dapat dihentikan atau tidak perlu adanya penelitian yang komprehensif.
·              Berbagai usulan pemanfaatan lumpur telah diusulkan, beberapa diantaranya telah dicoba lainnya belum.
·              Dalam kaitan ini permasalahan mendasar adalah bagaimana mengolah lumpur agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk berbagai kepentingan dalam skala ekonomi atau uji-coba.

·              Tim dari ITB telah mengusulkan metoda untuk memisahkan antara lumpur dan air, dengan penambahan larutan koagulan
·              BPPT dari hasil kajiannya menyatakan bahwa Lupsi tidak terindikasi mengandung bahan berbahaya
·              Suatu pemahaman umum mengapa Lumpur Lupsi tidak perlu dikhawatirkan keberadaannya dalam konteks kandungannya adalah karena ia mempunyai karakteristik yang identik dengan lumpur dari Selat Madura. Atau secara genetik mempunyai sejarah dengan paleo Madura Strait sediments.
·              Salah satu rekomendasi yang harus diperhatikan sebelum pemanfaatan lebih lanjut adalah, diperlukan penanganan Lupsi lebih lanjut sebelum ia dialirkan ke Kali Porong.
Hal ini menyerupai konsep penggunaan spillway sebelum dipompakan ke Kali Porong. Sedangkan pembuangan saat ini adalah langsung ke Kali Porong, dari Basin-41 atau Intake-37 tanpa melalui proses lebih dahulu.
·              Untuk itu ke depan dipandang perlu adanya suatu upaya untuk dapat memilih tersedianya teknologi versus perhatian atau keberpihakan terhadap dampak lingkungan (environmental impact).
·              Tim ITB telah mengujicobakan lumpur untuk dapat diolah menjadi mikrobeton.
·              Disimpulkan sementara bahwa pada umumnya lumpur  dari Lupsi dapat digunakan untuk menjadi berbagai material.
·              Wacana Lupsi yang buang ke sungai atau ke laut terus mengemuka. Namun sejak Timnas PSLS, dan khususnya Bapel BPLS memegang payung hukum dalam Perpres 14/2007.
·              Alternatif lainnya pengolahan  lumpur dengan remediasi.
·              Hasil kajian ITS bahwa Lusi dapat dimanfaatkan baik dalam bentuk cair maupun padat.
·              ITS telah mengujicobakan bahwa Lusi dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen
·              Dicetak jadi Batu Bata, bahan cor beton.
·              Berkaitan dengan kandungan Lusi Meneg Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Lupsi tidak bahaya untuk digunakan sebagai bahan material.
·              Untuk pemanfaatan di sektor kesehatan maka LIPI, telah melakukan penelitian kemungkinan kandungan bakteri anti kanker untuk kemungkinan bisa digunakan sebagai bahwa pembuatan obat.
·              Penulis buku juga telah menyinggung Lumpur sebagai alternatif digunakan untuk mandi lumpur agar kulit bikin mulus, jadi mengandung aspek kesehatan dan pariwisata.
·              Ujicoba nyata Lusi digunakan sebagai campuran pembuatan bata, dan genteng.
·              Rumah contoh juga telah diujicoba untuk dibangun dari bata lumpur.
·              Untuk kerajinan tangan telah dikembangkan patung dari bahan lumpur, serta alat rumah tangga lainnya.
·              Hal penting bahwa karakteristik Lumpur panas Porong tidak berbahaya dan bisa diolah menjadi bahan konstruksi bangunan.
·              Namun sebagai kesimpulan adalah realitas bahwa pemanfaatan Lusi semuanya masih berada pada skala uji-coba dan prototype dan belum dalam skala ekonomi.

BAGIAN 8

Umum


Gambar 59.  Isu Kritis Gejolak Sosial Kemasyarakatan sebagai titik awal adalah Peta Area Terdampak 22 Maret 2007 untuk penanganan masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT, dan perluasan dimensi kewilayahan memberikan implikasi semakin berakumulasinya gejolak sosial kemasyarakatan.


·        Gambar 60 memperlihatkan Peta Area Terdampak 23 Maret 2007, yang merupakan lampiran tidak terpisahkan dari Perpres 14/2007 tentang BPLS. Dimana Lapindo melaksanakan bantuan sosial (Bansos) mencakup evakuasi, jaminan hidup, kontrak rumah untuk 2 tahun.
·        Demikian pula harga lahan mencakup sawah, tanah kering dan bangunan ditentukan dengan harga khusus yang di dalamnya terkandung unsur kompensasi kebencanaan.
Harga yang diberlakukan khusus (lex specialist) tersebut pada awalnya diharapkan hanya berlaku di dalam PAT. Namun dalam perjalanan waktu, harga tersebut dijadikan posisi tawar dari warga (bargaining position) di sekitarnya.
Contoh nyata bahwa lahan yang diperlukan untuk relokasi infrastruktur yang lokasinya cukup jauh dari PAT, warga masih tetap meminta harga ‘Lapindo’.

Gambar 60. Gambar citra satelit memperlihatkan deretan bangunan pengungsi sepanjang sisi timur jalan Tol, dan terlihat T40 dan jejak bekas meluapnya Lupsi ke tenggara dan selatan.


·        Luapan Lusi yang terus berlanjut dan terkadang tidak terkendali sehingga terjadi kegagalan pengendalian tanggul (tanggul jebol), menyebabkan Lupsi menggenangi di dalam dan diluar PAT.
Pada Januari 2008 Tanggul di belakang  pabrik Osaka jebol sehingga air dengan koloid menggenangi Desa Ketapang, Jalan Raya dan Rel Kereta Api. Namun, pada peristiwa tersebut lumpur panas tidak terbawa keluar.
·        Pada bulan Februari 2008, Tanggul 40 yang berada di selatan Pond Utama, sebelah tenggara dari Basin 41 jebol, sehingga lumpur menggenangi persawahan, perumahan warga Desa Besuki. Karena Lupsi telah keluar dari PAT maka akhirnya pemerintah memutuskan untuk membebaskan tiga desa di luar dan selatan PAT yaitu Desa Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring.

Gambar 61. Situasi pengungsi warga Besuki Timur yang menempati sepanjang jalan Tol, sehingga mengganggu upaya pasokan sirtu dan pengaliran lupsi ke Kali Porong melalui pipa-pipa. Sebelumnya pengungsi menempati dua sisi jalan tol.


·        Dampak dari meluapnya Lupsi ke permukiman warga adalah menimbulkan pengungsi lingkungan (environmental refugee), yaitu di Pasar Porong Baru (pengungsi lama dari Renokenongo dan Glagaharum) dan Jalan Tol di desa Besuki, merupakan pengungsi baru dari Desa Besuki (Gambar 47).
·        Upaya penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang komplek, versus ekspektasi masyarakat yang demikian tinggi. Bahwa Lapindo dan Pemerintah dalam hal ini Timnas PSLS dan Bapel BPSL dapat segera menuntaskan masalah utama sosial kemasyarakatan yaitu penuntasan cash and carry.
·        Bila pada Timnas PSLS Peta Area Terdampak telah diaktualisasikan dari PAT 26 November 2006 menjadi PAT 23 Maret 2007. Maka pada masa Bapel BPLS seiring dengan meluasnya wilayah penanggulangan Lupsi (yang awalnya hanya di dalam PAT) maka misi penanganan masalah sosial kemasyarakatan telah meluas. Sebagai konsekuensi, maka beberapa masalah dan gejolak sosial telah dan terakumulasi, sehingga memberikan implikasi yang luas yaitu:
1.    Pembayaran tahap 20% dan 80% cash and carry oleh Lapindo: Sampai HUT ke 2 Lupsi pembayaran muka 20% cash and carry masih belum tuntas. Sampai Juli 2008 saat mulai jatuh tempo pembayaran cash and carry tahap 80%, masih terjadi ketidakpastian (dispute) terhadap warga korban di dalam PAT yang tidak memiliki surat bukti kepemilikan lahan dan bangunan (sertifikat), sehingga alternatif yang disiapkan bagi kelompok warga tersebut yaitu cash and resettlement belum sepenuhnya diterima. Sebagian warga masih tetap menghendaki skema pembayaran ‘cash and carry’;
2.    Tiga Desa di luar PAT. Sebagai implikasi jebolnya T 40 Februari 2008, maka Pemerintah telah melalui Perpres 48/2007 tentang perubahan Perpres 14/2007 telah menetapkan tiga desa di selatan dan diluar PAT untuk dibebaskan guna mengoptimalkan pengaliran Lupsi ke Kali Porong;
3.    Tanah Relokasi Infrastruktur, rencana alignment relokasi infrastruktur jalan tol, jalan nasional, jaringan pipa PDAM, dan lain-lain mengalami hambatan dan kendala terutama terkait harga lahan bangunan warga yang harus dibebaskan, dimana warga menghendaki harga yang sama dengan skema ‘cash and carry’ dimana di dalamnya terdapat komponen kompensasi akibat luapan Lusi;
4.    Kelayakan Huni 9 Desa. Sehubungan dengan terjadinya dampak berganda dari semburan lupsi, yaitu geohazard yaitu penurunan (subsidence), penaikan (uplift), bubble, rekahan, dan patahan, pencemaran lingkungan tanah, air dan udara, maka Tim Kelayakan Hunian Warga yang dibentuk oleh Pemda Jawa Timur telah menetapkan 9 desa di tiga desa diluar PAT dan PAT+3 (3 desa di selatan PAT) sebagai tidak layak huni. Namun sebegitu jauh, rencana lanjutan untuk evakuasi sebegitu jauh belum dapat dilakukan; dan
5.    Normalisasi Kali Porong-Laut. Sebagai tindak lanjut Perpres 14/2007 dan arahan Presiden serta memperhatikan Keppres 13/2006 maka Bapel BPLS mempunyai tugas yang cukup menantang yaitu sehubungan dengan penggunaan Kali Porong sebagai media antara untuk mengalirkan Lupsi ke laut (Selat Madura) maka sedimentasi Lupsi di Kali Porong telah berlangsung dengan intensif, terutama di timur Jembatan Tol. Untuk itu Bapel BPLS harus melakukan segala upaya untuk menormalisasikan Kali Porong, dari hulu (upstream) di selatan spillway sampai di muara (downstream). Untuk mencegah terjadinya banjir pada musim penghujan.

Alur Pikir dan Kata Kunci Gejolak Sosial Kemasyarakatan

·        Sejak pertama kali menyembur lumpur panas Sidoarjo telah menyedot perhatian berbagai pihak, termasuk media massa, akademisi, Pemerintah, LSM dari manca negara.
·        Timbulnya berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, khususnya terkait ‘cash and carry’ telah memicu gejolak sosial. Salah satu yang signifikan adalah aksi demo juga dilakukan warga Perum TAS hingga ke Jakarta, ratusan warga PerumTAS mendatangi Istana Presiden.
·        Untuk menghadapi gejolak sosial kemasyarakatan tersebut Timnas PSLS sudah berupaya mencarikan solusi yang terbaik bagi warga yang secara langsung terkena dampak dan terlibat dalam gejolak tersebut.
·        Namun sayang, hingga berakhirnya masa tugas Timnas, kesepakatan yang dikehendaki kedua belah pihak (Lapindo dan warga) tentang skema ‘cash and carry’ belum dapat terealisir.
·        Bapel BPLS selanjutnya yang meneruskan tugas untuk mengawasi pelaksanaan skema cash and carry tahap 20% dan 80% untuk warga di dalam PAT. Lebih jauh, Bapel BPLS mendapat perluasan misi untuk menangani masalah sosial di tiga Desa di selatan dan di luar PAT, relokasi infrastruktur di barat PAT, dan normalisasi Kali Porong, yang semuanya berpotensi menimbulkan dampak dan gejolak sosial kemasyarakatan.
·        Pemicu utama dari gejolak sosial adalah semburan Lupsi masih besar, dan terjadinya sangat dekat dengan daerah permukiman warga.

Gambar 62. Alur pikir dan Kata Kunci Gejolak Sosial kemasyarakatan (Diringkas dari Basuki 2008)

 

·        Di negara lain di dunia semburan mud volcano yang berjumlah ribuan umumnya terjadi di daerah terpencil, yang jauh dari konsentrasi pemukinan penduduk. Sehingga umumnya keberadaan mud volcano, di perlakukan sebagai suatu proses alami, seperti hanya gunung berapi.
·        Pra ledakan pipa gas dipicu oleh jebolnya Tanggul Cincin telah ada 11.000 pengungsi.
·        Dalam hal kebencanaan dan penanggulangannya, masalah utama yaitu semburan dan luapan Lupsi masih berlanjut dengan intensitas yang tinggi serta tidak ada kepastian kapan semburan berhenti. Bersamaan dengan itu masalah sosial  kemasyarakatan sekaligus harus ditangani.
·        Penulis buku menyebutkan bahwa dari keseluruhan misi Timnas PSLS maka masalah sosial kemasyarakatan yang dirasakan yang paling rumit. Hal ini terus berlanjut pada masa Bapel BPLS bahkan dengan intensitas yang meningkat, sebagai implikasi meluasnya daerah penanggulangan yang pada Timnas hanya terbatas pada PAT, namun pada masa BPLS telah merambah ke luar PAT.
·        Dipicu oleh meluapnya Lupsi dan menggenangi daerah permukiman, telah terjadi lokasi pengungsian terutama di Pasar Baru Porong (PBP) dan Balai Desa Renokenongo. Sedangkan pada masa BPLS dua lokasi pengungsian adalah PBP dan yang terbaru di jalan tol di desa Besuki Barat.
·        Besarnya santunan Jatah Hidup (Jadup) ditetapkan Rp 300.000 /orang/bln. Jatah Makan 3 X/hari per orang. Kompensasi buruh Rp 700K per bulan. Kompensasi Gagal Panen Rp 1,8 jt/ha. Uang kontrak rumah Rp 5 juta/kk/2 tahu. Biaya evakuasi Rp 500K/KK. Pada masa Bapel BPLS skema dan besaran bantuan sosial tersebut telah digunakan sebagai acuan, khususnya dalam mengimplementasikan Perpres 48/2008.
·        Meledaknya pipa gas tanggal 26 November 2006 pasca jebolnya Tanggul cincin bersamaan dengan terjadinya deformasi geologi (subsidence), sehingga lumpur telah meluber ke TAS. Sehingga PAT meluas sebagaimana ditetapkan pada PAT 22 Maret 2007.
·        Sebagai dampak dari hal tersebut sekitar 6.600 rumah terendam dan 11.000 jiwa menjadi pengungsi.
·        Agar lumpur dapat dimanfaatkan maka dilakukan pengolahan  lumpur dengan remediasi.
·        Sehubungan dengan terjadinya pengungsi lingkungan seperti diuraikan diatas, maka Timnas telah berusaha seoptimal mungkin agar korban segera mendapatkan  kompensasi (bantuan sosial dan cash and carry);
·        Gejolak Masyarakat yang terjadi terutama melibatkan warga sebagai korban dan pihak Lapindo, yang walaupun belum diputuskan sebagai pihak penyebab langsung (bersalah), namun telah dipersepsikan masyarakat yang bersalah. Dalam kondisi rawan konflik tersebut Timnas harus bertindak netral. Dalam kaitan ini Timnas PSLS berperan sebagai mediator, penengah antara tuntutan warga dengan ekspektasi yang tinggi, dengan Lapindo yang telah berkomitmen untuk memberikan bantuan sosial dan skema cash and carry di dalam PAT. Pada masa Bapel BPLS masalah penanganan sosial kemasyarakatan sebagaimana ditempatkan pada Ayat (1-4) Pasal 15 (pembagian tugas dan finansial antara Pemerintah dan Lapindo), diimplementasikan oleh Deputi Sosial, yang pada hakekatnya melakukan verifikasi implementasi cash and carry tahap 20% dan mengawasi keseluruhan pelaksanaan bansos dan cash and carry tahap pembayaran 80%. Sementara itu Bapel BPLS juga melaksanakan langsung bansos dan pembebasan lahan untuk 3 Desa diluar PAT, dengan menggunakan dasar acuan dan skema yang diterapkan pada cash and carry dengan beberapa aktualisasinya (Perpres 48/2008).
·        Terkait dengan pelaksanaan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT, penulis buku menilai bahwa Lapindo sangat kooperatif dan paham terhadap tuntutan dari masyarakat. Juga berkomitmen untuk menuntaskannya.
·        Suatu realitas yang harus dihadapi bahwa penyelesaian masalah sosial sebagai dampak luapan Lupsi tidak semudah yang diperkirakan. Berbagai aksi terus dilakukan oleh para korban. Salah satu pemicu, adalah karena sebagian kecil dari korban tidak bersedia mengikuti sistem atau tatanan yang telah disepakati bersama (mayoritas), tentang penanganan masalah sosial melalui skema bansos dan cash and carry (terutama warga di PBP yang menghendaki skema pembayaran 50% dan 50%).
·        Menyadari bahwa ada sebagian warga yang tidak mempunyai bukti kepemilikan lahan dan bangunan (dikenal dengan sertifikat) maka sebagai alternatif telah dipersiapkan skema relokasi dan ganti rugi aset.
·        Pada tanggal 4 Desember 2006, Lapindo sepakat untuk membeli aset warga di 4 Desa di dalam Peta Area Terdampak.
·        Harga yang ditetapkan selanjutnya dikenal dengan harga ‘Lapindo’ adalah untuk sawah Rp120.000/m, tanah kering Rp 1 juta/m, dan bangunan Rp 1,5 jt.
·        Harga jual beli tersebut ditetapkan untuk warga yang berada di dalam PAT 26 November 2006. Pasca jebolnya tanggul cincin, diikuti meledaknya pipa gas sehingga permukiman TAS tergenang lumpur dan menimbulkan pengungsi besar-besaran gelombang ke 2. Warga PerumTAS yang sebelumnya ditetapkan untuk mendapatkan skema resettlement, melakukan demo membesar-besarkan  menuntut sama skema cash and carry bagi warga di dalam PAT 26 November 2006.
·        Disamping itu hal yang menjadi komplek bahwa warga juga menuntut cash carry dapat dituntaskan pada satu bulan kalender.

Gambar 63. Perluasan penugasan Bapel BPLS pada masalah sosial kemasyarakatan.


Gambar 63 memperlihatkan meluasnya wilayah penanggulangan yang harus ditangani Bapel BPLS:
·        Peta Area terdampak (Perpres 14/2007). Sesuai awal penugasan Bapel BPLS melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi serta implementasi masalah sosial kemasyarakatan cash and carry yang dilaksanakan oleh Lapindo (Pasal 15 Ayat 1-4).
·        3 Desa di selatan  di luar PAT (Perpres 48/2008). Sebagai konsekuensi meluasnya PAT di selatan sehingga pemerintah menetapkan tidak desa yaitu Besuki, Pejarakan dan Kedung Cangkring untuk dibebaskan dalam rangka optimalisasi pengaliran Lupsi dari PAT ke Kali Porong.
Pada hakekatnya Perpres 48/2008 memberikan landasan hukum bagi Bapel BPLS untuk melaksanakannya penanganan masalah sosial kemasyarakatan, dengan menggunakan Perpres 14/2007sebagai acuan yang dimodifikasikan (pasal 15 ayat 1-4).
·        Relokasi infrastruktur di bagian barat PAT. Sebagai dampak infrastruktur umum mengalami rusak total (jalan tol, pipa gas, jaringan listrik) dan kerusakan parah (jalan nasional, rel kereta api, dan jaringan pipa PDAM) maka telah ditentukan alignment relokasi yang berada di sebelah barat dari PAT.
·        Evaluasi 9 RT dari 3 Desa diluar PAT sebagai dampak geohazard, yang dinilai tidak layak huni. Hasil kajian tim independen yang dibentuk Gubernur Jatim, telah ditetapkan 9 RT dari tiga desa Mini, Jatirejo dan Siring Barat tidak layak huni dan disarankan untuk dievakuasi.
Dalam perjalanannya sampai saat ini belum diimplementasikan, masih menunggu keputusan dari Pemerintah Pusat (aspek finansial dan payung hukum).
Namun hasil pemantauan menunjukkan bahwa, warga di 9 RT menuntut kesamaan perlakuan ‘apple to apple’ dengan warga di dalam PAT dan 3 desa diluar PAT yaitu dilakukan jual beli dengan skema ‘cash and carry’ yang merujuk dengan harga ‘Lapindo’.
·        Normalisasi Kali Porong. Sebagai konsekuensi payung hukum Perpres 14/2007 dan arahan khusus Presiden RI bahwa Lupsi diangkut ke laut (Selat Madura) melalui media Kali Porong, maka Bapel BPLS harus melakukan normalisasi K. Porong mulai dari daerah hulu (di selatan spillway) sampai di Muara Kali Porong.

·        Penanganan Pengungsi yang holistik. Gambar memperlihatkan sekilas kondisi pengungsi di Pasar Baru Porong, yang memicu isu sensitif keadilan dan HAM ruang penampungan, fasilitas sanitasi, makanan, kesehatan, termasuk rumah mesra.

Gambar 64. Ringkasan Kondisi dan Dinamika Penampungan Pengungsi di PBP

·        Karena sesuai dengan hakekat dan makna ‘penampungan’ maka fasilitas yang ada bersifat darurat (emergency) sehingga tidak dapat dihindari bahwa kondisi yang ada di bawah dari yang dipersyarakatkan dengan standar kondisi normal
·        KOMNAS HAM sangat peduli terhadap penanganan masalah Pengungsi, antara lain 1) fasilitas penampungan yang layak, 2) konsumsi, 3) kesehatan, 4) pendidikan, dan 5) termasuk kebutuhan psikologis dan biologis  yaitu  ‘Rumah Mesra” untuk para orang tua
·        Keberadaan pengungsi dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk kepentingan antara lain ‘politik’. Dengan adanya lokasi pengungsian yang menampung warga dalam jumlah diatas seribu, dengan waktu yang sudah lebih dari dua tahun, pada suatu lokasi yang awalnya disiapkan sebagai pasar maka tidak dapat dihindarkan terjadinya kerawanan terhadap aspek-aspek sosial dan keadilan.

Gambar 65. Dukungan dan titik krisis sarana Penampungan di Pasar Porong Baru.


·        Hal-hal ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk yang ingin memanfaatkan momentum keberadaan pengungsi tersebut untuk mendiskritkan pemerintah yang seolah-olah kurang tanggap, kurang cepat, kurang memberikan atensi.
·        Dalam perjalanannya dapat dicermati bahwa beberapa gejolak sosial antara lain Demo berlangsung atau dirancang dari tempat pengungsian di Pasar Baru Porong. Kondisi tersebut menjadikan PBP sebagai wahana atau sarana pihak-pihak tertentu, termasuk LSM dalam negeri atau luar negeri, maupun politikus untuk mengekspresikan perhatian yang populis.

Gambar 66. Adanya pengungsian sebagai dampak lupsi dalam jumlah yang besar dan telah berlangsung lebih dari dua tahun, memberikan implikasi menarik perhatian banyak kalangan. Dan digunakan untuk mengekspresikan berbagai kepentingan.


BAGIAN 9

Dampak Sosial Ekonomi

Umum


Gambar 67.  Isu kritis Dampak Sosial Ekonomi (Paparam Prasetyo 2008)

·              Luapan Lusi di dalam PAT. Semburan dan luapan Lupsi yang tidak terkendali telah menggenangi wilayah di dalam Peta Area Terdampak.
·              Luapan Lupsi ini telah merusak infrastruktur, fasilitas dan sarana umum (fasum), Lingkungan fisik dan hidup, dan bencana geologi (geohazard) antara lain  penurunan tanah dan bualan (subsidence and bubble).
·              Upaya penanganan sosial, ekonomi: Mencakup Pengendalian luapan lumpur, Relokasi Infrastruktur, ‘resettlement warga (dilaksanakan Lapindo).
·              Kerugian akibat Lumpur Sidoarjo diperkirakan Rp. 7,6 Triliun.

Pola Pikir dan Kata Kunci Dampak Sosial Ekonomi Semburan Lumpur


Gambar 68. Alur Pikir Dampak Sosial Ekonomi dan Kata Kunci (Papran Prasetyo 2008)

·              Penulis memulai bagian ini dengan pesan moral yaitu Cobaan yang diberikan Tuhan begitu menyengat kita semua.
·              Lupsi telah melibas apa saja yang dilaluinya, dan proses berjalan terus secara merambat, sehingga dari waktu ke waktu daerah yang dilibasnya semakin luas.
·              Lupsi telah menimbulkan bencana kemanusiaan dan lingkungan hidup (human and environmental disasters) telah mengganggu psikis warga, terutama yang berada di tempat pengungsian.
·              Sementara masalah sosial kemasyarakatan sebagai dampak luapan Lupsi ini telah memberikan kerugian yang besar, namun hingga saat buku ditulis belum ada kepastian bahwa semburan Lupsi dapat berhenti.
·              Berbagai upaya untuk menghentikan semburan sebagaimana disajikan pada Bab 3 antara teknologi canggih sampai spiritual telah dilakukan, namun sebegitu jauh diakui penulis buku tanpa hasil sebagaimana yang diharapkan.
·              Akhirnya realitas tersebut menuai pernyataan pesimistik dari para ahli kebumian. Penulis buku menambahkan bahwa Para ahli geologi manca negara  telah nyaris menyerah.
·              Suatu wacana yang berkembang adalah bahwa semburan Lupsi tak akan berhenti waktu singkat. Semburan dapat berlangsung puluhan tahun ke depan.
·              Tim IAGI yang menghitung volume sumber semburan lumpur (Formasi Kalibeng) vs debit semburan rata-rata sebesar 100.000 m3/hari mendapatkan skenario pesimis durasi Lupsi sebesar 31 tahun.
·              Berdasarkan hal tersebut, muncul wacana yang meresahkan masyarakat bahwa semburan dapat menenggelamkan  Sidoarjo, bahkan Surabaya.
·              Data dan informasi penurunan tanah (land subsidence) menunjukkan daerah terdampak dengan bentuk elips seluas 3,5 km dengan intensitas 2-4 cm/hari terutama di pusat semburan.
Sejak Juni 2008 Bapel BPLS mencatat terjadinya runtuh seketika pusat semburan dengan intensitas mencapai 4-6 malam satu malam.
Sebagai dampak semburan dan luapan lumpur adalah memicu terjadinya bubble-bubble yang juga merambah di luar PAT, disebabkan oleh efek pembebanan lumpur yang telah mencapai jutaan ton sehingga menekan aquifer dangkal.
Kebanyakan bubble keluar dari sumur-sumur bor air dangkal (sumur pantek).
·              Pada skenario terburuk bahwa durasi semburan mencapai 31tahun sebagaimana dihasilkan oleh Tim IAGI tersebut, maka akan terbentuk suatu kubangan raksasa (giant hole) seluas 3,5 km, dengan ke dalam 219m.
·              Luapan Lupsi tersebut menimbulkan kerugian pada daerah yang terkena dampak langsung (direct impact).
·              Kerugian yang terjadi yaitu: 1) 10.000 rumah warga, 2) sekitar 15.000 pengungsi, 3) menciptakan 2000 pengangguran baru, 4) Kerugian pipa gas meledak lebih dari Rp 214 Milyar.
·              Pada Sidang 27 September 2006 telah dihasilkan 7 (tujuh) butir keputusan terkait penanggulangan Lupsi di masa Timnas PSLS antara lain yang penting berlanjut ke Bapel BPLS:
1) Infrastruktur yang rusak cari alternatif penggantinya untuk jangka pendek, menengah dan panjang,
2) pembuangan Lupsi sebagai alternatif ke Kali Porong.
·              Berdasarkan evaluasi Timnas PSLS semburan Lupsi semakin sulit untuk dihentikan (stopping eruption).
·              Fakta aktual dari debit semburan menunjukkan kecenderungan semakin besar (dari 5000/h pada awal, rata-rata 120.000m3/h, menjadi sekitar 150.000m3/hari)
·              Lupsi berdasarkan evaluasi perkembangan saat ini tanpa memperdebatkan penyebab dan pemicunya oleh penulis buku disebutnya sebagai mud volcano, dan diperkirakan akan berhenti dalam waktu lama.
·              Berkenaan dengan kompleknya masalah sosial kemasyarakatan yang menimbulkan pengungsi dalam jumlah yang besar, maka skema relokasi (resettlement) dinilai sebagai suatu pilihan yang paling realistis.
·              Berkenaan dengan terjadinya pengungsi lingkungan tersebut maka  DPR RI menyatakan bahwa manusia harus lebih penting diprioritaskan dan jangan disengsarakan.
Hal ini memberikan sinyal bahwa strategi penanganan masalah sosial kemasyarakatan harus lebih diprioritaskan, daripada upaya penanggulangan semburan Lupsi yang belum ada kepastian bisa menghentikan Lupsi dalam jangka pendek.
·              Berkenaan dengan pengungsi tersebut pihak Komnas HAM menekankan bahwa Lapindo harus bertanggungjawab dan wajib hukumnya.
·              Desember 2006 Lapindo menyetujui pembelian aset-aset  warga dengan harga khusus dan persetujuan final resettlement
·              Keputusan Lapindo tersebut walaupun menunjukkan adanya komitmen dan konsistensi untuk menangani masalah sosial kemasyarakatan, namun masih tidak sesuai dengan harapan masyarakat secara menyeluruh.
Hal ini karena tak sesuai dengan harapan mereka yang awalnya akan dibayar dengan skema 100% (cash and carry). Kenyataannya yang ditetapkan adalah skema cash and carry plus dalam arti tahap pembayaran menjadi skema 20-80%.
·              Kerugian Ekonomi akibat Lumpur Sidoarjo diperkirakan Rp 7,6 T, yang ditanggung Lapindo Rp, 3,5 T.

Gambar 69. Foto memperlihatkan kondisi infrastruktur yang mengalami dampak:

·        Jalan raya, jembatan putul, rel kereta api tergenang, pipa gas rusak, jaringan listrik SUTTET diputuskan karena berbahaya.
·        Rencana alignment relokasi infrastruktur.
Dampak Lupsi status 2007 mencakup:
·           Rusaknya struktur, fasilitas dan prasarana, mencakup a). hilangnya kepemilikan, bangunan perumahan, pemerintah, pendidikan, agama, ekonomi. b). rusaknya jaringan tenaga listrik 70-150 KV, c). rusaknya pipa gas, d). rusaknya jalan tol, dan e) rusaknya rel kereta api.
·           Rusaknya tanaman, sumber kehidupan; a). 306,2 Ha sawah padi, dan b) 64 ha tanaman tebu.
·           Sedimentasi pada aliran K. Porong, menyebabkan resiko banjir lebih besar.
·           Kontaminasi tanah, yaitu mengurangi kesuburan tanah.
·           Kontaminasi muka air tanah di bawah dan di permukaan, menyebabkan tidak aman air minum, dampak ekosistem, perairan dan marin.
·           Penurunan tanah.
Gambar 70. Masjid di Desa Renokenongo terpaksa harus ditinggalkan warga,  sehubungan pembangunan Tanggul Renokenongo, sebagai benteng pertahanan di sektor timur laut.

·           Angka 4,5 dan 6 akan memberikan implikasi terhadap memperkecil menyangga kehidupan dan daya dukung (carrying capacity).
·           Secara keseluruhan indikator 1-6 memberikan implikasi:
·     Terganggunya aktivitas ekonomi
·     Mengurangi kapasitas ekonomi
·     Hilang ekonomi baik jangka pendek dan jangka panjang
·     Total biaya ekonomi: AS$3,46M
·     Total biaya keuangan: AS$0,52M
·     Perbedaan: AS$2,94

Gambar 71.  Memperlihatkan hubungan dampak luapan lumpur di permukaan dan dampak sosial ekonomi dari semburan lumpur ditampilkan dimodifikasi (Hardi Prasetyo) berdasarkan presentasi Prof. Anwar Nasution (2007).