LUMPUR
PANAS SIDOARJO
LUPSI
PERUBAHAN ANTAR WAKTU
Dikontribusikan:
Oleh Prof. Dr. Ir. Hardi Prasetyo
Wakil Kepala,
Bapel BPLS
Oktober 2008
Pokok-pokok
tinjauan (Review) dan pendalaman (exploring) terhadap Buku ditulis oleh Dr. Ir.
Basuki Hadimulyono MSc, selaku mantan Kepala Pelaksana Timnas PSLS berjudul LUMPUR PANAS SIDOARJO: PELAJARAN
DARI SEBUAH BENCANA,
BAGIAN 1
BENCANA LUMPUR PANAS SIDOARJO:
MISTERI DAN KEUNIKAN
Peristiwa yang
komplek penuh Misteri dan Dinamika
Menulis sebuah buku bernuansa ‘kenangan’ (memoar) dari suatu peristiwa yang
komplek (complex phenomena) dan
sebagai even yang sedang terjadi dengan penuh dinamika (dynamically event going on), bukan merupakan suatu pekerjaan yang
mudah.
Gambar 1. Antara semburan lumpur panas Sidoarjo (mud volcano) dan komplek Gunung
Pananggungan (magmatic volcano, yang masih mengandung misteri. (Foto Prasetyo 28
Oktober, 2008)
Karena antara saat peristiwa
penting terjadi dan saat buku tersebut dipublikasikan terdapat suatu tenggang
waktu (time gap). Sehingga tidak
menutup kemungkinan selama tenggang waktu tersebut, terjadi suatu perubahan
yang dramatis (dramatical changes).
Apalagi buku yang ditulis masih
mengandung suatu misteri (mystery
content), tentang apa yang sebenarnya penyebab dan pemicunya (causing and triggering) sendiri (Gambar
1). Bahkan misteri tersebut telah memicu terjadinya kontroversi akademik (scientific based controversy) diantara
para pakar di bidangnya.
Gambar 2.
Artikel ilmiah dan strategis
berjudul War-game Debat Lupsi di forum internasional AAPG di Afrika Selatan
tema Lupsi dipicu gempa atau pemboran (Prasetyo, 2008)
Pada perkembangan terkini,
dengan mempertimbangkan bahwa kontroversi terkait di negara asalnya (Indonesia)
belum juga dapat dicarikan solusinya. Maka ditempat nan jauh di negera
seberang, tepatnya di Cape Town, Afrika Selatan (Gambar 2) akan dilaksanakan
suatu debat pada forum internasional American
Association of Petroleum Geologist (AAPG). Merupakan upaya dari masyarakat
internasional (international community)
untuk mengkontribusikan sesuatu yang bermakna dalam upaya mencarikan solusi
yang lebih maju dan nyata (actual
progress and solution).
Di samping itu secara
keseluruhan (the overall) buku
tersebut mempunyai nilai (values),
yang dapat digunakan sebagai suatu alat bantu, antara lain sebagai bukti baru (new evidence or facts) untuk suatu
proses hukum (law processes) yang
sedang berlangsung saat ini di Jawa Timur. Dalam kaitan ini, makna dan pesan
yang disampaikan penulis buku trsebut, mempunyai resiko atau implikasi (risk or implication) untuk menimbulkan
suatu kontroversi yang baru.
Pada kondisi seperti diuraikan
di atas yang penuh tantangan dan dinamika (dynamic
and challenge condition) itulah Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc telah
berhasil mengemas suatu buku yang sangat apik, diberi judul SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari
Sebuah Bencana.
Buku Yang Sangat Bernilai
Dengan posisi Dr. Ir. Basuki H.
(selanjutnya disebut sebagai penulis buku) selaku mantan Ketua Pelaksana Tim
Nasional, Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut Timnas
PSLS), menjadikan buku tersebut yang ditulis dengan menggunakan data aspek
substansi yang kaya dan akurat (rich and
precesion) bersumber dari tangan pertama (first hand information sources) sebagai baseline informasi yang
sangat berguna.
Disamping itu dalam menjalankan
tugas untuk penanggulangan bencana disebabkan lahirnya mud volcano di Sidoarjo yang multi komplek. Sehingga penulis buku,
telah mengadobsi kata-kata bijak baik dari para pemikir ternama (filosof). Maupun
para pemimpin laskar (Jenderal) di medan perang.
Hal ini untuk mengekspresikan
kegundahan dan kegaluannya penulis buku terhadap kondisi dimana belum dapat
mengakhiri misi yang diembanya dengan tuntas, karena waktu juga yang
membatasinya.
Atau impian belum sepenuhnya
menjadi kenyataan atau dapat berakhir dengan bahagia (happy ending).
Pesan dari Ketua
Dewan Pengarah BPLS
Pada bagian sambutan, Bapak
Menteri Pekerjaan Umum, selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo (selanjutnya disebut BPLS), telah menyampaikan pesannya bahwa
diharapkan pengalaman dan pelajaran dari sebuah bencana semburan lumpur Sidoarjo, sebagaimana yang diungkapkan oleh
penulis buku, kiranya dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat bantu yang bernilai
(valuable tool) bagi Badan Pelaksana
(selanjutnya Bapel) guna melanjutkan misi nasional Timnas PSLS, dalam rangka
Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo (selanjutnya disebut Lupsi).
Kesempatan emas (golden opportunity)
Penulis merasa sangat beruntung
mendapatkan tugas yang tidak mudah namun menantang ini, untuk meninjau dan
menelaahnya secara komprehensif, terhadap keseluruhan isi buku tersebut.
Alasan utama mengapa merasa
beruntung? Karena dengan tugas tersebut, mengharuskan penulis untuk membaca,
mendalami, dan melakukan kajian secara komprehensif, integral dan holistik.
Hal ini merupakan suatu peluang
emas (golden upportunity), sebagai
suatu proses belajar learning process terhadap tantangan, kebijakan dan
langkah-langkah nyata yang telah ditempuh semasa Timnas PSLS.
Suatu masa sebelum BPLS
melanjutkan perannya. Dalam hal ini terkandung makna pengalaman dari Timnas PSLS
merupakan guru yang terbaik, dan patut di simak keberhasilan maupun
kegagalan-kegagalanNYA. Yang secara jujur telah diungkapkan oleh penulis buku
secara gamblang.
The Past is the key to the Present and the Future
Agar momen meninjau dan
menelaah buku ini yang pada hakekatnya merupakan suatu proses kilas balik (flash back) dapat dioptimalkan. Maka
dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan penulis buku dan panitia
peluncuran buku tersebut, selanjutnya diterapkan sutu pendekatan dan strategi (approach and strategy) yang pada
intinya akan menyandingkan kondisi yang terjadi saat Timnas berperan (The Past).
Dengan kondisi aktual saat ini (the Present) saat Bapel BPLS
melaksanakan misi nasional penanggulangan lumpur Sidoarjo. Sehingga secara berkelanjutan tercipta suatu kondisi the Past is the key to the Present and
Future, masa lalu merupakan kunci keberhasilan sekarang dan ke depan.
Drama si Lupsi
Ketika penulis membaca bagian
Pengantar dan Bab 1 Drama si Lusi, maka kesan pertama bahwa Drama
si Lusi sudah dapat meringkas kondisi fisik maupun suasana kebatinan yang
merupakan pengalaman atau hikmah dari sebuah Bencana, disebabkan oleh semburan Lumpur Panas Sidoarjo. Sehingga
penulis menyarankan kepada penulis buku bahwa bagian Drama Si Lusi dapat
disusun tersendiri, menjadi suatu buku kecil atau buku saku (pocket book).
Antara Mud Volcano dan Underground Blow Out
Saat penulis harus melakukan
suatu kajian ilmiah dan strategis sehubungan dengan akan dilaksanakan debat Lupsi
dipicu oleh gempabumi atau pemboran
forum internasional American Association Petroleum Geologists (AAPG) 28 Oktober
di Cape Town Afrika Selatan. Maka Bab 2 Antara mud volcano dan underground
blow out, memberikan bekal informasi dan knowlege terhadap kontroversi penyebab dan pemicu Lupsi.
Pada bagian awal dari bukunya
Dr. Basuki membuka pertanyaan mengapa
terjadi semburan Lupsi di Sidoarjo, bukan di Purwodadi atau Gresik? Yang
dijawabnya dengan gamblang karena di Sijoarjolah telah lahir suatu mud
volcano. Sehingga ketika memasuki Bab 2 terhadap kontroversi penyebab (causing) dan pemicu (triggering) Lupsi tersebut penulis buku
dengan dilatar belakangi sebagai pakar kebumian (the Earth Sciences), sangat cermat, mendalam dan komprehensif
ketika menguraikan skenario Lupsi sebagai proses alam (natural phenomena) berupa gunung lumpur (mud volcano).
Gambar 3.
Citra satelit digunakan sebagai
peta citra (image map) untuk menafsirkan geometri dan struktur dari Kaldera
Lupsi setelah mengalami interval sudden collapse ke 2 tanggal 2 Juni 2008
(Sumber Prasetyo 2008).
Antara teknologi canggih sampai spiritual
Ketika banyak orang
mempertanyakan mengapa Pemerintah dalam hal ini Bapel BPLS tidak segera
melakukan upaya penanggulangan semburan Lupsi? Maka pada Bab 3, Antara teknologi canggih
sampai spiritual, penulis buku telah menguraikan secara mendalam
terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan selama Timnas. Dengan penekanan kepada
teknologi canggih (advance technology)
yang disebut-sebut sebagai senjata pamungkas yaitu Relief well1&2. Diikuti
dengan metoda insersi rangkaian bola-bola beton yang, pada hakekatnya bertujuan
untuk memperkecil debit semburan (decreasing
flow rate). Walaupun akhirnya diakui keduanya gagal.
Demikian pula usulan yang
tidak/belum dapat diimplementasikan dengan teknologi double cofferdam dari Kathahira (Jepang) yang penulis sebut
‘sebagai tong’ setan, karena akan membangun suatu silinder di pusat semburan dengan
tinggi 40m dan diameter 120 m.
Saat usulan tersebut di bahas
salah satu perhatian (concern) adalah
pada potensi yang mungkin ditimbulkan oleh deformasi geologi (geohazard). Kekhawatiran tersebut
akhirnya menjadi kenyataan, karena pusat semburan (eruption centre) telah tiga kali mengalami interval (recurrent interval) runtuh seketika (sudden collapse). Sehingga saat ini
membentuk suatu morfologi kaldera yang luas(Prasetyo, Juni 2008), yang
sebelumnya berbentuk suatu kepundan (crater)
sebagai daerah topografi tinggian (topographic
high)
Hal penting yang dapat
ditangkap dan berguna sebagai suatu baselines
penanggulangan semburan Lupsi ke depan adalah, penulis buku menyatakan bahwa
teknologi tepat guna yang akan diterapkan ke depan sangat ditentukan oleh kesimpulan
dari pemicu Lupsi apakah oleh mud volcano
atau underground blowout (UGBO).
Berkenaan dengan hasil beberapa
kajian yang mempunyai kredebilitas tinggi, didasarkan pada kajian ilmiah
akhir-akhir ini umumnya menyimpulkan bahwa ‘sudah terlambat untuk menghentikan
semburan’ (Prasetyo. H., 2008 - Dokumen War-game debat Lupsi).
Pada sambutan pengantar
peluncuran buku tersebut penulis buku sebagai Geolog (Ahli Geologi) manyatakan
bahwa ‘semburan Lupsi sudah demikian besar, sehingga tidak yakin bila seburan
Lupsi dapat dihentikan, sehingga akan berlangsung lama’.
Sebagai konsekuensi ‘bila
masih ada orang yang tidak sepakat untuk mengalirkannya ke laut melalui Kali
Porong, maka pertanyaan apakah pihak tersebut bisa mencarikan solusi terhadap
fakta bahwa kita dihadapkan pada realitas semburan sebesar 100.000 m3/hari
lumpur panas, yang mau dikemanakan”?. Disimpan selamanya pada kolam
penampungan lumpur yang telah ada selama ini atau yang akan dibangun kemudian,
adalah suatu yang tidak mungkin!.
Manajemen Lupsi di Permukaan
Gambar 4.
Wakapolres Sidoarjo dan Waka Bapel
BPLS besalaman setelah buldozer pertama berhasil menembus bagian ujung Tanggul
Reno yang telah menanti lebih 1 tahun untuk dibangun sebagai Tanggul Lingkar
Luar (outer ring dikes). Hal ini karena mendapatkan penolakan dari warga,
dikaitkan dengan penuntasan skema cash and carry (Prasetyo 2008).
Ketika Bapel BPLS dihadapkan
pada ancaman berpotensinya meluas peta area terdampak 22 Maret 2007
(selanjutnya disebut PAT). Karena disatu sisi, sejak 2 Juni 2008 telah
terjadinya perubahan drastis (dramatical
changes) di pusat semburan, yang saat ini telah membentuk suatu kaldera
yang luas (a large caldera). Sehingga
memberikan implikasi semakin sulitnya upaya pengaliran Lupsi ke selatan ke Kali
Porong.
Disisi lain tanggul lingkar
luar sebagai benteng terakhir bila terjadi kegagalan dalam pengendalian Lupsi
di pusat Semburan, setelah menunggu lebih dari satu tahun belum dapat
dilaksanakan (Gambar 4). Karena mendapatkan penolakan dari warga dikaitkan
dengan belum tuntasnya cash and carry
oleh Lapindo. Demikian pula pengangkutan Lusi dari Kali Porong ke laut, masih
dihadapkan banyak masalah teknis dan nonteknis.
Gambar 5.
Pengerukan dan reklamasi di Muara
Kali Porong bukan lagi sebagai impian. Gambar memperlihatkan pengisian daratan
baru (reklamasi) dari bagian seluas 26 hektar yang direncanakan, sebagai salah
satu subsistem misi normalisasi Kali Porong (Sumber Prasetyo 2008).
Bab 4 dari buku berjudul
Manajemen Lumpur di permukaan, banyak mengungkapkan rasionalisasi
pemilihan rancang bangun, dan teknologi, disertai dengan evaluasi keberhasilan
penanganan luapan Lupsi di permukaan.
Pada era Timnas telah dilakukan
rintisan dan inovasi: 1) mulai digulirkan keputusan membuang lusi ke Kali
Porong, 2) membuat kanal dari pusat semburan ke intake, dan 3) memompa lupsi panas dengan terlebih dahulu
diencerkan dan didinginkan di spillway, dan
4) inovasi pengaliran lusi ke laut melalui pipa, walaupun akhirnya tidak
berjalan sesuai yang diharapkan.
Nilai ekonomi lumpur Sidoarjo
Permasalahan yang demikan
dahsyat yang dihadapi BPLS sejak hari pertama mengijakkan kakinya di bumi
Porong, berfokus pada empat misi yaitu semburan, luapan, sosial kemasyaratan,
dan infrastrukur. Secara menyeluruh dimensi kewilayahan dan otoritas peran dan
tanggung jawab yang melekatnya dari hari ke hari semakin meluas. Sehingga sejak
tahun 2007 ketika Bapel BPLS belum sempat menangani aspek pemanfaatan Lupsi
menjadi usaha-usaha ekonomi.
Dengan dilatarbelakangi hal
tersebut di atas pada Bab 5 dengan judul
Nilai ekonomi lumpur sidoarjo, sangat membantu BPLS sebagai rekaman
hasil uji-coba (experiment records),
terhadap pemanfatan Lupsi untuk berbagai kemungkinan.
Salah satu tahapan yang telah
ditempuh dan mempunyai arti strategis adalah semakin diyakini bahwa lumpur
panas Sidoarjo dalam batas-batas tertentu tidak mengandung unsur-unsur beracun
yang membahayakan jiwa amanusia atau lingkungan hidup.
Gejolak Sosial
Sejak BPLS melaksanakan misi
nasional penanggulangan Lupsi, maka dari waktu ke waktu permasalahan sosial
kemasyarakatan semakin meningkat dan terjadi akumulasi (accumulation of social soceity problems). Sehingga sampai pada
suatu titik kritis, yaitu masalah sosial kemasyarakatan telah menghambat
pelaksanan tugas lapangan terkait penanggulangan semburan dan penanganan luapan
Lupsi.
Pada Bab 6 Gejolak Sosial, sangat membantu memahami latar belakang
ditempuhnya skema jual beli lahan dan bangunan warga dengan harga khusus (cash and carry skema tahapan 20% dan
80%) dan tahapan tersebut diawali dengan proses bantuan sosial (Bansos) yang
merupakan suatu kesatuan utuh, meliputi evakuasi, jaminan hidup, dan kontrak
selama 2 tahun.
Gambar 6: Skema diagram dari Perpres 48/2008 tentang perubahan Peraturan Presiden
No. 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (sumber Prasetyo
2008).
Bab tersebut menjelaskan
mengapa skema cash and carry ditempuh
tapi gagal mendapatkan kesepakatan untuk pembayaran 100% sekaligus, selanjutnya
disepakati skema pembayaran 20:80%. Termasuk di dalamnya tahapan penentuan peta
area terdampak (PAT) yang diawali 26 November 2006, selanjutnya pasca
tergenangnya PerumTAS ditentukan Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Juga memberikan gambaran
terhadap latar belakang apa sehingga diputuskan terhadap apa yang saat ini
terkenal sebagai ‘Harga Lapindo’ dengan angka (120 Ribu, 1juta, dan 1,5 juta),
masing-masing per meter perseginya untuk sawah, tanah kering dan bangungan. Harga
Lapindo tersebut selanjutnya menghebohkan kerena awalnya mengandung
komponen kompensasi yang khusus dirancang dan diberlakukan di dalam PAT. Namun
pada perkembangan terkini, seolah-olah Harga Lapindo telah menjadi acuan
untuk diberlakukan di sekitar daerah terdampak.
Bapel BPLS mangadopsi secara
umum skema jual beli lahan dan bangunan warga oleh Lapindo yang dipayungi oleh
Pasal 15 (Ayat 1-4) Perpres 14/2007 dan selanjutnya dilakukan perubahan
seperlunya dalam Perpres 48/2008 (Gambar 6), sebagai payung hukum untuk
pelaksanaan pembebasan 3 Desa di luar PAT pasca jebolnya Tanggul 40 pada
Februari 2008.
Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo
Gambar 7. Memperlihatkan penataan di pintu masuk (sektor Siring)
wilayah pengendalian semburan dan luapan Lupsi, untuk merubah persepsi dan
citra bahwa PAT sebagai suatu daerah yang membahayakan, menakutkan menjadi
suatu cagar fenomena alam yang penuh pesona bagi pengunjungnya (Foto Prasetyo, Oktober
2008).
Semburan dan luapan lusi telah
menimbulkan bencana yang merusak tatanan terhadap sendi-sendi kehidupan
masyarakat di sekitarnya, termasuk aset dan roda perekonomian mencakup: lahan
dan bangunan, pencemaran lahan, kerugian langsung sektor pertanian, perkebunan,
perikanan, industri, infrastruktur umum.
Pada bab 7
Nilai ekonomi lumpur sidoarjo diuraikan termasuk secara
kuantitatif dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh semburan dan luapan lusi.
Bagian ini sangat penting ketika BPLS mendapat tugas untuk membangun kembali
beberapa infrastruktur, yang telah mengalami kerusakan sejak awal terjadinya
semburan Lupsi.
Jujur dalam menilai keberhasilan dan kegagalan
Terhadap evaluasi dari misi
yang diamatkan kepada Timnas, penulis buku sangat jujur dan rasional khususnya
pada upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi, untuk menilai mana yang
secara teknis tidak berhasil, mana yang berhasil. Walaupun upaya yang dilakukan
telah optimal.
Sehingga sesuai dari judul
penulis buku menggaris bawahi bahwa sebagai keluaran (output dan outcome) dari
buku ini adalah suatu Pelajaran Berharga terhadap Pentingnya
pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan
keputusan dan kebijakan yang sudah diambil.
Kelanjutan Perenungan, Semburan Lupsi sudah sulit dihentikan
Pada pengantar pembahasan dan
pembedahan buku, Dr. Basuki menyatakan bahwa saat ini semburan Lupsi sudah
demikian besar (Gambar 8), sehingga tidak yakin bahwa semburan mud volcano
Lupsi untuk dapat dihentikan. Catatan pada ulang tahunnya ke 2, Lupsi telah
dianugrahi julukan atau predikat oleh pakar kebumian manca negara sebagai suatu
mud volcano yang penuh misteri dan tercepat tumbuhnya di seluruh dunia (the World’s fastest growing mud volcano).
Sejalan dengan hal tersebut
pada pesan-pesan yang tersirat pada prolog terutama bab 2, 3, dan 4, maka BPLS
yang meneruskan misi yang diembannya diharapkan dapat sabar dan
terus tegar mengahadapi tantangan-tantangan yang terkadang tidak dapat diduga
sebelumnya.
Kami sebagai sebagai salah satu
unsur ‘pelaksana penerus’ atau ‘generasi penerus’ akan selalu berupaya untuk
meneruskan segala sasaran strategis yang belum dapat dicapai, dan tentunya akan
menggunakan pengalaman yang penuh tantangan menghadapi misi kebencanaan yang
unik dan khusus Lumpur Panas Sidoarajo. Yang belum ada duanya di dunia ini,
untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas-tugas saat ini dan ke depan.
Estafet Pengemban Misi Penanggulangan Lupsi
Gambar 9.
Pola pikir yang dikembangkan,
Peningkatan Penyelamatan Penduduk, Penanganan masalah sosial dan infrastruktur
di daerah BENCANA Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007).
Mengenang Para Pahlawan Sidoarjo.
BPLS sebagai penerus Timnas
juga berupaya untuk terus mengenang 14 (empat belas) Pahlawan Lumpur Panas
Sidoarjo yang telah mengorbankan jiwa dan raganya dalam melaksanakan tugas nasional
yang mulia pada masa Timnas PSLS. Sebagaimana diuraikan pada Bab 7 dari buku
berjudul Mengenang
Para Pahlawan Sidoarjo.
Bab ini juga memberikan
kesadaran kepada kita bahwa Lupsi bukan saja mengancam warga di sekitarnya,
tapi khususnya bagi seluruh jajaran pelaksana di lapangan (BPLS, Lapindo/MLJ,
Kontraktor, Keamanan). Sehingga harus senantiasa ditingkatkan kewaspadaan Safety-Health-Environment dalam
menjalankan operasi lapangan hari demi hari (day
by day operation).
Gambar
10. Judul cover depan tulisan untuk memberikan
apresiasi kepada para pahlawan Lupsi (Prasetyo 2008).
Mekanisme Peninjauan
dan Pendalaman Buku
Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu (Gambar 11) disusun kembali berdasarkan baselines
presentasi format paparan (Power Point)
penulis pada acara Peluncuran dan Bedah Buku tersebut. Dengan melakukan
penekanan dan aktualisasi di sana-sini, dengan mengikuti tata urut sebagaimana
dalam buku terkait (Gambar 12)
Penulisan dokumen Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu pada
hakekatnya merupakan suatu perwujudan terhadap adanya konsistensi dan komitmen Pemerintah untuk lebih meningkatkan
Penanggulangan terhadap BENCANA Lupsi yang telah berlangsung dengan
durasi bulan ke 30. Dalam kaitan ini diharapkan antara institusi pendahulu (pionir institution) yaitu Timnas PSLS
dengan institusi penerus yaitu Bapel BPLS terdapat suatu keselarasan (conformity) dalam arah dan kebijakan
nasional (direction and national policy).
Gambar 11. Analisis Tata Urut dan Kata Kunci, kotak kuning adalah
BAB dan angka putih dalam kotak merah jumlah halaman. Penulis menyarankan agar
Bab 6 didahulukan dan Bab 5 menjadi Bab terakhir (Prasetyo 2008, Paparan Bedah
Buku Semburan Lumpur Sidoarjo).
Perbedaan yang berkembanga satu terhadap lainnya adalah adanya perubahan
(changes) terhadap lingkungan
strategis (strategic environmental). Sehingga
menuntut adanya aktualisasi (actualization)
dari visi (vision), misi (mission) dan sasaran strategis dan
operasional (strategic and operational
target).
Untuk itu diperlukan suatu instrumen kelembagaan (institutional instrument) Bapel BPLS yang harus dapat berpikir dan
bertindak (think and action) yang
cepat (fast), tepat (accurate) dan bijak (wisdom) dalam merespon perubahan yang
sering tidak terduga (unpredictable
change), dari suatu BENCANA yang penyebabnya sendiri masih menjadi Misteri (mystery disastrous) dan perkembangan
dampak sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan keamanan/ketertiban sudah demikian
komplek.
Hormat kami
Hardi Prasetyo
Peninjau dan Pembahas buku Lumpur
Panas Sidoarjo: Pengalaman dari Sebuah Bencana (Basuki
H., 2008)
Penulis saat
memberikan penjelasan kepada Dutabesar Kerajaan Inggris saat mengunjungi Lupsi.
Latar belakang adalah puing-puing berserakan di PerumTAS, sebagai sinyal betapa
dahsyatnya dampak dari semburan Lumpur Panas Sidoarjo terhadap sendi-sendi
kehidupan masyarakat di sekitarnya.
BAGIAN 2
ESTAFET DARI TIMNAS KE BAPEL BPLS
Gambar 12.
Sampul depan mengandung makna
transisi antar waktu dari Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas
PSLS) ke Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo ( BPLS).
Judul Buku
Pokok-pokok peninjauan dan penelaahan buku berjudul SEMBURAN
LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari sebuah bencana, penulis buku Dr.
Ir. Basuki Hadimuljono MSc. Selaku Mantan Ketua Pelaksana, Tim Nasional
Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (Timnas PSLS), diselenggarakan 17 Juli
2008, bertempat di Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
Merajut Masa lalu
(Past) Sekarang (Present) dan Ke depan (Future)
Sampul buku yang menjadi materi bahasan atau bedahan
SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari sebuah bencana,
merupakan rekaman kondisi masa lalu (the
Past condition), pada kurun awal semburan sampai akhir masa bakti Timnas
PSLS. Selanjutnya disandingkan dengan kondisi saat ini (the Present condition), masa bakti Badan Pelaksana, BPLS sehingga
terjalin suatu rangkaian ‘The Past is the Key to Present and Future’ (Masa Lalu sebagai Kunci Sekarang dan Ke Depan).
Makna dari Kondisi
emergency, tantangan dan optimisme
Gambar (sebagai inset) Kondisi
emergency tantangan dan Optimisme, merupakan kumpulan momen-momen
kedaruratan yang dihadapi penulis (sebagai bagian Bapel BPLS), terkait dengan
masalah teknis operasional (misalnya tanggul jebol). Maupun terjadinya gejolak
sosial kemasyarakatan dengan bervariasi tuntutan.
Gejolak sosial yang
terjadi umumnya dilakukan dengan demo oleh kelompok warga tertentu, sampai pada
skenario terburuk blokade total (total
blockade) yang melumpuhkan operasi
lapangan. Sehingga akhirnya tanggul cincin Jebol.
Kondisi Saat Ini
Kondisi aktual saat ini
(status Juli 2008) digambarkan dengan:
(1) Pusat semburan (eruption
centre), telah mengalami fase runtuh seketika (sudden collapse);
(2) Pengaliran Lupsi ke selatan (intake) melalui
Kanal Barat (West Canal) di Pond
Utama (main pond) sebagaimana terlihat pada foto (diambil 29 Mei 2008),
selanjutnya 2 Juni 2008 kondisi telah berubah drastis sehingga sistem Kanal
Barat telah lumpuh; dan
(3) Kali Porong di selatan spill way telah
mengalami sedimentasi Lupsi yang sangat signifikan.
Pokok-pokok bahasan
Gambar 14. Pokok-pokok bahasan disajikan pada acara Peluncuran dan Penelaahan Buku. Bagian dari materi Paparan saat
Peluncuran dan Bedah Buku terkait (Prasetyo 2008)
Tata urut atau pokok-pokok
bahasan buku ini, yaitu:
1) Apresiasi kepada penulis buku dan seluruh jajaran
Timnas PSLS atas dedikasi, kerja keras,
dan hasil yang telah dikontribusikan pada Penanggulangan Lupsi selama kurun
waktu 7 bulan (2006-2007). Dan penulis mengucapkan Selamat kepada penulis buku
atas keberhasilan dalam menyusun buku tersebut, yang berdasarkan beberapa
kriteria telah
kami nilai sebagai buku yang sangat baik!.
2) Analisis kata kunci, beberapa isu aktual dan kritis
terkandung dari kata kunci judul buku.
3) Metoda yang digunakan dalam melakukan peninjauan dan
penelaahan buku, yaitu dengan pendekatan komprehensif, integral dan holistik.
4) Sebagai Outcome penting
dari buku adalah ‘Pelajaran sebuah Bencana’.
5) Alur dan Pola Pikir, dari buku disandingkan dengan
Pola Pikir Kebencanaan Lupsi yang dikembangkan Bapel BPLS
6) Hal-hal penting untuk dicermati dari BAB 1-7,
merupakan bagian terpenting untuk menyelaraskan dan menyandingkan kondisi masa
lalu semasa Timnas PSLS dengan kondisi saat ini pada masa BPLS.
Indikator dan Hasil Penilaian Buku
Gambar 15. Apresiasi
Pada Penulis Buku dan kriteria penilaian buku secara semi kuantitatif.
Apresiasi dan hasil penilaian
Penulis selaku peninjau
dan pembahas buku mengucapkan Selamat dan memberikan Apresiasi
yang sebesar-besarnya khususnya kepada Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc selaku
penulis buku.
Maupun umumnya kepada
seluruh jajaran Timnas PSLS, atas pengabdian dan dedikasi yang telah dicurahkan
selama 7 (tujuh) bulan masa bakti Timnas PSLS. Dalam melaksanakan misi nasional
pada BENCANA
Lumpur Panas Sidoarjo.
Selanjutnya penulis
menyimpulkan bahwa berdasarkan penilaian berdasarkan beberapa kriteria,
selanjutnya buku SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARAJO, dinilai sangat baik.
Penilaian umum berdasarkan Indikator
Indikator yang digunakan
untuk melakukan penilaian buku tersebut yaitu:
1) Keamanan
terhadap isu kritis, yaitu
bagaimana penulis buku dapat mengemas bagian-bagian isu kritis, sehingga tidak
menimbulkan respon gejolak atau menambah kontroversi baru.
2) Pesan, apakah pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada
pembacanya dapat diekspresikan dengan baik dan elegan?
3) Format, bagaimana alur dan pola pikir dan penulisan dapat
memenuhi sasaran pembaca (audience
target)?
4) Bahasa, bagaimana bahasa yang digunakan agar sasaran No. 3
tersebut optimal. Dalam kaitan ini penulis mencermati bahwa penulis buku banyak
melakukan ‘akrobat’ kata-kata, untuk mendramatisasi kondisi yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Khususnya untuk mengekspresikan suatu kegagalan
manusia dalam upaya menanggulangi fenomena alam.
5) Tata
letak (style) yaitu
penempatan data kuantitatif, ilustrasi foto-foto yang sangat kaya dan apik.
6) Kesalahan, kesalahan-kesalahan minor pada ejaan, data dan
informasi. Dengan pembacaan secara cermat telah diidentifikasikan beberapa
kesalahan tersebut bersifat minor, selanjutnya disampaikan kepada penyusun buku
untuk penyempurnaan ke depan. Seandainya akan dilakukan penulisan buku Edisi-2.
Lingkungan Strategis yang sensitif
Buku ini ditulis di tengah
kondisi lingkungan strategis (Lingstra) yang sangat dinamis dan sensitif. Hal
ini digambarkan bahwa sampai saat ini beberapa pihak masih melakukan suatu
pengembangan wacana terhadap isu aktual dan kritis terkait Lupsi untuk berbagai
tujuan.
Sehingga secara langsung
atau tidak, buku ini yang mempunyai kredibilitas, dan akuntabilitas yang tinggi
dari penulisnya. Selaku mantan Ketua Pelaksana Timnas PSLS.
Karena itu adalah sangat
rasional bila luaran (output) dan outcome dari buku tersebut akan
digunakan sebagai acuan atau referensi.
Beberapa pihak yang
terindikasikan sangat mempunyai kepentingan (concern) pada buku ini, yaitu:
1) Kelompok yang terlibat pada kontroversi Lusi sebagai mud volcano dipicu gempa bumi atau man made mud volcano disebabkan oleh underground blowout (UGBO).
2) Penegak hukum antara lain Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim, dimana proses hukum terkait kasus semburan
Lumpur Sidoarjo masih berlangsung sampai saat ini pada tahapan penyelidikan dan
penyidikan. Belum sampai memasuki babakan proses pengadilan.
3) Tim Pengawas BPLS DPR-RI dan Komnas HAM yang dalam
kegiatannya juga memasukkan aspek penelusuran penyebab dan pemicu Lupsi dan
penanganan Pemerintah terhadap BENCANA yang dilakukan selama ini.
4) Institusi Badan Pemberantas Korupsi (BPK), termasuk
Kepala BPK Prof. Dr. Anwar Nasution yang telah demikian antusias melakukan
audit dan secara langsung menyajikan sosialisasi Lupsi pada masyarakat
internasional. Salah satu ringkasan dampak ekonomi digunakan pada bagian akhir
dari dokumen ini.
5) Media massa baik elektronis maupun cetak di dalam
maupun di luar negeri yang secara berkelanjutan tetap ‘haus’ terhadap
pemberitaan Lupsi. Dengan daya tariknya sebagai magnit yang kuat karena penuh
dengan misteri dan kontroversi, penuh diwarnai gejolak sosial kemasyarakatan,
serta masih terjadinya pengungsi lingkungan.
6) Tidak kalah pentingnya adalah Bapel BPLS sendiri,
Lapindo, dan Masyarakat yang terkena dampak langsung atau tidak.
Analisis Kata Kunci
Penelahaan
Kata Kunci
SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO, digambarkan sebagai suatu fenomena alam (natural phenomena) yang oleh penulis
disebut sebagai ‘Lahirnya Mud Volcano’ suatu pengendali mekanisme (driving
force mechanism).
Di dalamnya terkandung
kontroversi penyebabnya (causing) dan pemicu (triggering), upaya
penanggulangan semburannya baik dengan teknologi maju maupun spiritual, serta
manajemen luapan lumpur di permukaan.
Gambar 16. Penelahaan
Kata Kunci terdiri dari pengendali mekanisme dan dampak yang ditimbulkannya.
PELAJARAN DARI SEBUAH BENCANA: bahwa dampak dari semburan lumpur panas Sidoarjo
telah menimbulkan masalah sosial kemasyarakatan dan rusaknya infrastruktur
vital, sehingga dalam menanggulanginya penuh dengan dinamika dan rasio
kesulitan teknis maupun nonteknis.
Sebagai outcome dari
kedua kata kunci tersebut, penulis buku menegaskan salah satu pengalaman yang
paling bermakna adalah ‘Pentingnya pengambilan
keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan keputusan dari
kebijakan yang sudah diambil’.
Respon Pesan
Moral Kebencanaan
Gambar 17. Pesan Moral Kebencanaan, sebagai respon outcome dari penulis buku
disarikan dari Laporan Fact Finding Lupsi (Prasetyo 2006)
Sebagai respon dari hal
tersebut penulis menyajikan ilustrasi yang menggambarkan dahsyatnya bencana dan
pesan moral pada pengungsi lingkungan (environmental refugee), yaitu:
Saksi mata dahsyatnya awal semburan
Pada akhir Juni 2006 (satu
bulan setelah Lupsi dilahirkan), penulis telah mendapat kesempatan untuk
melihat secara langsung dahsyatnya semburan Lupsi, di pusat semburan (Gambar
17).
Dimana saat itu ketinggian
tanggul cincin (chain dikes) masih 1
meter. Sebagai perbandingan dengan kondisi sekarang yang sudah mencapai 14
meter.
Pada rancangan awal
Tanggul Cincin dirancang untuk terus ditinggikan mencapai 21 m.
Namun suatu realitas bahwa
seiring perkembangan Lupsi yang sangat cepat (fast growing), maka pusat semburan telah mengalami sudden collapse dan saat ini membentuk
suatu kaldera yang luas.
Berempati dengan korban di pengungsian
Pada kunjungan pencarian fakta (fact finding) tersebut, penulis berkesempatan berempati dengan
pengungsi yang saat itu ditempatkan di Kantor Desa Renokenongo, disamping yang utama di Pasar Baru Porong.
Pesan Moral Kebencanaan
Pesan moral yang
disampaikan yang maknanya telah penulis gunakan beberapa tahun belakangan ini
terkait dengan sosialisasi kebijakan publik yang memberikan implikasi luas
terhadap perikehidupan sosial ekonomi masyarakat adalah:
‘Tidak ada satu Pemerintah Di manapun dan
Kapanpun yang rela dan tega untuk menyengsarakan Rakyatnya sendiri’.
Namun, disadari Pemerintah
walaupun sudah berupaya maksimal untuk menangani suatu Bencana, namun masih
terdapat kekurangan di sana-sini.
Metoda dan Pendekatan Penelaahan Buku
Mencermati secara mendalam bahwa buku ini memiliki multi dimensi
aspek, yang terkait langsung atau tidak terhadap BENCANA Lupsi. Di dalamnya
terkandung upaya atau ikhtiar Manusia yang berhadapan langsung dengan
kekuatan Alam (Human versus Nature).
Untuk itu telah digunakan
suatu metoda dan pendekatan (method and
approach) Komprehensif, Integral,
dan Holistik yang diadobsi dari LEMHANNAS untuk isu aktual/kritis
berdimensi strategis.
Menyandingkan Kondisi saat Timnas PSLS dengan BAPEL
BPLS
Agar tinjauan dan
penelaahan buku ini dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya
bagi kita semua (berorientasi ke depan),
maka kondisi yang terjadi pada kurun waktu Timnas PSLS sebagaimana yang
tersurat pada BUKU SEMBURAN LUMPUR PANAS
SIDOARJO, disandingkan (coupling) dengan
kondisi aktual saat ini masa BPLS. Sehingga tergambar suatu rangkaian kondisi
yang berkelanjutan antara TIMNAS PSLS-BAPEL BPLS.
Gambar 18. Metoda
dan Pendekatan atau Penelahaan buku.
Transisi Timnas ke BPLS
Gambar 19 pada hakekatnya
merupakan perwujudan penyandingan antara misi TIMNAS PSLS dimana penulis buku
memegang peran penting (play important
role) sebagai pelaku sejarah (historical
act) masa lalu, dan penulis sebagai bagian dari BAPEL BPLS merupakan pelaku
aktif (active act) saat ini.
Pada gambar sebelah kiri
pada sampul Buku Semburan Lupsi
diperlihatkan foto insersi bola-bola beton yang ditujukan untuk
mengurangi debit semburan (decreasing
flow rate of eruption).
Di bagian tengah
menggambarkan suatu situasi yang dramatis (dramatically
situation), saat komplek perumahan warga PerumTAS digenangi oleh luapan
lumpur.
Gambar 19. Transisi
Misi Nasional BENCANA LUPSI dari Timnas ke Bapel BPLS.
Paling kanan menggambarkan
gejolak sosial yang berlangsung menerus, dengan pusat kegiatan di Tugu Kuning
(Siring Barat).
Nilai Sejarah Tugu Kuning bagi Bapel BPLS
Tugu Kuning bagi BPLS
mempunyai makna tersendiri, karena di titik itulah telah berhasil dilampui
suatu kendala dan tantangan yang cukup dahsyat. Dimana untuk pertama kalinya
BPLS harus berhadapan langsung dengan warga ketika akan melaksanakan
pembangunan Tanggul Siring-Ketapang.
Pada awalnya pembangunan
Tanggul Siring telah mendapatkan penolakan yang sangat kuat dari warga Desa
Siring.
Lahirnya Strategi Siring
Keberhasilan penanggulan
di Siring, akhirnya memberikan lesson
learn suatu metoda atau doktrin ‘Strategi Siring’ yaitu menerapkan Hit and Nego (penanggulan disertai negosiasi saat menghadapi
halangan) atau Hit and Run (menanggul
saat warga yang menolak lengah).
Strategi Siring tersebut akhirnya sebagai suatu ‘doktrin’ yang dapat mengantar
keberhasilan menuntaskan pembangunan Tanggul-tanggul lingkar luas lainnya
yaitu: Tanggul Ketapang-Osaka, Sebagian Tanggul Ketapang-Utara dan Tanggul Reno
(Operasi Reno, Oktober 2008).
Keputusan Penanggulan di deklarasikan pada saat
Gerhana Bulan
Suatu kenangan kejadian
dramatis (dramatic event) yang patut
dicatat, bahwa keputusan untuk membangun Tanggul Siring-Ketapang, telah
diputuskan melalui suatu deklarasi (declaration)
bersamaan pada saat gerhana bulan.
Pada mana yang menegangkan
tersebut pimpinan Bapel BPLS melihat suatu
realitas yang kurang menyenangkan. Sehubungan Tanggul Siring Timur (di
sisi barat Pusat Semburan) telah mengalami serangan yang dahsyat disebabkan
oleh: 1) pengaliran Lupsi ke barat, 2)
terjadinya bubble, dan 3) deformasi subsidence.
Akhirnya dengan suatu
ikrar (declaration) dari seluruh
Pimpinan Bapel BPLS, selanjutnya diputuskan bahwa Tanggul Siring walaupun penuh
dengan tantangan dan hambatan yang menghadangnya harus mulai dibangun. Karena pembayaran uang muka cash and carry yang 20% belum dapat
dilaksanakan.
Pilihan komplek (harus
berhadapan langsung dengan warga) dan pahit (meninggalkan tanggul dalam),
karena tanggul lingkar dalam tersebut diperkirakan sudah tidak mungkin lagi
untuk mampu dipertahankan.
Lupsi antara Harapan, Realitas dan Tantangan
Sebagai respon di sebelah
kanan penulis sandingkan suatu kondisi wacana Lumpur Panas Sidoarjo: Harapan,
Realitas dan Tantangan.
Pada bagian atas
diilustrasikan ‘Keluarga Kambing’ menikmati keberadaan Tanggul Siring – tanpa
mengindahkan Lupsi masih terus menyembur dan mengancam setiap saat’. Hal ini
memberikan sinyal bahwa kondisi lingkungan hidup sedikit banyak telah mengalami
kemajuan (progress).
Pada bagian bawah
disajikan kondisi pusat semburan yang telah mengalami keruntuhan seketika (sudden collapse) dan mengalami
perubahan bentuk menjadi suatu ‘kaldera yang luas’ (large caldera).
Sehingga upaya
pengendalian luapan lumpur sangat tergantung pada penggunaan peralatan berat.
Karena tidak ada atau sangat sedikit terjadinya efek gradien topografi (topographic gradient) yang memungkinkan
terjadinya pengaliran secara alami.
Kondisi sedimentasi di
Kali Porong pada musim panas 2008, yang memegang peran strategis sebagai media
pembuangan permanen Lupsi ke Laut. Pada
gambar memperlihatkan penulis berdiri di atas sedimen Lupsi, di bawah outlet pompa
di selatan spillway.
Pelajaran berharga dan sejarah sukses normalisasi Kali
Porong tahun 2007
Lesson learn dari tahun
2007, dengan melakukan agitasi menggunakan alat berat, dipadukan dengan adanya
gelontoran air dari hulu, maka sedimen Lupsi yang terkonsentrasi di Kali Porong
dapat dialirkan ke muara.
Fakta lapangan menunjukkan
suatu kondisi yang membesarkan hati, ketika Bulan April 2008, Pusat
Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) melaksanakan survei dari hulu ke hilir
Kali Porong, dengan metoda pemeruman (batimetri) dan pengambilan contoh sedimen
permukaan (grab sampling).
Ternyata sampai km 6 dari
arah spillway sampai daerah muara tidak diketemukan sedimen Lupsi. Hal ini
menunjukkan bahwa, sedimen Lupsi telah dapat dihanyutkan oleh aliran Kali
Porong pada puncak musim penghujan (November-Desember 2008).
Gambar 20. Kondisi Kali Porong di sisi timur
Jembatan, memperlihatkan alat berat melakukan normalisasi dengan agitasi
(mengaduk-aduk), sambil menunggu gelontoran dari hulu (Foto Prasetyo Oktober
2008).
Komitmen dan Strategi
Merupakan komitmen dan
upaya dan langkah yang dicanangkan oleh
penulis buku pada bagian Pengantar.
Antara lain diungkapkan
bahwa ..’Sejak menginjakkan kaki di Surabaya penulis buku telah berketetapan
hati, atau merupakan ambisi bahwa semburan lumpur untuk/harus dihentikan’.
Semangat dan ambisi
tersebut selanjutnya diformalisasikan dengan menetapkan upaya dan langkah untuk
diselesaikan.
Ditindaklnjuti dengan
menetapkan strategi yaitu: 1) Memperkecil Semburan, 2) Penanganan Luberan, 3)
Mengamankan infrastruktur, dan 4) Menangani masalah sosial dan lainnya.
Dalam kaitan ini penulis
menyampaikan bahwa pada strategi yang pertama sebaiknya adalah upaya
Penanggulangan atau upaya untuk menghentikan semburan, namun pada buku tersurat
memperkecil semburannya.
Gambar 21. Komitmen
dan Strategi penulis buku dalam upaya Penanggulangan Lumpur Panas (Prasetyo
2008).
Dalam pengantar buku selanjutnya diuraikan bahwa buku
disusun memberikan informasi yaitu: 1) bagaimana upaya menghentikan semburan
dengan Relief Well. Di sini penulis menyarankan bahwa Relief Well merupakan salah satu dari
beberapa teknologi yang telah diaplikasikan sebagaimana diuraikan pada Bab 3
(antara Teknologi dan Spiritual). Jadi bukan hanya satu-satunya.
Pemahaman kebencanaan
Dalam kaitan dengan
kebencanaan, maka Lupsi terkait dengan fenomena geologi Semburan Lumpur Panas,
Mud Diapir dan Mud Volcano.
Penulis menilai bahwa dari
segi bencana Lupsi mempunyai karakteristik pengendali semburan berlangsung
secara perlahan (slow motion) atau merayap (creeping), sehingga
wilayah dan intensitas sesuai perjalanan waktu semakin meluas.
Sementara itu masalah
sosial kemasyarakatan seiring waktu semakin meningkat dan kait mengkait satu
dengan lainnya. Sehingga terjadi implikasi bahwa gejolak sosial telah
mengganggu terhadap pengendali mekanisme (driving
force mechanism) dari bencana itu sendiri.
Keluaran dan Outcome Buku
Keluaran dari buku ini
adalah:
1) Pinonir penanggulangan Lupsi secara integral,
komprehensif dan holistik, yang telah diemban Timnas PSLS selama 7 bulan, dan
2) Sebagai outcome adalah suatu Pelajaran Berharga terhadap
Pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk
mengimplementasikan keputusan dan kebijakan yang sudah diambil.
Alur Pikir dan Pokok-Pokok Bahasan
Gambar 23. Analisis Tata Urut Buku terdiri dari 7 (tujuh) Bagian, dan saran-saran
untuk penataan kembali. Gejolak Sosial Kemasyarakatan
dengan bintang merah menunjukkan Masalah Sosial Kemasyarakatan yang perlu
mendapatkan perhatian dan ditempatkan pada Bab 5.
Tata Urut
Buku yang ditulis oleh Dr.
Basuki terdiri dari 7 Bab yaitu:
1. Kisah Drama si Lusi, merupakan benang merah yang merajut bagian-bagian penting mulai saat
terjadinya Lupsi ,sampai dampak serta langkah-langkah upaya penanggulangan
semasa Timnas PSLS.
2. Mud Volcano atau Underground Blow Out, mengangkat suatu realitas dengan masih terjadinya
pro dan kontra yang menjurus pada kontroversi, terkait pengendali mekanisme (driving
force mechanism) penyebab dan pemicu Lupsi. Dengan alternatif apakah mud
volcano sebagai fenomena alam, atau under ground blow out yang
berhubungan dengan kegiatan pemboran sumur BJP-1.
3. Teknologi canggih hingga upaya Spiritual, merupakan langkah dan upaya yang telah dan atau
sedang direncanakan untuk menghentikan semburan atau mengurangi debit semburan.
Bagian ini sangat terkait dengan Bab 2 kontroversi Lupsi sebagai mud volcano
atau underground blowout, dan Bab 4
Manajemen Lumpur di permukaan.
4. Manajemen Lumpur di permukaan, adalah penanganan Lupsi yang telah berada di
permukaan terkonsentrasi di pusat semburan, selanjutnya dialirkan pada kolam
penyimpanan. Pada akhirnya di angkut ke tempat pembuangan akhir di Selat
Madura.
5. Nilai ekonomi Lumpur Sidoarjo, segala gagasan dan uji coba untuk memanfaatkan Lusi,
setelah terlebih dahulu diyakinkan bahwa Lupsi tidak mengandung unsur-unsur
yang beracun atau membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia.
6. Dampak sosial kemasyarakatan, merupakan isu kritis karena di dalamnya terkandung
bentuk ganti rugi dengan skema cash and carry (tahap 20% dan 80%) yang
didahului dengan bantuan sosial.
7. Dampak Sosial Ekonomi, bagaimana semburan dan luapan Lupsi yang telah
menimbulkan kerugian sosial ekonomi termasuk di dalamnya harta benda, dampak
lingkungan, dan infrastruktur.
Saran
perubahan
Terhadap tata urut dari
buku tersebut, penulis menyarankan perubahan yaitu setelah Bab 4 Manajemen
Lumpur di permukaan, diikuti berturut-turut dengan Bab 5 Gejolak sosial (Bab 6,
Basuki), Bab 6 Dampak sosial ekonomi (Bab 7, Basuki), dan terakhir Bab 7 Nilai
ekonomi (Bab 5, Basuki).
Rasionalisasinya karena
mencermati berkembangnya suatu realitas bahwa masalah sosial kemasyarakatan
pada kebencanaan Lupsi dimensinya sangat mengemuka dan memberikan implikasi
yang luas, terhadap upaya-upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi.
Demikian pula dampak
sosial ekonomi sangat signifikan. Sedangkan sampai saat ini pemanfaatan Lupsi
menjadi hal-hal yang bernilai ekonomi masih belum signifikan, sehingga disarankan
untuk ditempatkan pada prioritas lebih bawah.
Pola Pikir
Kebencanaan
Gambar 24. Pola Pikir Kebencanaan Lupsi, dikembangkan sebagai
salah satu kajian strategis bersifat integral, komprehensif dan holistik
(Prasetyo 2008).
Untuk merespon karakteristik Lupsi sebagai suatu
bencanaan yang khusus sebagaimana disinggung secara sepintas pada bagian atas,
penulis telah menampilkan Pola Pikir Peningkatan penyelamatan penduduk,
penanganan masalah sosial dan infrastruktur di daerah Bencana Lumpur Sidoarjo,
yaitu:
Pengendali mekanisme:
(1) Semburan dan luapan Lupsi masih terus terjadi dengan
intensitas cukup signifikan 100.000 m3/hari, temperatur di permukaan 100oC,
Durasi semburan 30 bulan, wilayah genangan di dalam Peta Area Terdampak + 3
Desa di luar PAT. Serta belum ada tanda-tanda semburan Lupsi akan berhenti,
(2) Sampai saat ini luapan Lupsi di permukaan belum
sepenuhnya dapat dikendalikan sehingga masih terjadi berkali-kali fenomena
tanggul jebol,
(3) Peta Area Terdampak tanggal 23 Maret 2007 semakin
meluas dimana yang terakhir adalah meluasnya PAT ke tiga desa di selatan PAT.
Gambar 25. Runtuhnya seketika (sudden collapse) Tanggul 6.1 dengan pola terban
(graben), sepanjang 200m, dalam >2m terjadi dalam satu malam saja.
Dampak Sosial Ekonomi:
Semburan dan luapan Lupsi telah menimbulkan kerugian
harga benda, hilangnya rumah tinggal, terjadi pengungsi, hilangnya masa depan,
meningkatnya pengangguran, perputaran roda perekonomian melambat.
Gambar 26.
Diagram
pokok-pokok Perpres 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
sebagai baseline perubahan pada Perpres 48/2008.
Dampak Infrastruktur:
Jalan tol, pipa gas, jaringan SUTTET, pipa PDAM, jalan
nasional, rel kereta mengalami gangguan bervariasi dari rusak sampai lumpuh total.
Penanggulangan saat ini:
Dilaksanakan berdasarkan pada Perpres 14/2007 yang
selanjutnya disusun kebijakan strategis, upaya dan langkah mencakup 4 aspek:
Upaya penanggulangan semburan, penanganan luapan, penanganan masalah sosial
kemasyarakatan, dan penanganan dampak infrastruktur.
Penanganan Lumpur Sidoarjo yang
diharapkan:
1) Semburan dan luapan Lupsi yang masih terjadi terus
dapat dikendalikan, sehingga mengurangi bahaya langsung pada masyarakat di
sekitarnya
2) Masalah sosial kemasyarakatan dapat dicarikan solusi secara terpadu dan
ditempatkan secara proporsional, sehingga tidak menimbulkan dampak pada upaya
penanggulangan semburan dan luapan.
Lingkungan strategis:
Yang memberikan dampak
adalah :1) adanya upaya politisasi, dan internasionalisasi masalah Lupsi, 2)
media massa cenderung mencari berita buruk (the worst news) dan
menghakimi pihak Lapindo seolah-olah sudah mempunyai kekuatan hukum bersalah,
3) Krisis finansial global, 4) Pengungsi lingkungan sangat dikaitkan dengan
HAM.
Peluang:
Adalah mengendalikan
semburan dan luapan dengan berbagai upaya dan langkah, permasalahan utama
nasional dan kemasyarakatan berupa cash and carry diberikan perhatian
sehingga menemukan titik keseimbangan, membangun kembali infrastruktur yang
rusak antara lain melalui relokasi infrastruktur.
Luaran:
Masyarakat di sekitar semburan dan luapan Lupsi dapat
dilindungi keamanan dan kenyamanannya.
Outcome:
Sendi-sendi kehidupan masyarakat dapat dipulihkan.
BAGIAN 3
Kisah
Drama Si Lusi
Gambar 27. Alur pikir dan Kata Kunci Drama Si
Lusi (Diringkas dari Basuki 2008).
Drama Si
Lupsi merupakan Benang Merah yang merangkum keseluruhan aspek dari Buku, mulai
dari pemahaman apa dan mengapa Lumpur Sidoarjo yang ditetapkan sebagai Lahirnya
Mud Volcano di Sidoarjo, upaya penanggulangan semburan dan luapan lumpur,
sampai pada penanganan masalah sosial, infrastruktur dan potensi
pemanfaatannya.
Adapun
alur pikir dan kata kunci dari Bagian Drama Si Lusi, adalah sebagai berikut:
a. Lupsi merupakan suatu fenomena semburan lumpur di bawah
bumi Sidoarjo.
b. Pertanyaan mengapa di Sidoarjo dan tidak di Purwodadi,
Sangiran yang sebelumnya telah dilaporkan adanya semburan lumpur (mud flow)?.
Penulis buku menjawab karena di Sidoarjo-lah telah lahir suatu mud volcano
c. Lupsi merupakan suatu semburan lumpur panas yang
demikian dahsyat dan telah menimbulkan bencana yang pertama kalinya di
Indonesia modern. Namun menurut catatan sejarah sebelumnya juga telah terjadi,
sehingga mempengaruhi kemunduran kejayaan bahkan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
d. Fenomena Lupsi telah membangkitkan kesibukan baru
pemberitaan media masa yang sangat mengemuka, masalah sosial kemasyarakatan,
ekonomi, sosial, politik, budaya dan keamanan. Masih diliputi misteri asal usul
Lupsi bahkan menimbulkan kontroversi penyebab dan pemicunya, merupakan salah
satu daya tarik tersendiri. Disamping dampak menimbulkan pengungsi lingkungan,
serta memicu gejolak sosial masyarakat yang membuat mata dan telinga masyarakat
dunia tertuju ke bumi Porong.
e. Saat Lupsi dilahirkan ia menempati lokasi yang berjarak
sekitar 150 m dari lokasi sumur BJP-1 dan selanjutnya populer disebut sebagai
Lumpur Lapindo. Kedekatan dan bersamaan kegiatan eksplorasi dan munculnya
semburan, membuat di satu sisi yang mengkaitkan Lupsi dipicu oleh kegiatan
pemboran. Di sisi lain karena lumpur keluar bukan dari lubang sumur BJP-1, tapi
berjarak 150-200 m bahwa keduanya tidak ada kaitannya. Ditambahkan bahwa
kecepatan aliran Lupsi mencapai 150.000 m3/hari sangat tidak mungkin bila ia
keluar dari lubang sumur pemboran yang hanya berdiameter sekitar 30 cm.
f.
Sampai saat bukti
ditulis penyebab (causing) dan pemicu
(triggering) Lupsi sendiri masih
menjadi bahan kontroversi, dimana pada Bab 3 akan dibahas 2 skenario yaitu mud
volcano dan underground blow out. Kedua skenario ini yang terus menjadi
kontroversi dan belum dapat dikerucutkan di Indonesia, maka telah menjadi
rasionalisasi sehingga American
Association of Petroleum Geologist (AAPG) memprakarsai debat Lupsi dengan
mengangkut substansi kontroversi tersebut, yang akan dilaksanakan di Cape Town
Afrika Selatan.
g. Keberadaan Lapindo Brantas di Sidoarjo adalah didorong
oleh upaya dari suatu kegiatan terkait usaha ekonomi untuk menemukan jebakan
gas alam (natural gas accumulation)
yang pada akhirnya dapat meningkatkan cadangan migas nasional (national natural oil and gas reserve).
h. Eksplorasi Migas yang dilaksanakan merupakan salah
satu pilar keamanan pasokan energi berbasis Migas (energy supply security), yaitu upaya pemerintah untuk dapat
meningkatkan produksi migas (oil and gas
production) yang selama beberapa tahun ke belakang telah mengalami
penurunan produksi dan cadangan. Pada tabel tersendiri penulis buku menimbulkan
kondisi penurunan produksi minyak bumi Indonesia yang pernah mencapai puncak
produksi sebesar 1,5 juta barrel per hari di tahun delapan puluhan menjadi saat
buku ditulis sekitar 1 juta barel per hari saja.
i.
Pelaksanaan kegiatan pemboran merupakan bagian
dari upaya untuk meningkatkan eksplorasi Migas. Di dalam dunia perminyakan hulu
(upstream oil industry), pemboran eksplorasi seperti halnya sebagai senjata
pamungkas untuk membuktikan terdapatnya akumulasi migas, mendapatkan secara
kuantitatif besarnya cadangan. Sebagai senjata pamungkas, karena biaya pemboran
eksplorasi relatif mahal, maka penentuan lokasi termasuk target reservoir,
harus terlebih dahulu melalui suatu penafsiran penampang seismik refleksi (seismic reflection profile), dan metoda
geofisika (geophysical methods)
lainnya seperti kemagnitan (magnetic),
gaya berat (gravity), aliran panas (heat flow), dll.
j.
Di dalam konteks
dengan Undang-Undang Migas yang berlaku, maka Lapindo Brantas merupakan salah
satu Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dengan
pihak partisipasi (participation parties)
dari perusahaan Lapindo, Medco, Santos. Dan Lapindo Brantas bertindak sebagai
Operator Blok Brantas, karena memiliki saham terbesar.
k. Pemboran sumur BJP-1 merupakan upaya untuk menemukan
cadangan gas alam yang diperkirakan terdapat pada Formasi batu gamping Kujung
(Kujung Limestone Formation), yaitu pada kedalaman sekitar 3.353m.
l.
Pada bagian
yang sebelumnya menimbulkan perdebatan yaitu terkait penggunaan casing pada
pemboran sumur BJP-1. Terkait hal tersebut penulis buku menyatakan bahwa pada
kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur yang
berlaku dimana casing pemboran sesuai dengan prognosis pemboran akan dipasang
pada batas antara Formasi Kalibeng (cap
rock) dengan Formasi Kujung (reservoir).
Di dalam debat Lupsi di Afrika Selatan, maka secara khusus Kubu Pemboran yaitu
mereka yang berpendapat Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran sumur BJP-1, tidak
dipasangnya casing tetap digunakan
sebagai salah satu unsur yang penting.
m. Bagian yang penting dan sensitif terkait dengan
kontroversi pemicu lupsi adalah pernyataan penulis buku bahwa hasil evaluasi
teknis yang dilakukan oleh Timnas PSLS terhadap pelaksanaan pemboran sumur BJP
1 antara tanggal 26 Mei sampai dengan 3 Juni 2006 antara lain menyimpulkan
bahwa pemboran telah dilaksanakan secara
benar, wajar dan akuntabel.
n.
Namun
Timnas PSLS juga mendapatkan tindakan yang kurang tepat, yaitu terhadap penarikan anjungan pemboran BJP-1 padahal
semburan Lupsi belum tertangani. Penelaahan memberikan catatan tersendiri
bahwa dengan pernyatan ‘padahal semburan
Lupsi belum tertangani’ tersebut seolah-olah tersirat bahwa semburan Lupsi ada kaitan dengan kegiatan pemboran.
o. Berkaitan perilaku sejak kelahirannya, yaitu tanggal
29 Mei 2006, Lupsi sudah memperlihatkan
karakteristik yang ganas liar sehingga akhirnya menimbulkan malapetaka
p. Terhadap fenomena semburan Lupsi yang masih menjadi
misteri tersebut, Pemerintah pusat memberikan perhatian dan respon cepat,
dengan langsung terlibat dalam penangannnya, disebutkan penulis buku karena
Lapindo tidak bisa sendirian untuk mengasuhnya.
q. Selanjutnya dibentuklah Timnas PSLS melalui Keppres
13, tanggal 8 September 2006, dengan tiga tugas utama, yaitu penanggulangan
semburan, luapan di permukaan dan penanganan sosial kemasyarakatan.
r.
Selama 6 bulan
Timnas PSLS melaksanakan misinya, namun disebutkan penulis buku bahwa ‘Gelagak Semburan Lusi tak terkendali’.
Hal ini merupakan suatu pernyataan bahwa saat mengakhiri misinya semburan Lupsi belum bisa dikendalikan oleh
Timnas. Sehingga saat diwariskan kepada Bapel BPLS gelagak semburannya masih tidak terkendali.
s. Pada akhir masa kerja Timnas PSLS, tanggal 8 April
2007 dibentuklah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melalui Perpres 14/2007
dengan 4 misi nasional: 1) upaya penanggulangan semburan, 2) penanganan luapan,
3) penanganan masalah sosial, dan 4) antisipasi dampak infrastruktur.
t.
Kembali
ditegaskan bahwa sampai akhir masa bakti Timnas PSLS, penyebab dan pemicu Lusi
masih belum ada kepastian.
u. Sehingga berkembang kontroversi yang mengemuka adalah
antara di satu sisi mud volcano dan underground
blow out (UGBO).
v. Selanjutnya penulis menyusun tata urut buku Semburan
Lumpur Panas Sidoarjo yang keseluruhan terdiri dari 8 Bab, diawali dengan Drama Si Lupsi sampai terakhir Bagian Pahlawan-KU.
w.
Berkaitan
dengan aspek kebencanaan (disastrous
aspect) penulis buku menggaris bawahi bahwa Lupsi sebagai suatu bencana,
sehingga diperlukan adanya suatu manajemen
solusi yang peka dan jeli
x. Demikian pula disebutkan Lupsi merupakan suatu bencana
yang unik, karena sampai kapan bencana itu akan berakhir masih tidak jelas. Keunikan
bencana Lupsi yang dimaksud adalah karena pengendali mekanisme bencana yaitu
semburan Lupsi masih terus berlangsung dengan dahsyat dan belum ada tanda-tanda
untuk berhenti dan tidak dapat dipastikan kapan berhenti. Dari penyebab masih
berpotensi bencana semakin meluas, dan memang terjadi karena Peta Area
Terdampak (PAT) yang ditetapkan tanggal 23 Maret 2007 saat Timnas, telah meluas
menjadi PAT Plus ( 3 Desa), sehingga masih terus diperlukan tindakan tanggap
darurat. Bersamaan dengan potensi penyebab bencana yang masih berlangsung
dengan merayap, maka dilakukan penanganan masalah sosial kemasyarakatan dan
infrastruktur.
y. Di tengah situasi kebencanaan tersebut yang penuh
dengan dinamika dan misteri, maka ekspektasi masyarakat demikian tinggi.
Kebencanaan yang disebabkan oleh semburan Lupsi yang telah umum disebut
sebagai mud volcano, merupakan yang
pertama di dunia. Karena umumnya mud volcano yang berjumlah ribuan di dunia
terjadi di daerah terpencil (remote area)
dan tidak sampai menimbulkan korban manusia, serta tidak dilakukan upaya untuk
menghentikannya, biarkan fenomena alam berjalan secara alami. Namun lain halnya
dengan Lupsi, semburan mud volcano yang panas (hot mud eruption), terjadi di dekat permukiman, menimbulkan korban
manusia 14 meninggal dunia, dan kerugian materi dan imateri lainnya. Ini merupakan bencana semburan lumpur yang
pertama di Indonesia dan dunia.
z. Sebagai suatu Pelajaran berharga dari penanganan
bencana tersebut adalah diperlukan adanya kecepatan membuat keputusan dan
berani mengimplementasikan keputusan kebijakan yang sudah diputuskan.
Pelajaran yang dimaksud memberikan suatu nuansa bahwa kondisi yang
dihadapi penulis buku dalam penanggulangan Lupsi di masa Timnas PSLS penuh
dengan dinamika, perubahan-perubahan terjadi dengan cepat dan sering kali tidak
dapat diduga sebelumnya.
Karena permasalahan terjadi secara simultan antara pengendali mekanisme
dengan permasalahan sosial kemasyarakatan termasuk terjadinya pengungsi
lingkungan dalam jumlah yang sangat signifikan, maka diperlukan adanya suatu
kecepatan dalam pengambilan keputusan.
Banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan sering kali mempengaruhi
implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga penulis
buku benar-benar menekankan pada kondisi seperti diuraikan tersebut diperlukan
adanya keberanian untuk melaksanakan dari kebijakan yang telah diputuskan
tersebut.
Suatu analogi yang terjadi sampai saat ini oleh Bapel BPLS, adalah
mengenai pengaliran Lupsi ke laut melalui Kali Porong sebagai media antara. Peraturan
Presiden No. 14/2007 khususnya Ayat 5, Pasal 5 memberikan landasan kebijakan
bahwa Lupsi dari pusat semburan melalui sistem kanal di Pond Utama dialirkan ke
Kali Porong.
Namun masih banyak pihak yang tidak setuju terhadap pembuangan Lupsi
menggunakan media kali Porong. Bahkan banyak pihak yang mendorong skenario
Lupsi dialirkan ke daerah pertambakan (wet
land) daripada langsung ke laut melalui Kali Porong.
Terhadap wacana yang berkembang tersebut setelah melalui analisis
kebijakan dengan mencermati tantangan serius yaitu semburan Lupsi sebesar
100.000 m3/hari sehingga diperlukan suatu penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keselamatan masyarakat dari potensi ancaman yang terjadi, maka
Presiden RI kembali memberikan penekanan kembali kebijakan nasional bahwa tetap
dipilih skenario Lupsi dialirkan ke laut menggunakan energi bebas dan alami (natural and free energy) kali
Porong.
Dengan kondisi di atas, maka Bapel BPLS konsisten untuk mengimplementasi
kebijakan tersebut disertai dengan pengembangan grand strategy penanganan luapan lumpur dimana pembuangan lumpur
akan dilakukan secara besar-besaran (yang panas dan yang dingin) pada musim
penghujan, dimana energi Kali Porong yang dahsyat dan gratis akan menghanyutkan
Lupsi ke Laut.
Dan membatasi pengaliran Lupsi pada musim kering, yaitu dengan
menyimpannya di dalam kolam-kolam penampungan yang sampai saat ini terus
disediakan.
Bersamaan dengan pemulihan waktu pembuangan (musim penghujan), maka
Bapel BPLS berkomitmen untuk melakukan normalisasi kali porong mulai dari
daerah hulu di selatan spillway sampai ke muara yang membentang sekitar panjang
20 km.
Sebagai ilustrasi saat ini BPLS telah mengerahkan 3 kapal keruk di muara
untuk mengeruk sedimen yang menghalangi laju aliran sedimen ke laut, dan
mereklamasi untuk membangun suatu daratan baru (new land mass) untuk pemanfaatan ke depan antara lain penanaman
bakau sebagai pelindung pantai dan meningkatkan sumber daya hayati (living resources).
Gambar 28. Alur Pikir Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007), terdiri dari
proses masukan (input), pengendali mekanisme (driving force mechanism),
Inisiasi bencana dan implikasi, Penanggulangan dan Luaran.
Dalam
merespon alur pikir dari Drama si Lusi
sebagaimana diuraikan tersebut diatas selanjutnya penulis menyandingkan dengan
Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo. Dalam pendekatan sistem (system approach) terdiri dari proses masukan (input process), proses perubahan (change process), luaran dan kemanfaatan (output and outcome), yaitu:
Proses masukan
Kegiatan
eksplorasi Migas merupakan suatu upaya terkait keamanan pasokan energi berbasis
minyak dan gas bumi (supply energy
security), untuk mengantisipasi adanya penurunan produksi dan cadangan
minyak bumi Indonesia.
PT
Lapindo Brantas merupakan KKKS Blok Brantas dan bertindak selaku operator,
dalam implementasi kegiatan eksplorasi gas alam (natural gas exploration), dengan melaksanakan pemboran eksplorasi
sumur BJP-1 di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Pengendali mekanisme
·
Semburan lupsi
masih menjadi misteri dengan alternatif skenario penyebab adalah: masalah
teknis Pemboran UGBO, Potensi Mud
Volcano yang dipicu oleh faktor luar yaitu gempa bumi, atau kombinasi mud
volcano dan gempa bumi.
·
Lahirlah mud
volcano Lupsi 29 Mei 2008 dengan penyebab yang belum dapat dipastikan, dan
terus berkembang sehingga saat buku ditelaah telah memasuki tahapan runtuh
seketika dan berubah menjadi suatu kaldera yang luas.
·
Semburan dan
luapan lumpur panas telah menimbulkan bencana, dan masih berpotensi meluas.
Karakteristik kebencanaan Lupsi yang khusus, merayap dengan perlahan makin
meluas.
·
Terjadinya
pengungsi warga sebagai dampak langsung luapan lumpur Sidoarjo yang tak
terkendali, yang sebagian menyebutnya sebagai pengungsi lingkungan (environmental refugee), sehingga memicu
terjadinya masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang berlanjut, semakin
meningkat intensitasnya, dan terjadi secara akumulatif dari beberapa aspek.
·
Luapan lumpur
telah memberikan dampak kerusakan pada lahan dan bangunan warga, lingkungan
fisik (permukaan lahan, sungai; bawah permukaan antara lain air tanah; udara
pencemaran) serta deformasi geologi (retakan, patahan, dan bubble).
·
Bapel BPLS
mengembang misi nasional penanggulangan Lupsi, melanjutkan misi dari Timnas
PSLS dengan empat misi: penanggulangan semburan, mengendalikan luapan, genangan
masalah sosial kemasyarakatan, dan antisipasi dampak infrastruktur.
·
Sebagai luaran
adalah sendi-sendi kehidupan masyarakat yaitu sosial, ekonomi budaya, keamanan
dan ketertiban dipulihkan.
Hubungan Lupsi dengan gunung berapi dan fenomena semburan lumpur di
sekitar
Gambar 29. Memperlihatkan pernyataan penulis buku (Basuki, 2008) di bagian Pengantar
dan Bab 2 bahwa Lupsi merupakan fenomena lahirnya mud volcano baru. Di kanan
diperlihatkan posisi Lupsi dan fenomena mud flow lainnya di Jateng dan Jatim
dalam peta struktur yang menempatkan lokasi gempa bumi 27 Mei 2006 dan lokasi
sumur minyak. (Sumber Bagian Paparan Bedah Buku Prasetyo,
2008)
·
Pertanyaan
yang diangkat adalah apa sebenarnya semburan lumpur dan mengapa di Sidoarjo?
·
Penulis
menyajikan suatu fakta overlay keberadaan
Lupsi sebagai mud volcano, yang berkembang di busur belakang (back arc region) dari sistem Busur
Sunda (Sunda Arc System), berada di
depan (selatan) dari komplek busur gunung api (magmatic arc) yaitu komplek gunung Pananggungan.
·
Dengan
rasionalisasi bahwa Lupsi sedikit banyak akan dipengaruhi oleh keberadaan dari
gunung volkanik tersebut, sehingga Mazzini dkk., 2007 menyebutnya sebagai ‘quasy-hydrothermal’.
Sampai saat ini terkait dengan pengendali mekanisme
Lupsi, sumber panas (heat sources)
dan sumber air sendiri masih belum dapat dipastikan, dimana masih terdapat
beberapa pemikiran.
Namun dengan temperatur Lupsi yang sangat tinggi
(100oC) di permukaan, maka pemikiran yang popular bahwa sumber panas berasal
dari magma statik (static magma),
yang bekerja sebagaimana suatu panas bumi (geothermal).
Dimana semburan tipe geyser sebagai
wujud pemanasan dari sistem air membentuk seperti ‘jet steam’ yang menyembur ke permukaan dari suatu saluran (conduit).
·
Pada peta
sebelah kanan disajikan lokasi semburan lumpur lainnya yaitu: Bledug Kuwu di
Purwodadi, Mojokerjo, Sangirah. Selanjutnya diplot lokasi sumur Porong-1 yang
dilaporkan sebelumnya telah diindikasikan adanya struktur runtuh (collapse structure) dan lokasi sumur
BJP-1, dan Patahan Watukosek. Kenampakan tersebut berkembang pada Kendeng Zone (foreland thrust belt).
Transisi dari Timnas PSLS ke BPLS
Transisi dari Timnas PSLS
ke BPLS oleh penulis buku disampaikan sebagai berikut:
·
Sejak tahun 2006
Timnas PSLS mendapat tugas mengasuh Lusi, yaitu menanggulangi semburan untuk
menghentikannya atau mengurangi besarnya aliran (flow rate).
·
Setelah
melaksanakan misinya selama enam bulan ternyata Gelagak semburan Lusi makin
tidak terkendali. Hal ini menunjukkan di satu sisi proses alam (natural
process) atau proses kebumian (geologic processes) sebagai pemicu belum dapat
diatasi oleh kemampuan yang ada saat Timnas (pemikiran, tenaga, fikiran,
finansial). Bahkan semburan semakin ganas dan luapan semakin sulit
dikendalikan.
·
Penanganannya
tidak akan semakin efektif jika dilaksanakan oleh suatu badan secara ad hock
seperti TimNas PSLS, sehingga dikhawatirkan akan menyengsarakan masyarakat
Sidoarjo, bahkan Jawa Timur.
Dalam kaitan ini penulis
buku berdasarkan fakta dan pengalaman langsung di lapangan menilai bahwa
semburan dan kebencanaan sudah pada eskalasi yang besar.
Sehingga dipandang perlu
adanya suatu institusi yang lebih fokus, berlanjut, mempunyai kapasitas dan
otoritas untuk mengasuh Lupsi lebih lanjut, pasca Timnas PSLS yang dibatasi
oleh waktu (6 bulan diperpanjang 1 bulan).
Gambar 30. Memperlihatkan skematik rasionalisasi Transisi dari Timnas PSLS ke Bapel
BPLS., dengan empat misi nasional penanggulangan Lupsi yang diembannya.
·
Dalam kaitan
ini Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan penanggulangan Lupsi untuk
memulihkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, sebagai dampak Bencana Lumpur Sidoarjo.
·
Tanggal 8
April 2007 Pemerintah dengan Perpres 14/2007 telah membantu BPLS, melanjutkan
kiprah Timnas PSLS.
·
4 Misi
nasional BPLS dalam Penanggulangan Lupsi adalah terkait: semburan, luapan,
sosial dan infrastruktur.
Bagaimana Perubahan dari Timnas dan
Siring Terjadi
Gambar 31. Memperlihatkan ‘Desa Siring Riwayatmu Dulu’ memperlihatkan tanggul yang melindungi
perumahan warga, disandingkan dengan Citra Satelit Juni 2008 yang
memperlihatkan kondisi yang digambarkan dalam buku Dr. Basuki tersebut ‘secara
total telah lenyap ditelan Lupsi’.
Untuk mengilustrasikan
bagaimana perubahan secara fisik di Desa Siring Timur di masa Timnas dan pada
Bapel BPLS telah terjadi diilustrasikan dengan fakta lapangan sebagai berikut:
·
Pada bukunya
Dr. Basuki menampilkan foto udara dari helikopter yang menggambarkan situasi
tahun 2006 yang memperlihatkan keberadaan permukiman di desa Siring Timur dan
dibatasi oleh tanggul-tanggul lingkar dalam yang masih utuh, walaupun sudah
pernah digenangi Lupsi.
Gambar 32. Memperlihatkan seperti pada gambar 32, lebih rinci dimana foto udara
dapat memperlihatkan salah satu rumah yang ideal, dan close up dari Komplek
Bubble Siring Timur.
·
Sebagai respon
bahwa perubahan fisik telah terjadi dengan cepat, penulis menampilkan citra
satelit IKONOS-CRISP dengan resolusi 5 m (5
m high resolution satellite image) status 26 Juni 2008 (Gambar 31).
Memperlihatkan bahwa
tanggul yang dibangun semasa Timnas dan telah direvitalisasi oleh Bapel BPLS
dan perumahan warga yang ada di Desa Siring Timur tersebut secara total telah
lenyap (totally escape).
Kondisi saat ini di Pond
siring sebagaimana diperlihatkan oleh citra satelit adalah berkembangnya bubble yang sangat signifikan dalam
jumlah dan intensitas semburannya.
Perkembangan signifikan,
dalam rangka membentengi infrastruktur vital jalan arteri dan rel kereta api di
sisi sebelah barat Desa Siring Timur telah terbangun Tanggul Siring-Ketapang
yang kokoh, sebagai Tanggul Lingkar Luar.
2. Gambar 32 dengan penampilan lebih fokus. Merupakan
catatan tersendiri bahwa bubble di Pond Siring yang sejak awal kejadiannya
terus diikuti perkembangannya, bermula dari sumur pemboran air (sumur pantek),
seiring waktu membesar dalam intensitasnya.
Keberadaan bubble ini
telah mengancam keberadaan Tanggul Siring Timur, dikombinasikan dengan dampak
deformasi subsidence dan pangaliran
Lupsi yang menerus ke utara dibelokkan oleh pipa gas ke barat, sebagai
rasionalisasi akhirnya Tanggul Siring Timur harus ditinggalkan, dan diputuskan
untuk segera dibangun Tanggul Lingkar Luar Siring-Osaka-Ketapang.
Gambar 33. Memperlihatkan Bubble dengan semburan air yang terbesar di Pabrik Es di
Desa Siring Barat disertai batu-batu dan sedimen berasal dari satuan Formasi
dangkal dan muda (endapan delta muda).
·
Diperlihatkan
salah satu fenomena saat ini dimana bubble
di Siring Barat (berlokasi di pabrik es) menyemburkan air dengan ketinggian
belasan meter, namun berfluktuatif. Beberapa bubble yang sebelumnya aktif dan
sangat signifikan bahkan pernah terbakar karena semburan gas metan, telah mati (bubble di Jatirejo).
Diketemukannya fragmen
kayu, pasir hitam menunjukkan sumber semburan bubble dari endapan yang dangkal
(delta).
·
Sebagai
catatan dalam perubahan masa Timnas ke BPLS semburan dan dampak berganda geohazard semakin meningkat. Dengan alur
pikir durasi yang telah 2 tahun memberikan pembebanan Lupsi, sehingga memicu
terjadinya subsidence dan penekanan aquifer
dangkal menyembur sebagai bubble-bubble disertai gas metan.
Dan bubble tersebut
mempunyai karakteristik dan pengendali mekanisme yang berbeda dengan semburan
Lupsi, dari sumber dari formasi yang dalam (deep
formation).
BAGIAN 4
Mud Volcano atau Underground Blow Out?
Gambar 34. Memperlihatkan Posisi Bab 2 yang mengangkat kontroversi pemicu Lupsi
antara Mud Volcano dan underground blowout di dalam keseluruhan 7 Bab lainnya.
Ditampilkan faktual bahwa penulis telah menempatkan Lupsi sebagai mud volcano,
dan penulis menggambarkan bahwa Pusat Semburan Lupsi telah memasuki tahapan
runtuh seketika (sudden collapse)
Pesan Moral
Antara Mud Volcano dan
Underground Blow Out, dengan pesan moral dari penulis buku ‘apapun penyebab Lusi sebagai Mud
Volcano atau UGBO, manusia harus terus berupaya atasi, dan harus sabar hadapi
cobaan ini’.
Suatu realitas yang
dihadapi adalah kontroversi terjadi dalam penjelasan tentang asal mula (origin) terjadinya Lupsi antara mud
volcano merupakan fenomena alam dengan underground
blowout.
Gambar 35. Memperlihatkan alur pikir dan kata kunci (keyword) bagian penting dari
Bab 2
Alur Pikir Mud Volcano atau Underground Blowout
·
Terjadi
kontroversi dalam penjelasan tentang terjadinya Lupsi, sehingga pada
perkembangan selanjutnya menjadi dasar masyarakat internasional untuk
melaksanakan debat Lupsi pada forum internasional AAPG.
·
Ahli kebumian
melihat Lupsi sebagai fenomena alam berhubungan dengan mud volcano dan panas bumi (geothermal).
Dalam debat Lupsi sebagian kelompok ini bahkan menganut bahwa Lupsi dipicu oleh
gempa bumi Yogyakarta, dan tidak ada kaitannya dengan pemboran sumur BJP-1.
·
Di sisi lain
ahli perminyakan sebagian besar menyebutkan Lusi sebagai semburan bawah tanah (underground blow out) terkait sumur
BJP-1. Dan menyanggah bahwa Lupsi dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta 27 Mei
2006, diikuti dengan pembentukan rekahan baru (new rapture) yang merupakan reaktifasi dari Patahan Watukosek yang
telah ada sebelumnya, selanjutnya Lupsi ke luar ke permukaan melalui rekahan
tersebut dari sumber lumpur bertekanan tinggi (overpressure mud).
·
Penulis buku
menegaskan, bahwa sampai saat buku diluncurkan keberadaan (the existence) Lupsi belum
dapat disimpulkan secara konklusif.
·
Fakta lapangan
saat kejadian awal, semburan Lupsi terjadi berjarak 150 m sampai 200 m dari
lokasi sumur BJP-1 yang sedang dilaksanakan kegiatan pemboran eksplorasi oleh
Lapindo.
·
Kontroversi
berdampak pada penanganan semburan Lupsi, karena harus jelas apa yang terjadi
di bawah dan apa penyebabnya, untuk selanjutnya ditentukan langkah strategis
dan operasionalnya.
·
Bila skenario
Lupsi sebagai UDBO maka upaya
penanggulangannya ke depan tidak terlalu sulit, karena hal tersebut diasumsikan
umum terjadi pada kegiatan di sumur eksplorasi migas.
·
Namun bila
skenario mud volcano yang terjadi, maka sampai saat ini belum diketemukan cara
untuk menutup semburan mud volcano, karena ia keluar dari bidang patahan. Bila
ditutup di satu titik ia bisa keluar di titik lainnya.
·
Di Azerbaijan
tempat dimana ribuan mud volcano diketemukan, maka semburan mud volcano
dibiarkan tumbuh secara alami (natural
growth). Bahkan sebagai catatan, bahwa keberadaan mud volcano telah
digunakan sebagai alat bantu yang bermakna (significant
tool), untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon.
·
Para ahli kebumian
yang tergabung pada Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yakin betul bahwa
semburan Lupsi adalah Mud Volcano yang dapat dianalogikan pada beberapa aspek
(tidak apple to apple) seperti halnya
gunung api (magmatic volcano).
·
Seperti halnya
disampaikan oleh Eddy Sunardi (Unpad), Mud Volcano keluar karena adanya rekahan
baru atau reaktifasi struktur yang sebelumnya telah ada. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah sistem Patahan Watukosek (Watukosek
Fault System).
·
Parameter persyaratan
keberadaan Mud Volcano yang telah ada
adalah lumpur dengan tekanan berlebih (overpressure
mud), diapir lumpur (mud diapir),
kondisi tektonik kompresif (compressive
tectonic regime) dan Patahan Watukosek.
·
Sumber panas (heat sources) diduga ada kaitannya
dengan fenomena panas bumi (geothermal)
atau dari lapangan gas metan (methane gas
sources) yang telah ada sebelumnya.
·
Sementara itu Professor
Sukendar Asikin dari ITB mengemukakan bahwa Mud
Volcano dibentuk dari struktur diapirism (diapirsm structure) yang berkembang pada Formasi Kalibeng (Kalibeng Formation).
·
Ahli kebumian
di BPPT menghitung bahwa volume lumpur (sebagai sumber semburan) sebesar 1,1
milyar m3, bila tingkat semburan diasumsikan sebesar 100.000 m3/hari
maka perkiraan durasi semburan akan
sebesar 30 tahun.
·
A. Mazzini dkk.,
(2007) ahli kebumian yang memimpin kubu yang menganut teori bahwa Lupsi dipicu
gempa bumi telah menyebutkan adanya telah adanya kantong-kantong Mud Volcano (mud volcano pockets) di bawah bumi
Porong. Atas dasar hal tersebut ia
menyimpulkan mustahil untuk menghentikannya.
·
Prof. Doddy N.
ahli perminyakan dari ITB menyatakan bahwa semburan Lusi saat itu sebesar
126.000 m3/hari setara dengan 800.000 barel/hari dari 900.000 barrel/hari
produksi sumur minyak Indonesia. Catatan bila angka ini dikembangkan lebih
lanjut dengan angka atas (upper values)
yaitu sekitar 150.000 m3/hari maka semburan Lupsi akan setara lebih 1,1 juta
barel/hari di atas produksi minyak Indonesia yang disebutnya dihasilkan dengan
memompakan dari ribuan sumur produksi (production
well).
·
Adanya kondisi
temperatur yang tinggi (high temperature
condition) menjadi dasar pemikiran bahwa Lupsi telah dipengaruhi oleh fenomena
geothermal. Terdapat imbuhan air (recharge water), selanjutnya
menyebabkan semburan tipe geyser (periode tendangan ‘kick’ diikuti masa tenang).
·
Atas dasar
pemikiran tersebut maka diperkirakan bahwa Gunung Welirang, merupakan sumber
magma statis dan sumber air panas (hot
water sources).
·
Sebagian besar
pakar perminyakan sangat yakin Lupsi sebagai UGBO. Dan hal inilah yang menurut penulis buku bahwa sejak awal semburan sebagai teori yang
lebih tersosialisasikan.
Dan digunakan sebagai
acuan oleh media massa, sehingga membangun opini dan bahwa seolah-olah menghakimi bahwa Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran sumur
BJP-1 oleh Lapindo.
Gambar 36. Memperlihatkan kondisi nyata di lapangan di mana Lupsi yang menurut
penulis buku sebagai mud volcano berada di depan dari komplek gunung volkanik
(magmatic volcano) Pananggungan. Ditampilkan blok diagram dari Davies et al
(2007) yang mengilustrasikan tahap
perkembangan ideal dari Lupsi, oleh adanya deformasi subsidence karena
pembebanan (loading), erosinya batuan sumber, runtuhnya rongga, diikuti
terjadinya patahan ke bawah (normal fault). Model ini juga digunakan oleh Prof.
Anwar Nasution (Kepala BPK) pada audit dan presentasi di forum internasional.
·
Dasar argumen
yang digunakan untuk mengarah pemicu UDBO adalah diindikasikan terjadinya lost sirkulasi lumpur, kick, killing
mud, formasi telah pecah, air dan gas mengalir ke permukaan. Selanjutnya air
dan gas tadi bercampur dengan Formasi Kalibeng menjadi Lupsi.
·
Pihak yang
mengandung gempa bumi berargumen Volume yang besar di atas 150.000 m3/hari
sangatlah sulit untuk dapat melalui sumur dengan diameter hanya sebesar 30 cm.
·
Di pihak lain
Kubu Gempa menyatakan bahwa semburan Lusi dikaitkan dengan gempa bumi Yogyakarta
tanggal 27 Mei 2006.
·
Lupsi masih
misteri disebabkan pemicu alami atau pemicu gempa bumi atau keduanya. Lebih
jauh lagi, Mud Volcano menyembur dari dalam, dengan durasi yang panjang, melalui
patahan, sehingga sampai saat ini tidak ada rekayasa untuk mengatasinya.
·
Professor Rudi
Rudiandini, Ahli Perminyakan ITB menyatakan bahwa Lusi sebagai UDGO sehingga
dapat dihentikan dengan Relief Well
(saat buku ditulis telah dilaksanakan 2 RW).
·
Timnas telah
melaksanakan Relief Well, yang sulit
untuk diteruskan, selanjutnya dinyatakan gagal dengan biaya sebesar Rp. 873
milyar lebih, belum termasuk biaya energi pembangkit listrik.
·
Demikian pula
telah dilaksanakan pengurangan debit semburan dengan metoda high density chained congcrete ball atau
insersi bola-bola beton.
Antara Mud
Volcano dan Magmatic Volcano
·
Pada gambar
diperlihatkan pusat semburan dari mud volcano Lupsi, dilatarbelakangnya adalah
gunung volkanik Pananggungan.
·
Citra satelit
memperlihatkan tahap perkembangan Lupsi di permukaan, dengan pusat semburan
merupakan bagian dari Pond Utama.
·
Sementara
deformasi yaitu sag-like subsidence
telah berlangsung dipicu oleh beban sedimen (sediment
loading), tererosinya batuan penutup (membentuk rongga batuan sumber)
Lupsi, terjadi zona deplesi, runtuhnya rongga, terjadi patahan yang turun ke
dalam semburan (Davis et al., 2007).
Gambar 37. Lebih lanjut model perkembangan dari mud volcano Lupsi berdasarkan kepada
Davies et al., (2007), dengan penekanan diketemukan fakta lapangan lahirnya
greypons di Pond Marsinah dan belakangan di bagian selatan Pond TAS.
·
Sebagai dampak
deformasi geologi, juga telah diketemukan grypons di Pond Marsinah yang
mengindikasikan bahwa sistem saluran mud volcano lupsi telah mulai bercabang
(Gambar 22).
Anatomi dan
Pengendali Semburan
Anatomi dan Pengendali
Semburan yang dikembangkan oleh para ahli kebumian sejak sebelum masa Timnas
PSLS, yaitu:
·
Secara
stratigrafi di bawah pusat semburan terdapat batuan-batuan yang bersifat
sebagai overpressure reservoir yaitu
batu gamping Kujung (Kujung Limestone).
·
Batuan sumber
lumpur (lupsi), yaitu batulempung Formasi Kalibeng.
·
Batuan
perangkap dangkal (shallow trap rock) yaitu batu pasir (sandstone), sehingga gas metan
terperangkap dan selanjutnya berperan sebagai sumber semburan gas dangkal
(bubble).
·
Struktur
patahan yaitu Sistem Patahan Watukosek, diasumsikan dapat memicu proses
reaktifasi struktur yang telah ada selanjutnya membentuk struktur rekahan (fracture) baru.
Gambar 38. Anatomi dan pengendali mekanisme Lupsi sebelum terjadinya Lupsi, dan dikembangkan
secara intensif sejak Timnas PSLS (Sumber Dongeng Geologi http://rovicky.wordpress.com).
·
Imbuhan sumber
air panas (hot water recharge) bertekanan tinggi di dalam reservoir,
dari berbagai alternatif umumnya ditentukan lebih mungkin berasal dari gunung
api (tidak aktif) Pananggungan. Lebih lanjut penyelidikan dari Badan Geologi,
DESDM (Laporan 2007) menyebutkan bahwa sumber panas berasal dari suatu sumber
magma statik (static magma).
·
Secara
regional di sekitar daerah Porong sebelumnya telah berkembang fenomena
diapirism, dan struktur runtuh (collapse structure) dari mud volcano yang terjadi di daerah
sekitar Lupsi (sebagaimana bukti yang diperlihatkan dari penampang seismik
refleksi, memotong sumur Porong-1).
Studi
Kasus Mud Diapirsm dan Mud Volcano terdahulu
·
Beberapa tahun
yang lalu penulis telah berkesempatan berkenalan dengan fenomena mud diapirsm dan mud volcano, khususnya yang berkembang di zona tektonik kompresif (compressive
tectonic zone) baik di busur depan (fore
arc) maupun di busur belakang (back
arc) dari sistem Busur Sunda (Sunda
Arc System) dan sistem (Banda Arc
System).
Gambar 39. Peta tektonik daerah transisi Indonesia Barat dan Indonesia Timur,
memperlihatkan struktur diapirism dan mud volcano yang telah diindentifikasikan
selama penelitian geologi dan geofisika di daerah lepas pantai. Terutama pada
zona kompresif di busur depan (fore arc region) dan busur belakang (back arc
region) Busur Sunda dan Banda (Sunda and Banda Arc).
·
Peta tektonik
yang diadopsi dari Koesoemadinata (2006) memperlihatkan beberapa lokasi temuan
mud diapirsm dan mud volcano yang dimaksud (Gambar 39), yaitu: 1) Busur muka
Sumba-Sawu (Sumba-Sawu fore arc), 2) Sumba
back trust di selat Sumba, 3) Zona Sesar naik Flores (Flores Thrust
Zone), dan 4) Cekungan di busur belakang Bali-Lombok (modern Bali-Lombok back arc basin), yang secara physiographic ke
arah barat menerus ke lokasi Lupsi di daratan Jawa Timur.
Profil
penampang pemboran
Gambar 40. Data dan Informasi sumur eksplorasi BJP-1 (sumber Mazzini dkk., 2007) dan
model scenario mud volcano versus underground blowout.
·
Gambar 40 memperlihatkan
parameter sumur pemboran BJP-1 terkait skenario penyebab semburan Lupsi, antara
lain tekanan overpressure dan temperatur
versus kedalaman Formasi Kalibeng. Sebelumnya telah ditentukan sebagai sumber
lumpur (mud sources).
·
Sebelah kanannya
diplot profil kedalaman versus temperatur (temperature
and depth), tekanan hidrostatik air (hydrostatic
pressure) dan tekanan pori versus kedalaman (hydrostatic and pore pressure versus depth).
·
Pada kartun sebelah
kanan diilustrasikan 2 skenario pemicu Lupsi yang sampai saat ini masih menjadi
hal kontroversi, yaitu UGBO dan mud
volcano.
Data
dan Informasi sumur eksplorasi, produksi dan penampang seismik.
Gambar 41. Penafsiran penampang seismik refleksi memotong Sumur Porong-1 dan sumur
BJP-1, pada bagian atas ditampilkan lokasi sumur-sumur produksi dan eksplorasi
yang ada di sekitar semburan Lupsi (Sumber Kusumastuti, 2002).
·
Sumur Porong-1
yang berlokasi 7 km dari sumur BJP-1 memperlihatkan keberadaan struktur patahan
yang berkembang pada fenomena diapirisme dan struktur runtuh (collapse structure). Hal ini
mengindikasikan bahwa daerah di bawah
Porong secara regional telah dipengaruhi oleh struktur dan tektonik zona
kompresif yang komplek (complex tectonic compressive
zone).
·
Lokasi sumur
eksplorasi BJP-1 merupakan suatu kesatuan dari sistem sumur-sumur produksi (production
wells) dari lapangan gas Wunut (Wunut Gas Field). Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan eksplorasi sumur BJP-1 bukan yang pertama dilakukan di
daerah sekitar Porong, sehingga sudah ada informasi awal geologi bawah
permukaan (subsurface geological
information) yang dapat digunakan
sebagai acuan.
·
Model
penafsiran bawah permukaan (subsurface) berdasarkan penampang seismik
refleksi (seismic reflection profiles) memperlihatkan tubuh terumbu batu
gamping (reef limestone body) Formasi Kujung (Kujung Formation), sebagai target dari pemboran eksplorasi sumur
BJP-1.
Formasi Kujung bersentuhan
secara tidak selaras (unconformity) dengan satuan Batulempung Kalibeng (Kalibeng
clay stone unit), disertai dengan indikasi adanya ‘mobile shale’.
Formasi Kalibeng selama
ini telah ditetapkan sebagai sumber lumpur dari Lupsi.
·
Semburan Lupsi
keluar di permukaan tidak melalui jalur lubang sumur eksplorasi (exploration
drill hole), tapi dari pusat semburan (eruption centre) yang
berjarak 150-200.
·
Gambar 41
menara pemboran berwarna hijau, adalah skematik upaya penanggulangan semburan
dengan teknologi Relief Well yang
telah diimplementasikan semasa Timnas.
Indikasi
keberadaan Patahan Watukosek dan implikasinya
·
Sistem Patahan
Watukosek oleh Mazzini dkk., (2007) ditentukan memainkan perang penting (play important role) sebagai salah satu
pengendali mekanisme pembentukan rekahan-rekahan.
Untuk selanjutnya merupakan
sarana keluarnya Lupsi dari dalam bumi (interior
of the Earth) ke permukaan (surface
of the Earth).
Disamping itu sistem
Patahan Watukosek telah ditetapkan oleh Abidin dkk.,(2008) sebagai penyebab
fenomena deformasi pengangkatan (uplift) di sebelah timur laut pusat
semburan yang terjadi sekitar 3-4 bulan pasca awal semburan.
·
Gambar 42 memperlihatkan
Patahan Watukosek memanjang berarah timur laut barat daya, berawal dari komplek
Gunung Pananggungan di selatan, melalui lokasi Lupsi di bagian tengah. Menerus
ke utara sampai di pantai Selat Madura, melewati beberapa kenampakan mud
volcano Kalang Anyar, dan Gunung Anyar.
Gambar 42. Keberadaan struktur deformasi di daerah semburan Lupsi, yaitu lokasi
Sistem Patahan Watukosek, penyebab bengkoknya rel kereta api, dan struktur
diapirsm ditafsirkan dari penampang seismic refleksi memotong sumur BJP-1 (dikompilasi dari Mazzini dkk., 2007)
·
Penampang
seismik refleksi memperlihatkan adanya indikasi struktur diapir di dekat sumur
BJP-1.
·
Bengkoknya rel
kereta api ditafsirkan sebagai akibat pergerakan dari Patahan Watukosek.
BAGIAN 5
Umum
·
Bagian 3 buku
yang ditinjau (Basuki 2008) diberi judul Dari
Teknologi Canggih hingga Upaya Spiritual, untuk mengungkapkan
kembali rencana dan implementasi terkait
upaya penanggulangan semburan yang dilakukan semasa Timnas.
Dengan tujuan baik untuk
menghentikan secara total semburan (total stopping eruption). Atau
mengurangi debit semburan (decreasing flow rate).
Untuk itu telah
dilaksanakan atau masih dalam perencanaan berbagai teknologi, mulai dari yang
sederhana (memasukkan batu andesit untuk menyumbat lubang aliran Lupsi) sampai
yang canggih, yaitu Relief Well.
·
Demikian pula
yang tidak kalah menariknya adalah bagaimana berbagai komponen masyarakat telah
berkontribusi secara spiritual untuk menjinakkan keganasan Lupsi.
Pada Perpres 14/2007, hal
tersebut merupakan salah satu misi dari upaya penanggulangan semburan. Dengan
makna semua upaya atau ikhtiar yang dapat dilakukan baik teknis maupun non-teknis
yang didedikasikan untuk menghentikan semburan atau mengurangi kecepatan
semburan (eruption flow rate).
Alur Pikir dan Kata Kunci
·
Penulis buku
pada awal bab ini mempertanyakan apakah kita hanya bisa pasrah dan bertanya
bahwa semburan lumpur di Sidoarjo dapat dihentikan, tanpa melakukan upaya
nyata?
·
Pertanyaan
tersebut selanjutnya direspon dengan pernyataan bahwa berbagai upaya yang
langsung (directly dedicated) untuk
menghentikan semburan (stopping eruption)
dan yang bertujuan untuk mengurangi debit semburan, serta upaya yang nonteknis ‘spiritual’ telah diimplementasikan.
·
Relief Well
1-2 oleh penulis buku disebutnya sebagai senjata pamungkas. Oleh Karena itu,
adalah wajar bila diharapkan dapat mengatasi semburan Lupsi.
Teknologi Relief Well
1&2 dilaksanakan berdasarkan rasionalisasi bahwa Lupsi merupakan hasil UDBO, yang keluar melalui bagian bawah
sumur BJP-1.
Pada bagian ini secara
jujur penulis buku menyebutkan bahwa upaya-upaya
tersebut disimpulkan telah mengalami kegagalan.
Gambar 43. Memperlihatkan makna dari BAB 3 Dari Teknologi Canggih diilustrasikan
dengan Relief Well dan Double Cofferdam sampai ke Spiritual.
·
Salah satu usulan
(proposal) untuk memperkecil debit semburan adalah dari Jepang. Proposal ini yang telah dibahas sampai
pada tingkat Dewan Pengarah BPLS, pada pokoknya akan menerapkan double steel cofferdam (penulis sebut sebagai
tong
setan). Karena akan membangun suatu silinder dengan ketinggian mencapai
40 m dan diameter 120 m.
·
Namun proposal
dengan menerapkan metoda ‘Tong Setan’
tersebut belum dapat diterima untuk diimplementasikan. Suatu pertimbangan untuk
menolaknya adalah kekhawatiran terjadinya deformasi geologi (geologic
deformation) di pusat semburan.
Dalam kaitan ini terutama
terjadinya fenomena deformasi subsidence tipe runtuh seketika. Dimana pembentukannya
sebagai implikasi dari proses-proses pembebanan (loading process) endapan sedimen Lupsi di permukaan, erosi batuan
sumber (source rock erosion), dan terjadinya patahan ke bawah (downtrough
faults).
·
Dugaan
tersebut ternyata menjadi kenyataan! Karena saat ini pusat semburan telah mengalami perubahan yang dramatis (dramatically
change).
Pada awal tumbuh dan
berkembangnya Lupsi (Lupsi birth and development) secara keseluruhan
wujud kepundan dicirikan oleh topografi tinggi (topographic height) dari suatu mud volcano.
Selanjutnya kepundan mud
volcano tersebut telah berubah menjadi suatu daerah depresi (depression region) berbentuk kaldera
yang luas (large caldera).
Rincian alur
pikir dan kata kunci Bab 3 sebagai berikut:
·
Bab 3 oleh
penulis buku diawali dengan pertanyaan apakah
kita hanya bisa pasrah menghadapi dahsyatnya semburan Lusi, dan pertanyaan
selanjutnya adalah apakah semburan tersebut dapat dihentikan?
·
Jawaban
terhadap pertanyaan pertama adalah sampai saat buku ditulis, belum
ada yang bisa menjawab dengan pasti bahwa semburan dapat dihentikan!
·
Dalam rangka
upaya penanggulangan semburan Lupsi, telah diujicobakan berbagai metoda ilmiah
dan mengaplikasikan teknologi dari yang sangat canggih sampai yang non ilmiah.
·
Namun sebegitu
jauh upaya untuk menghentikan semburan (stopping
eruption efforts) belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini bila dibandingkan
dengan ekspektasi atau harapan dari masyarakat yang demikian tinggi.
Gambar 44. Alur Pikir Bab 3 berjudul Dari Teknologi
Canggih hingga Upaya Spiritual.
·
Teknologi
canggih semasa Timnas PSLS yang telah diimplementasikan adalah Snubbing unit, side tracking, Relief well.
Merupakan metoda dan pendekatan yang umum diterapkan pada kegiatan eksplorasi
migas (oil and gas exploration
activities).
·
Dalam catatan
lapangan (field record) teknologi snubbing unit yang dilaksanakan tanggal
18 Juni 2006 dinyatakan tidak berhasil.
·
Demikian pula
teknologi Side tracking pada tanggal
9 Agustus 2006 dinyatakan tidak berhasil.
·
Selanjutnya
telah digunakan jurus pamungkas yaitu
menggunakan teknologi canggih (advance
technology) Relief Well 1&2.
·
Catatan
lapangan bahwa pada tanggal 12 Agustus 2006 Relief Well-1 dihentikan.
·
Selanjutnya
pada 26 Oktober 2006, Relief well 2 dimulai. Bukan hanya Timnas yang
mengharapkan kali ini senjata pamungkas akan berhasil menghentikan segala
bencana yang telah terjadi.
Tapi seluruh komponen
masyarakat menanti berharap dengan penuh kecemasan, bila gagal maka pertanyaan
yang timbul adalah teknologi apalagi yang lebih canggih dari senjata pamungkas
tersebut?.
Hal ini antara lain karena
sudah terlanjur disosialisasikan secara gencar oleh media massa baik cetak
maupun elektronis, bahwa sebagai senjata pamungkas teknik Relief Well tentunya yang paling kapabel dari teknologi yang ada.
Sebagai implikasi hal
tersebut, suasana kebatinan yang berkembang saat itu, perencanaan strategis
penanggulangan Lupsi ditempatkan pada jangka pendek dan tidak melihat
kemungkinan jangka panjang.
·
Namun realitas
yang dihadapi berbeda dari harapan. Karena impian indah (sweet dreaming) bahwa semburan Lupsi dapat dihentikan dengan
senjata pamungkas ternyata tidak juga menjadi kenyataan (the dream not come true). Sehingga
pada tanggal 13 Desember 2006 Relief well-2 ditutup.
·
Dengan
gagalnya teknologi Relief Well 1&2
yang ditentukan sebagai senjata
pamungkas tersebut. Selanjutnya dicoba alternatif lainnya, yaitu insersi
rangkaian bola-bola beton.
Teknologi ini merupakan
inovasi putra-putra bangsa dari ITB, yang dirancang untuk memperkecil debit
semburan dan bukan untuk mematikan total (total stopping).
Untuk itu pada tanggal 7
April 2007 sejumlah 398 dari 1.000 rangkaian bola-bola beton telah dapat
dimasukkan ke dalam kawah.
·
Selama proses
insersi dipantau keberadaan bubble baru
dan lama. Karena dengan mengganggu jalan keluar Lupsi pada saluran (conduit)
dikhawatirkan akan memberikan dampak pada terjadinya bubble baru.
Namun realitas yang
dihadapi adalah bahwa `lternatif ke 2, yaitu teknologi insersi bola-bola beton tidak memberikan hasil sebagaimana yang
banyak diekspektasikan oleh banyak pihak.
·
Penulis saat
hari-hari pertama menginjakkan kakinya di Surabaya untuk misi penanggulangan
Lupsi, berkesempatan mengadakan diskusi langsung dengan Tim ITB.
Pada pertemuan tersebut
disarankan bahwa sebelum sisa rangkaian bola beton dimasukkan kembali, terlebih
dahulu dilakukan evaluasi yang akurat terhadap beberapa parameter yaitu: 1) tekanan,
2) temperatur, dan 3) yang paling penting geometri dari saluran Lupsi yang
berdasarkan perkiraan telah mengalami perubahan dan perkembangan secara cepat.
·
Rasionalisasi tersebut
menjadi beralasan karena menjelang HUT yang ke 2, Lupsi telah dijuluki sebagai
suatu mud volcano yang tumbuh paling
cepat di dunia (the worlds fastest
growing mud volcano).
Sebagai rasionalisasi
penganugrahan tersebut karena Lupsi hanya memerlukan 2 tahun untuk memasuki
tahap runtuh seketika dan selanjutnya membentuk suatu kaldera.
·
Disamping teknologi
canggih seperti Relief Well dan
insersi bola-bola beton, telah dilakukan partisipasi orang pintar dan
paranormal.
·
Bahkan telah dilaksanakan
suatu sayembara mematikan semburan secara nonteknis (melibatkan paranormal) dengan
menyediakan hadiah sebesar Rp 80 juta.
Namun kembali realitas
yang harus diterima tidak ada yang memenangkannya. Sehingga seolah-olah Lupsi terus
tumbuh dan berkembang mengikuti naluri dan perangainya sendiri.
·
Usulan lainnya
yang belum diputuskan antara lain dari tim Unbraw dengan teknis memasukan batu
andesit (andesit rocks), merupakan
batuan beku (igneous rock) hasil
kegiatan magmatisme di jalur gunung api (volcanic
belts).
·
Beberapa
usulan lainnya yang belum bisa dilaksanakan adalah penerapan dari hukum
Bernoulli, oleh Djaja Laksana.
Prinsipnya adalah
menggunakan tekanan hidrostatik berlawanan (counter
hydrostatic pressure), dengan meninggikan pusat semburan.
Untuk itu harus dibangun
suatu bangunan berbentuk silinder yang relatif tinggi (height) dan luas (wide)
sebagaimana ’Tong Setannya’ dari
Jepang (Takahira).
·
Prinsip Bernoulli
secara umum juga telah diadopsi untuk pengendalian semburan, dimana tanggul
cincin (change dikes) yang melindungi pusat semburan (eruption
centre) direncanakan akan terus ditinggikan sampai mencapai target ketinggian
maksimum (maximum height) 21m.
Upaya ini diharapkan
memberikan manfaat pada dua hal: 1) dapat menghasilkan counter hydrostatic pressure, sehingga flow rate semburan dapat diminimalkan, dan 2) terjadi gradien
topografi (gradient topographic) yang
cukup signifikan antara pusat semburan di bagian utara Pond Utama, dengan
daerah penampungan sementara Lupsi sebelum dialirkan ke Kali Porong.
Yaitu dengan mengalirkan
melalui Kanal Barat sampai ke Intake di bagian barat daya dari Pond Utama.
·
Jaring
laba-laba (spider web technology),
merupakan modifikasi dari teknik insersi bola-bola beton.
Prinsipnya membuat
peralatan untuk menyumbat saluran (conduit) dengan jaring laba-laba yang
akan mengembang setelah mencapai kedalaman yang diinginkan.
·
Dari upaya
tersebut diatas maka penulis buku menyatakan bahwa ‘Berbagai metoda dan teknologi sudah dilakukan
untuk atasi semburan, namun kenyataannya lumpur panas masih terus menyembur’.
·
Karena itu
pesan moral sebagai outcome disebutkan bahwa ‘alam masih menunjukkan
keperkasaannya’.
Dalam kaitan ini harus dapat diterima kenyataan
bahwa upaya manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, belum dapat
mengatasi kebesaran, kedahsyatan fenomena alam (natural phenomena).
Bahkan salah satu pakar kebumian dalam tulisannya
untuk menyikapi dilaksanakannya metoda insersi bola-bola beton disebutnya mengibaratkan
sebagai pertempuran antara David dan Goliath (David and Goliath’s
War).
Merupakan suatu pertempuran yang tidak seimbang
antara David sebagai upaya manusia dengan teknologinya melawan fenomena alam
yang demikian dahsyat (seperti upaya akan mematikan gunung magmatic?).
·
Penulis
menutup epilog, kembali dengan suatu pesan moral, sebagai cerminan kegalauan
terhadap realitas ketidakberhasilan untuk menanggulangi semburan Lupsi bahwa ‘Kita sebagai manusia bisa belajar hidup berdampingan dengan
fenomena alam ini, dan menyikapinya dengan lebih bijaksana’.
Anatomi dan pengendali mekanisme Lupsi
Gambar 45. Alur diagram skematik anatomi dan pengendali mekanisme semburan dan
luapan serta upaya-upaya pengendaliannya (Prasetyo 2007).
·
Atas upaya penanggulangan
semburan yang telah disampaikan oleh penulis buku, maka penulis merespon dengan
diagram yang memperlihatkan anatomi (anatomy), pengendali mekanisme (driving force mechanism) dan upaya (effort) yang telah dilakukan selama ini
(Gambar 45), sebagai berikut:
Anatomi
semburan:
·
Terdiri dari
beberapa aspek yang terkait langsung maupun tidak, yaitu: 1) Kedudukan geologi (geological
setting) dan tektonik regional (regional tectonic), 2) ukuran
reservoir (reservoir size), 3) sumber panas (thermal sources) dan
overpressure lumpur (mud overpressure), 4) geometri conduit (conduit
geometry), dan 5) temperatur dan tekanan (temperature and pressure).
Pengendali
Mekanisme:
·
Energi pemicu
awal (initial energy force), pembentukan rekahan (fractures
formation), mekanisme aliran ‘jet steam/ dan erosi ‘lumpur’ (jet
steam and erosional mud driving mechanism).
Kondisi di
permukaan:
·
Kecepatan
semburan (flow rate), tinggi kick (kick high eruption) atau tinggi
gelombang (wave height), tinggi dan kepadatan asap (high and erupting
smoke dense) , kompoisi air (water composition), lumpur (mud),
gas (gas), mineral (mineral contents), temperatur (temperature),
kandungan gas H2S dan LEL (metana), durasi semburan (eruption duration),
luas genangan (area covers), tebal lumpur (thick mud)
Deformasi
bawah permukaan:
·
Deplesi
penutup (cover rock depletion), runtuhnya gerowongan (collapse
covern) atau, sag subsidence (penurunan runtuh) sampai yang ekstrim
dalam intensitas penurunan adalah runtuh seketika pusat semburan (sudden
collapse eruption centre).
Parameter dari
data di Pusat Semburan:
·
Kecepatan
semburan (flow rate), temperatur, tekanan, durasi, rasio reservoir
sumber versus debit menghasilkan lamanya durasi semburan ke depan. Durasi
sampai saat ini yang dikalikan dengan parameter debit dan densitas akan menghasilkan
volume total (total volume) lumpur dalam satuan jutaan ton.
Upaya
penanggulangan semburan:
·
langsung
menghentikan, mengurangi debit, status teknologi
Gambar 46. Inovasi pompa booster salah satu upaya BPLS untuk memompa Lupsi cair tanpa
menggunakan injeksi air dalam jumlah yang signifikan. Pompa booster awalnya
merupakan bagian dari kapal keruk (dredger).
·
Pompa
Booster-2 merupakan salah satu inovasi dari Bapel BPLS, untuk memompa lumpur
panas (hot mud) tanpa memerlukan injeksi air (water injection) dalam
jumlah yang besar.
·
Pompa booster
yang awalnya merupakan bagian dari sistem kapal keruk (dredging), telah
diinovasikan BPLS, untuk secara langsung dapat memompa lumpur yang masih berada
pada kondisi yang panas.
·
Penerapan
pompa booster dimaksudkan sebagai komplemen atau pendukung (backup) dari
sistem pompa-pompa utama dan dredger yang ditempatkan Lapindo di Basin 41
(utama), dan khususnya Intake (dredger).
·
Pada awal uji
coba pompa booster ditempatkan di Tanggul 42, selanjutnya ditempatkan jauh ke
utara mendekati sumber Lupsi di permukaan, yaitu di atas Cekungan Renokenongo,
persimpangan antara Tanggul 43 dan Tanggul Renokenongo dengan pipa inlet di
Kanal 43.
Gambar 46. Pembuatan Tanggul Lingkar Luar di Desa Renokenongo, untuk mencegah Lupsi
tidak meluap ke timur, karena Tanggul Lingkar Dalam telah Jebol.
Namun, karena mengalami
masalah dengan terlalu panjangnya pipa sampai ke outlet di Kali Porong (1,2 km), sehingga mengalami ‘blocking’,
pada perkembangan terakhir pompa booster kembali ditempatkan di T 42.
·
Secara
teknologi pada masa Timnas, Lupsi sebelum dipompa ke Kali Porong terlebih
dahulu mengalami proses pendinginan dan pengenceran dan separasi fraksi halus
dan kasar di Spillway.
Sehingga yang dipompakan
ke Kali Porong telah relatif dingin dan halus, bila dibandingkan dengan
pengaliran Lupsi pada masa BPLS yang langsung dari Basin-41 atau Intake-37 tanpa
dilakukan separasi antara fraksi kasar dan halus.
·
Penerapan
pompa-pompa khusus untuk lumpur (slurry pump) memberikan implikasi, bila
Lupsi dibuang pada musim kering dimana debit air di Kali Porong minimal, maka
akan terjadi sedimentasi Lupsi yang signifikan.
Gambar 47. Memperlihatkan jebolan tanggul dalam Reno (P 611) sehingga Lupsi telah
menggenangi Basin Reno, yang sebelumnya diisi dengan air. Celah Reno merupakan
suatu titik lemah yang berpotensi menimbulkan bencana meluapnya PAT. Karena itu
BPLS berupaya sekuat tenaga sebelum musim hujan, Tanggul Baru Reno (Lingkar
luar) dapat dibangun.
·
Sehingga
diperlukan suatu kegiatan agitasi yang intensif, agar bila saatnya tiba, air
Kali Porong telah datang dengan debit yang memadai, selanjutnya sedimen akan
dierosi dan dihanyutkan ke arah hilir.
Sehingga terjadi
pembersihan (wash out) sampai pada dasar sungai. Rasio keberhasilan
normalisasi Kali Porong menghadapi sedimentasi yang intensif tersebut telah
dilakukan pada tahun 2007.
·
Mempertimbangkan
bahwa Kali Porong telah mempunyai landasan hukum antara lain Perpres 14/2007
(Pasal 15, Ayat 5) untuk digunakan sebagai media pengaliran Lupsi ke Laut
dengan kekuatan energi alami yang dimilikinya.
Selanjutnya akan terjadi
sedimentasi yang intensif di Kali Porong, bila pengaliran Lupsi dari Pusat
Semburan melalui outlet pipa ke Kali Porong pada musim kering.
·
Maka strategi
ke depan yang telah dirumuskan bahwa Lupsi akan dialirkan besar-besaran selama
musim penghujan, dimana aliran Kali Porong mempunyai energi alami (natural energy) yang cukup dahsyat.
Sedangkan musim kering
Lupsi akan disimpan di kolam-kolam penampungan.
Untuk itu saat ini Bapel
BPLS terus berupaya agar sebelum musim penghujan, dapat dituntaskan membangun
tanggul lingkar luar yang melingkupi (temu gelang) Peta Area Terdampak 22 Maret
2007.
BAGIAN 6
Umum
Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan.
·
Misi utama
dari penanganan luapan lumpur yang telah disemburkan dari bawah permukaan (subsurface)
ke permukaan (surface) di pusat semburan adalah dengan mengendalikan Lupsi
agar tidak meluas ke luar Peta Area Terdampak yang ditetapkan tanggal 22 Maret
2007 (selanjutnya disingkat dengan PAT).
·
Upaya dan
langkah yang dilakukan adalah dengan mengalirkan Lusi dari pusat semburan di
utara Pond utama, melalui sistem Kanal menuju Intake-37 (barat daya) atau Basin-41
(tenggara) dimana sebelum mengalami fase pembentukan kaldera tanggal 2 Juni
2008 pengaliran melalui Kanal Barat.
·
Mengangkut
Lusi dari Intake dan Basin-41 ke Kali Porong dan selanjutnya diangkut secara proses
alami ke laut atau tepatnya di Selat Madura (Madura
Strait).
Alur Pikir dan Kata Kunci
Gambar 48. Gambar Alur Pikir Bab 4 Manajemen
Lumpur di Permukaan
·
Manajemen lumpur
di permukaan pada hakekatnya adalah menangani genangan luapan lumpur di
permukaan, sebagai hasil dari semburan Lupsi yang berasal dari dalam perut bumi
(interior of the Earth).
·
Kondisi umum
bahwa debit atau intensitas luapan lumpur dari hari ke hari terus bertambah.
Saat awal semburan
dilaporkan sebesar 5000 m3/hari, pada bulan Desember 2006 dilaporkan Mazzini
dkk., (2007) semburan Lupsi mencatat rekor sebesar 180.000 m3/hari.
Selanjutnya pada masa BPLS
flow rate rata-rata telah mengalami penurunan, diperkirakan sekitar
100.000 m3/hari.
·
Terkait dengan
pengaliran Lupsi ke Kali Porong, sejak masa Timnas sampai Sekarang (BPLS) telah
menjadikan kontroversi. Pada awalnya lumpur tak boleh di buang ke Kali Porong.
Namun akhirnya dengan
payung Keppres 13/2006 dan dilanjutkan dengan Perpres 14/2007 dan 48/2008
menjadi kebijakan umum bahwa Lupsi dialirkan ke Kali Porong.
Dengan penekanan sebagai suatu
sarana transit dan bukan sebagai tujuan akhir (final target). Untuk selanjutnya dialirkan ke Selat Madura.
·
Penulis buku
menegaskan bahwa upaya manajemen lumpur di permukaan secara menyeluruh mencakup
menjaga tanggul dan mengalirkannya ke laut.
·
Untuk
menggambarkan bagaimana sulitnya penanganan lumpur di permukaan ini, penulis
buku mengilustrasikan bahwa baru 1 (satu) bulan Timnas bertugas sudah 2 (dua)
tanggul yang jebol.
Sebagai rasionalisasi penyebab
jebolnya tanggul tersebut antara lain adalah aspek non-teknis (nontechnical aspect), yaitu karena masyarakat
menolak untuk membangun tanggul.
Hal ini juga terus dialami
BPLS saat ini, namun sebagai pemicu adalah karena pembayaran uang muka 20% dan
80% ‘cash and carry’ oleh Lapindo
kepada warga terdampak sebagaimana diarahkan oleh Perpres 14/2007 yang belum
tuntas, bahkan mengalami banyak kendala dan hambatan.
Bahkan pengalaman faktual
telah terjadi pada 27 Agustus 2008, karena adanya blokade total kegiatan
penanggulangan Lupsi oleh warga, Tanggul 44.1 telah jebol, sehingga memerlukan
waktu beberapa hari untuk menormalisasikannya.
·
Digambarkan
secara faktual bahwa pada tanggal 18 November 2006 Tanggul Cincin telah jebol.
Sebagai implikasi Luapan lumpur telah menggenangi jalan tol yang saat itu masih
eksis di sebelah timur pusat semburan. Sehingga jalan tol terpaksa harus kembali
ditutup. Sebagai implikasi telah menimbulkan kemacetan yang kronis di jalan
arteri, sebelah barat Pusat Semburan.
·
Penulis buku
menggambarkan bagaimana ‘ganasnya
semburan’ secara kuantitatif bahwa tendangan (kick) semburan lumpur mencapai tinggi sekitar 5 m, dengan debit sebesar
150.000 m3/h. Sebagai catatan penulis membandingkan bahwa secara umum saat ini
semburan telah mencerminkan pola ‘geyser’
dengan fase tenang semburan yang panjang (long
phase of calm eruption).
·
Sebagai
situasi yang dramatis pada tanggal 18 November 2006, Jam 20.00 WIB pipa gas milik
Pertamina, telah meledak, dipicu oleh deformasi penurunan (subsidence deformation). Jebolnya tanggul cincin, meledaknya pipa
gas, telah menyebabkan Peta Area Terdampak meluas ke utara (Daerah PerumTAS).
·
Payung hukum Keppres
13/2006 memberikan arah kebijakan pembuangan lumpur ke Kali Porong, yang terus
dipertahankan pada Perpres 14/2007.
Sehingga payung hukum ini
untuk menghilangkan keragu-raguan bagi BPLS dan Lapindo, untuk melaksanakan
kebijakan pengaliran Lupsi dari Pond Utama ke Kali Porong, selanjutnya dengan
proses alami diangkut ke Selat Madura.
·
Untuk
implementasi pengaliran Lupsi ke Kali Porong semasa Timnas telah disiapkan 7
pompa, dengan mekanisme menggunakan spillway. Upaya membuang Lupsi ke Kali
porong selanjutnya ke laut diakui oleh penulis buku tidak semudah yang dibayangkan
semula.
·
Kesulitan
pengaliran Lupsi antara lain pompa-pompa sering mengalami kemacetan karena
lumpur padat dan panas (dense and hot) dan banyaknya mengandung sampah.
Kendala lainnya dalam penanganan luapan Lupsi karena karakteristik lumpur cepat
beku, ketika temperatur menurun, sehingga menyulitkan untuk dapat dialirkan.
·
Untuk
menghadapi musim hujan telah dibangun spillway dengan harapan dapat
meningkatkan pengaliran lupsi ke kali Porong. Dengan dibangunnya spillway
diharapkan penanganan lumpur dapat diencerkan dahulu baru kemudian dipompa ke Kali
Porong
·
Disamping
mengalirkan Lupsi ke Kali Porong, semasa Timnas juga telah dicoba untuk
membuang lumpur padu (dense or compact
mud) ke Desa Ngoro menggunakan media angkutan dump truck. Namun upaya ini terhambat oleh faktor keuangan.
·
Pengaliran
lupsi dari pusat semburan sampai ke tempat penampungan sementara di Pond Utama
ditempuh dengan jalur melalui kanal barat (West
Canal), dengan dibantu oleh peralatan backhoe (excapontoon, clamp cell,
dll).
·
Suatu fakta
yang diungkapkan penulis buku terhadap sulitnya mengalirkan Lupsi, adalah kecenderungan
bahwa sejak Timnas telah dilakukan pengaliran
lumpur ke utara.
·
Sebagai
catatan sampai saat ini pengaliran Lupsi terus dilakukan Lapindo ke utara atau
Pond PerumTAS, karena dua penyebab.
Sistem pengaliran Lupsi
dari pusat semburan mengalami kendala alami sehubungan telah terjadinya
deformasi yang signifikan yaitu sudden collapse.
Menyebabkan morfologi
pusat semburan yang awalnya sebagai daerah tinggian (high), berubah
menjadi daerah depresi yaitu kaldera yang luas. Sebagai akibat tidak terdapatnya
gradien topografi yang signifikan.
Bahkan sistem Kanal Barat (west
canal system) di Pond Utama yang telah
dikembangkan sejak Timnas, telah lumpuh.
Sehingga diganti dengan
menggunakan sistem Kanal Timur (east
canal system) dan akhir aliran Lupsi di dalam PAT di Basin 41.
·
Dengan
berbagai kesulitan yang dihadapi, disampaikan oleh penulis buku bahwa akhirnya di
penghujung masa tugas Timnas Lupsi telah dapat dialirkan ke Kali Porong, dan
merupakan transisi dilanjutkan oleh Bapel BPLS.
Epilog:
·
Berbagai upaya
yang dilakukan Timnas PSLS sebagaimana diuraikan di atas sudah maksimum. Namun suatu
realitas yang diakui penulis buku bahwa semburan
Lupsi masih belum berhasil dihentikan?
·
Semburan lumpur dari ke hari masih terus menyembur
dengan intensitas yang besar.
·
Kita tak akan
dapatkan apa-apa jika hanya berpangku tangan (do nothing) dalam menghadapi semburan Lusi. Sebaliknya bila kita telah berbuat sesuatu (do
something), sehingga kita akan dapat pelajaran Luar Biasa.
Upaya penanggulangan Lupsi dari saat Timnas PSLS ke
BPLS
Perubahan
Pengaliran Lupsi dengan sistem Kanal Timur
Gambar 49. Pengaliran Lupsi dari pusat semburan ke Intake melalui jalur konvensional
Kanal Barat yang telah diterapkan sejak Timnas sampai ke BPLS. Namun seiring
dengan terjadinya sudden collapse 2 Juni 2008, yang penulis sebut sebagai paradigma
baru sistem semburan dan luapan Lupsi, kanal barat telah tidak berfungsi
(idle), dan dialihkan ke kanal timur.
·
Pada masa
Timnas pengaliran Lupsi dari pusat semburan terutama menggunakan sarana kanal
barat, intake ke spillway mengalami pendinginan, pengenceran dan
separasi antara fraksi halus dan kasar. Selanjutnya Lupsi dipompakan ke kali
porong.
Gambar 50. Kegiatan agitasi menggunakan alat berat, agar bila saatnya aliran Kali
Porong sudah cukup besar, sedimen Lupsi yang telah mengendap dapat dierosi
(wash out) dan dihanyutkan ke hilir.
·
Kondisi
pengaliran Lupsi pada masa BPLS, status bulan Oktober 2008, situasi telah jauh
berubah:
1) pusat semburan telah berubah
dari sebelumnya sebuah kepundan (crater)
merupakan daerah positif menjadi suatu kaldera
yang luas,
2) pengaliran melalui
kanal timur (east canal),
3) penampungan Lupsi berada
di tenggara Pond Utama yaitu di Basin 41, sebelumnya saat Timnas konsentrasi di
Intake 37 (barat daya Pond Utama).
·
Lupsi dari
intake-37 dan atau Basin-41 dipompakan langsung ke Kali Porong, tanpa terlebih
dahulu melalui proses pendinginan dan pemilahan, dan outlet saat ini terutama
terkonsentrasi terutama ke sisi timur jembatan tol. Sedangkan semasa Timnas
PSLS di selatan rumah pompa di spillway.
Gambar 51. Catatan sketsa di sekitar Kaldera dan Overflow 44 pasca runtuh kawah
bersamaan dengan Jebol tanggul T-41, selanjutnya penulis mendeklarasikan
sebagai interval ke 2 terjadinya runtuh seketika pusat semburan.
·
Gambar 49 memperlihatkan
kondisi kegiatan di sektor T. 47-25 (barat Tanggul Utama) sebelum Juni 2008,
pengaliran Lupsi dari pusat semburan masih melalui kanal barat dengan dibantu
oleh excavator long arm dan excavator-pontoon. Foto diambil dari helicopter
bersamaan dengan ulang tahun Lupsi ke 2 tanggal 29 Mei 2008.
·
Namun, pada tanggal
2 Juni 2008 telah terjadi interval perulangan ke 2 runtuh seketika pusat
semburan (second recurrent interval
sudden collapse of eruption centre), dengan intensitas 4 m dalam satu malam
sebagai implikasi terjadi perubahan yang drastis (significant change) dalam sistem semburan dan luapan lupsi (eruption and flowing mudflow system).
Perbandingan Kondisi Kali porong
·
September 2007
dilakukan agitasi di selatan spillway menggunakan kapal keruk dan
excavator ponton bersamaan pembuangan Lupsi langsung dari Intake di titik 37
(barat daya Pond Utama).
·
Pada Juli 2008
saat musim panas sedimentasi di selatan spillway telah signifikan
sehingga aliran tersisa sekitar 20 m di bagian selatan.
·
Lesson Learn dengan
melakukan agitasi pada sedimen Lupsi di Kali Porong bersamaan dengan kekuatan
aliran Kali Porong yang digelontorkan dari daerah hulu (upstream), maka pada November 2007, sedimentasi Lupsi tersebut sebagian
besar telah dapat dihanyutkan ke arah muara (downstream).
Gambar 52. Citra satelit IKONOS-CRISP diambil 11 Oktober 2008, memperlihatkan tahap
perkembangan Kaldera Lupsi, dimana pusat semburan atau ‘big hole’ bergeser
mendekati Tanggul Cincin 44.1 (utara-timur, terjadi fenomena radial subsidence
atau collapse di utara Tanggul Cincin.
Deformasi
runtuh seketika di Pusat Semburan
·
Gambar 51 dan
52, Citra satelit Ikonos-CRISP memperlihatkan sketsa terjadinya sudden collapse dengan intensitas 4
m/malam pada 2 Juni 2008 yang secara drastis merubah skenario semburan dan
luapan lupsi.
·
Pusat semburan
yang sebelumnya telah membentuk suatu kepundan dari gunung yang merupakan
daerah topografi tinggian, telah berubah menjadi daerah depresi yang luas
(kaldera).
·
Pengaliran
yang sebelumnya ke selatan melalui kanal barat, telah lumpuh, sehingga aliran
lumpur ke Basin 41 dilakukan melalui kanal timur dengan mekanisme limpasan,
sehingga kurang memberikan efek topografi gradien (gradient topographic)
yang dapat menimbulkan pengaliran secara alami (natural flow).
Gambar 53. Foto-foto memperlihatkan bagaimana dahsyatnya akibat runtuhnya Tanggul
Reno yang terjadi hanya dalam satu malam, sepanjang 250 meter dengan ketinggian
runtuhan sekitar 2m, hal ini bisa dibandingkan dengan runtuh sekitar pusat
semburan terjadi 2 Juni 2008.
Perkembangan
Tanggul dan Basin Reno
·
Mengilustrasikan
bahwa dalam penanggulangan Lupsi banyak hal-hal yang terjadi yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya (unpredictable).
·
Dalam hal ini
citra satelit memperlihatkan lokasi Tanggul Reno yang mengalami deformasi
runtuh seketika tipe terban (graben-like),
sehingga pada tahap perkembangan berikutnya membentuk Celah Reno (Reno Gap).
·
Penulis
menyebutkan sebagai Celah Reno untuk suatu jalur sempit yang terjadi akibat
runtuhnya tanggul Renokenongo (T-6), sehingga pada perkembangan selanjutnya akan
menjadi sarana untuk mengalirnya Lupsi atau air secara alami dari Pond PerumTas
menuju Basin Reno yang ada di belakang (sebelah timur).
Perubahan
Pengaliran Lupsi dari Kanal Barat ke Kanal Timur
Gambar 54. Foto memperlihatkan sistem pengaliran dari Pusat Semburan melalui Kanal
Timur menuju Basin 41. Sebagai implikasi runtuhnya Pusat Semburan dan berubah
menjadi Kaldera (2 Juni 2008), mulai saat itulah pengaliran yang konvensional
melalui jalur barat (Kanal Barat).
·
Gambar 54 memperlihatkan
bahwa pengaliran Lupsi dari Jalur Timur mulai dari pusat semburan yang
berbatasan dengan Basin 44 di timurnya, terus ke arah timur ke Tanggul 43,
selanjutnya aliran berubah jurusan menjadi ke selatan.
Penulis berdasarkan
pengamatan di lapangan mengidentifikasikan mulai di Tanggul 42 yang berlokasi di
utara Basin 41 mulai terdapat gradien topografi yang cukup signifikan.
·
Hal menarik
yang perlu mendapat perhatian bahwa dari daerah paling selatan (titik Basin 41
atau Titik 42) bila kita memandang ke utara, khususnya ke arah pusat semburan,
maka yang tampak hanya asapnya saja.
Padahal sebelumnya (tahun
2007) saat BPLS mulai melaksanakan misi nasional Penanggulangan Lupsi, maka
pusat semburan terlihat wujud tanggul cincin, karena saat itu merupakan suatu
kepundan dari gunung lumpur.
Kenampakan Pusat Semburan pada Hut ke 2 Lupsi
Gambar 55. Pusat semburan dan sekitarnya diambil dari Helikopter, tanggal 29 Mei
2008, bersamaan dengan Hut ke 2 Lupsi.
·
Gambar 40 Foto dari helikoper 29 Mei 2008, memperlihatkan Pusat semburan dan daerah sekitarnya sebelum mengalami
runtuh seketika, masih membentuk daerah positif dibandingkan dengan daerah
lainnya.
·
Saat itu pusat
semburan masih merupakan daerah kepundan yang relatif tinggi dibandingkan
dengan daerah sekitarnya.
Gambar 56. Sedimen terdeformasi menyerupai prisma akrasi (accretion wedge), sebagai
indikasi bahwa Pond Utama telah mengalami tekanan horizontal yang berlebih ke
titik lemah di utaranya.
·
Bahkan dari
strategi Penanggulangan Semburan Lupsi yang disusun Lapindo disetujui BPLS telah
direncanakan Tanggul Cincin akan terus ditinggikan, hingga impiannya bisa
mencapai 21 meter.
Agar tercipta adanya
topografi gradient antara pusat semburan dengan intake di selatan dengan
ketinggian 14m. Apa daya impian tersebut tetap sebagai impian, hal tidak
terduga pusat semburan telah berkembang menjadi suatu Kaldera, yang terus
mengalami runtuh seketika.
·
Dalam upaya
untuk mengalirkan Lupsi terutama ke barat, atau alternatif ke utara-timur
(jalur 44-41) maka pada bagian timur pusat semburan dibangun cofferdam yang menjorok cukup jauh ke
selatan (Pond Utama), di dalam foto kenampakan seperti bentuk belalai.
·
Pasca
keruntuhan seketika di pusat semburan 2 Juni 2008, cofferdam tersebut telah runtuh total, hal ini menyebabkan Pusat
Semburan Lupsi telah mengalami penyatuan (amalgamation)
dengan Basin 44 yang telah ada di sebelah timurnya. Dan selanjutnya membentuk
Kaldera yang luas, seterusnya penulis menyebutnya sebagai Kaldera Lupsi.
Deformasi sebagai indikasi tekanan berlebih di utara Pond Utama
·
Gambar 56
memperlihatkan sedimen di utara Tanggul 44-43 dengan karakteristik adanya
tekanan pada tanggul, hal ini yang mengendalikan beberapa kali terjadinya
tanggul jebol.
·
Semburan dan
luapan Lupsi terus berlangsung dengan intensitas mencapai 100.000 m3/hari,
pengaliran ke selatan dan pembuangan ke laut melalui Kali Porong belum optimal,
hal ini menyebabkan tempat penampungan Lupsi utama disebut Pond Utama telah
semakin penuh.
·
Hal ini
memberikan konsekuensi Tanggul Utama semakin tinggi, dan tekanan horizontal ke
arah luar Tanggul dan vertikal ke bawah permukaan semakin meningkat.
·
Hal ini
memberikan implikasi bahwa di luar dari Tanggul Utama terjadi deformasi
menyerupai prisma akrasi (accretion
wedge) sebagai ciri-ciri berlangsungnya suatu rezim tekanan kompresif (compressive pressure). Zona deformasi
prisma akrasi juga dapat diamati dengan jelas di sisi luar dari Tanggul 25 di
barat Pond Utama.
·
Keduanya
mempunyai catatan sering mengalami kegagalan yaitu jebol.
BAGIAN 7
Umum
Gambar 57. Ilustrasi memperlihatkan pemanfaatan lusi ke depan, dengan fokus Lupsi
dimanfaatkan untuk mandi lumpur salah satu obyek wisata.
·
Untuk
pemanfaatan bagi berbagai kepentingan ke depan pada bagian awal harus
diyakinkan kepada stakeholders bahwa
Lupsi tidak mengandung unsur-unsur beracun.
·
Dalam Bab terkait
pemanfaatan Lupsi penulis buku telah menguraikan dengan rinci posisi lumpur,
yang antara lain dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk.
·
Sementara itu
secara menyeluruh ke depan lumpur dapat dimanfaatkan secara berganda, yaitu: 1)
ilmiah ke depan sebagai salah satu pusat studi mud volcano (mud volcano research), 2) kesehatan (health), dan 3) pariwisata (tourism).
·
Di sisi lain
dengan adanya suatu karakteristik dari fenomena semburan lumpur panas yang
berkelanjutan, adalah untuk dikembangkan sumber dari energi terbarukan (renewable energy) antara lain panas bumi
(geothermal).
Alur Pikir dan Kata Kunci Nilai Ekonomi Lumpur
Sidoarjo
Gambar 58. Alur Pikir dan Kata Kunci Nilai
Ekonomi Lumpur Sidoarjo
·
Pertanyaan
besar yang mengemuka adalah mau diapakan lumpur yang telah mengendap dan akan
menggenangi dalam jumlah yang sangat besar tersebut?
·
Penulis buku
menyatakan belum terjawab kapan Lusi berhenti!
·
Selanjutnya
dinyatakan bahwa untuk menjawab pertanyaan kapan Lupsi dapat dihentikan atau
tidak perlu adanya penelitian yang komprehensif.
·
Berbagai
usulan pemanfaatan lumpur telah diusulkan, beberapa diantaranya telah dicoba lainnya
belum.
·
Dalam kaitan
ini permasalahan mendasar adalah bagaimana mengolah lumpur agar dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk berbagai kepentingan dalam skala ekonomi
atau uji-coba.
·
Tim dari ITB
telah mengusulkan metoda untuk memisahkan antara lumpur dan air, dengan
penambahan larutan koagulan
·
BPPT dari
hasil kajiannya menyatakan bahwa Lupsi tidak terindikasi mengandung bahan
berbahaya
·
Suatu
pemahaman umum mengapa Lumpur Lupsi tidak perlu dikhawatirkan keberadaannya
dalam konteks kandungannya adalah karena ia mempunyai karakteristik yang
identik dengan lumpur dari Selat Madura. Atau secara genetik mempunyai sejarah
dengan paleo Madura Strait sediments.
·
Salah satu rekomendasi
yang harus diperhatikan sebelum pemanfaatan lebih lanjut adalah, diperlukan
penanganan Lupsi lebih lanjut sebelum ia dialirkan ke Kali Porong.
Hal ini menyerupai konsep
penggunaan spillway sebelum dipompakan ke Kali Porong. Sedangkan
pembuangan saat ini adalah langsung ke Kali Porong, dari Basin-41 atau Intake-37
tanpa melalui proses lebih dahulu.
·
Untuk itu ke
depan dipandang perlu adanya suatu upaya untuk dapat memilih tersedianya teknologi
versus perhatian atau keberpihakan terhadap dampak lingkungan (environmental impact).
·
Tim ITB telah
mengujicobakan lumpur untuk dapat diolah menjadi mikrobeton.
·
Disimpulkan
sementara bahwa pada umumnya lumpur dari
Lupsi dapat digunakan untuk menjadi berbagai material.
·
Wacana Lupsi yang
buang ke sungai atau ke laut terus mengemuka. Namun sejak Timnas PSLS, dan
khususnya Bapel BPLS memegang payung hukum dalam Perpres 14/2007.
·
Alternatif
lainnya pengolahan lumpur dengan remediasi.
·
Hasil kajian ITS
bahwa Lusi dapat dimanfaatkan baik dalam bentuk cair maupun padat.
·
ITS telah
mengujicobakan bahwa Lusi dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen
·
Dicetak jadi
Batu Bata, bahan cor beton.
·
Berkaitan
dengan kandungan Lusi Meneg Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Lupsi tidak
bahaya untuk digunakan sebagai bahan material.
·
Untuk
pemanfaatan di sektor kesehatan maka LIPI, telah melakukan penelitian
kemungkinan kandungan bakteri anti kanker untuk kemungkinan bisa digunakan sebagai
bahwa pembuatan obat.
·
Penulis buku
juga telah menyinggung Lumpur sebagai alternatif digunakan untuk mandi lumpur agar
kulit bikin mulus, jadi mengandung aspek kesehatan dan pariwisata.
·
Ujicoba nyata
Lusi digunakan sebagai campuran pembuatan bata, dan genteng.
·
Rumah contoh juga
telah diujicoba untuk dibangun dari bata lumpur.
·
Untuk
kerajinan tangan telah dikembangkan patung dari bahan lumpur, serta alat rumah
tangga lainnya.
·
Hal penting
bahwa karakteristik Lumpur panas Porong tidak berbahaya dan bisa diolah menjadi
bahan konstruksi bangunan.
·
Namun sebagai
kesimpulan adalah realitas bahwa pemanfaatan Lusi semuanya masih berada pada skala
uji-coba dan prototype dan belum dalam skala ekonomi.
BAGIAN 8
Umum
Gambar 59. Isu Kritis Gejolak Sosial Kemasyarakatan
sebagai titik awal adalah Peta Area Terdampak 22 Maret 2007 untuk penanganan
masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT, dan perluasan dimensi kewilayahan
memberikan implikasi semakin berakumulasinya gejolak sosial kemasyarakatan.
·
Gambar 60 memperlihatkan
Peta Area Terdampak 23 Maret 2007, yang merupakan lampiran tidak terpisahkan
dari Perpres 14/2007 tentang BPLS. Dimana Lapindo melaksanakan bantuan sosial (Bansos)
mencakup evakuasi, jaminan hidup, kontrak rumah untuk 2 tahun.
·
Demikian pula harga
lahan mencakup sawah, tanah kering dan bangunan ditentukan dengan harga khusus
yang di dalamnya terkandung unsur kompensasi kebencanaan.
Harga yang diberlakukan
khusus (lex specialist) tersebut pada awalnya diharapkan hanya berlaku
di dalam PAT. Namun dalam perjalanan waktu, harga tersebut dijadikan posisi
tawar dari warga (bargaining position) di sekitarnya.
Contoh nyata bahwa lahan
yang diperlukan untuk relokasi infrastruktur yang lokasinya cukup jauh dari
PAT, warga masih tetap meminta harga ‘Lapindo’.
Gambar 60. Gambar citra satelit memperlihatkan deretan bangunan pengungsi sepanjang
sisi timur jalan Tol, dan terlihat T40 dan jejak bekas meluapnya Lupsi ke
tenggara dan selatan.
·
Luapan Lusi yang
terus berlanjut dan terkadang tidak terkendali sehingga terjadi kegagalan
pengendalian tanggul (tanggul jebol), menyebabkan Lupsi menggenangi di dalam
dan diluar PAT.
Pada Januari 2008 Tanggul
di belakang pabrik Osaka jebol sehingga
air dengan koloid menggenangi Desa Ketapang, Jalan Raya dan Rel Kereta Api.
Namun, pada peristiwa tersebut lumpur panas tidak terbawa keluar.
·
Pada bulan
Februari 2008, Tanggul 40 yang berada di selatan Pond Utama, sebelah tenggara
dari Basin 41 jebol, sehingga lumpur menggenangi persawahan, perumahan warga
Desa Besuki. Karena Lupsi telah keluar dari PAT maka akhirnya pemerintah
memutuskan untuk membebaskan tiga desa di luar dan selatan PAT yaitu Desa
Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring.
Gambar 61. Situasi pengungsi warga Besuki Timur yang menempati sepanjang jalan Tol,
sehingga mengganggu upaya pasokan sirtu dan pengaliran lupsi ke Kali Porong
melalui pipa-pipa. Sebelumnya pengungsi menempati dua sisi jalan tol.
·
Dampak dari
meluapnya Lupsi ke permukiman warga adalah menimbulkan pengungsi lingkungan (environmental refugee), yaitu di Pasar
Porong Baru (pengungsi lama dari Renokenongo dan Glagaharum) dan Jalan Tol di desa
Besuki, merupakan pengungsi baru dari Desa Besuki (Gambar 47).
·
Upaya
penanganan masalah sosial kemasyarakatan yang komplek, versus ekspektasi masyarakat
yang demikian tinggi. Bahwa Lapindo dan Pemerintah dalam hal ini Timnas PSLS
dan Bapel BPSL dapat segera menuntaskan masalah utama sosial kemasyarakatan
yaitu penuntasan cash and carry.
·
Bila pada
Timnas PSLS Peta Area Terdampak telah diaktualisasikan dari PAT 26 November
2006 menjadi PAT 23 Maret 2007. Maka pada masa Bapel BPLS seiring dengan meluasnya
wilayah penanggulangan Lupsi (yang awalnya hanya di dalam PAT) maka misi penanganan
masalah sosial kemasyarakatan telah meluas. Sebagai konsekuensi, maka beberapa
masalah dan gejolak sosial telah dan terakumulasi, sehingga memberikan
implikasi yang luas yaitu:
1. Pembayaran
tahap 20% dan 80% cash and carry oleh Lapindo: Sampai HUT ke 2 Lupsi pembayaran muka 20% cash and carry masih belum tuntas. Sampai
Juli 2008 saat mulai jatuh tempo pembayaran cash
and carry tahap 80%, masih terjadi ketidakpastian (dispute) terhadap warga korban di dalam PAT yang tidak memiliki
surat bukti kepemilikan lahan dan bangunan (sertifikat), sehingga alternatif
yang disiapkan bagi kelompok warga tersebut yaitu cash and resettlement belum sepenuhnya diterima. Sebagian warga
masih tetap menghendaki skema pembayaran ‘cash
and carry’;
2. Tiga Desa
di luar PAT. Sebagai
implikasi jebolnya T 40 Februari 2008, maka Pemerintah telah melalui Perpres
48/2007 tentang perubahan Perpres 14/2007 telah menetapkan tiga desa di selatan
dan diluar PAT untuk dibebaskan guna mengoptimalkan pengaliran Lupsi ke Kali
Porong;
3. Tanah Relokasi Infrastruktur, rencana alignment
relokasi infrastruktur jalan tol, jalan nasional, jaringan pipa PDAM, dan
lain-lain mengalami hambatan dan kendala terutama terkait harga lahan bangunan
warga yang harus dibebaskan, dimana warga menghendaki harga yang sama dengan
skema ‘cash and carry’ dimana di dalamnya terdapat komponen kompensasi akibat
luapan Lusi;
4. Kelayakan
Huni 9 Desa. Sehubungan
dengan terjadinya dampak berganda dari semburan lupsi, yaitu geohazard yaitu
penurunan (subsidence), penaikan (uplift), bubble, rekahan, dan patahan, pencemaran lingkungan tanah, air dan
udara, maka Tim Kelayakan Hunian Warga yang dibentuk oleh Pemda Jawa Timur
telah menetapkan 9 desa di tiga desa diluar PAT dan PAT+3 (3 desa di selatan
PAT) sebagai tidak layak huni. Namun sebegitu jauh, rencana lanjutan untuk
evakuasi sebegitu jauh belum dapat dilakukan; dan
5. Normalisasi
Kali Porong-Laut. Sebagai
tindak lanjut Perpres 14/2007 dan arahan Presiden serta memperhatikan Keppres
13/2006 maka Bapel BPLS mempunyai tugas yang cukup menantang yaitu sehubungan
dengan penggunaan Kali Porong sebagai media antara untuk mengalirkan Lupsi ke
laut (Selat Madura) maka sedimentasi Lupsi di Kali Porong telah berlangsung
dengan intensif, terutama di timur Jembatan Tol. Untuk itu Bapel BPLS harus
melakukan segala upaya untuk menormalisasikan Kali Porong, dari hulu (upstream)
di selatan spillway sampai di muara (downstream).
Untuk mencegah terjadinya banjir pada musim penghujan.
Alur Pikir dan Kata Kunci Gejolak Sosial
Kemasyarakatan
·
Sejak pertama
kali menyembur lumpur panas Sidoarjo telah menyedot perhatian berbagai pihak,
termasuk media massa, akademisi, Pemerintah, LSM dari manca negara.
·
Timbulnya
berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, khususnya terkait ‘cash and
carry’ telah memicu gejolak sosial. Salah satu yang signifikan adalah aksi
demo juga dilakukan warga Perum TAS hingga ke Jakarta, ratusan warga PerumTAS
mendatangi Istana Presiden.
·
Untuk
menghadapi gejolak sosial kemasyarakatan tersebut Timnas PSLS sudah berupaya
mencarikan solusi yang terbaik bagi warga yang secara langsung terkena dampak
dan terlibat dalam gejolak tersebut.
·
Namun sayang,
hingga berakhirnya masa tugas Timnas, kesepakatan yang dikehendaki kedua belah
pihak (Lapindo dan warga) tentang skema ‘cash and carry’ belum dapat
terealisir.
·
Bapel BPLS
selanjutnya yang meneruskan tugas untuk mengawasi pelaksanaan skema cash and
carry tahap 20% dan 80% untuk warga di dalam PAT. Lebih jauh, Bapel BPLS
mendapat perluasan misi untuk menangani masalah sosial di tiga Desa di selatan
dan di luar PAT, relokasi infrastruktur di barat PAT, dan normalisasi Kali
Porong, yang semuanya berpotensi menimbulkan dampak dan gejolak sosial
kemasyarakatan.
·
Pemicu utama
dari gejolak sosial adalah semburan Lupsi masih besar, dan terjadinya sangat
dekat dengan daerah permukiman warga.
Gambar 62. Alur pikir dan Kata Kunci Gejolak Sosial kemasyarakatan
(Diringkas dari Basuki 2008)
·
Di negara lain
di dunia semburan mud volcano yang berjumlah ribuan umumnya terjadi di
daerah terpencil, yang jauh dari konsentrasi pemukinan penduduk. Sehingga
umumnya keberadaan mud volcano, di perlakukan sebagai suatu proses alami,
seperti hanya gunung berapi.
·
Pra ledakan
pipa gas dipicu oleh jebolnya Tanggul Cincin telah ada 11.000 pengungsi.
·
Dalam hal
kebencanaan dan penanggulangannya, masalah utama yaitu semburan dan luapan
Lupsi masih berlanjut dengan intensitas yang tinggi serta tidak ada kepastian
kapan semburan berhenti. Bersamaan dengan itu masalah sosial kemasyarakatan sekaligus harus ditangani.
·
Penulis buku
menyebutkan bahwa dari keseluruhan misi Timnas PSLS maka masalah sosial kemasyarakatan
yang dirasakan yang paling rumit. Hal ini terus berlanjut pada masa Bapel
BPLS bahkan dengan intensitas yang meningkat, sebagai implikasi meluasnya
daerah penanggulangan yang pada Timnas hanya terbatas pada PAT, namun pada masa
BPLS telah merambah ke luar PAT.
·
Dipicu oleh
meluapnya Lupsi dan menggenangi daerah permukiman, telah terjadi lokasi pengungsian
terutama di Pasar Baru Porong (PBP) dan Balai Desa Renokenongo. Sedangkan pada
masa BPLS dua lokasi pengungsian adalah PBP dan yang terbaru di jalan tol di
desa Besuki Barat.
·
Besarnya santunan
Jatah Hidup (Jadup) ditetapkan Rp 300.000 /orang/bln. Jatah Makan 3 X/hari per
orang. Kompensasi buruh Rp 700K per bulan. Kompensasi Gagal Panen Rp 1,8 jt/ha.
Uang kontrak rumah Rp 5 juta/kk/2 tahu. Biaya evakuasi Rp 500K/KK. Pada masa
Bapel BPLS skema dan besaran bantuan sosial tersebut telah digunakan sebagai
acuan, khususnya dalam mengimplementasikan Perpres 48/2008.
·
Meledaknya
pipa gas tanggal 26 November 2006 pasca jebolnya Tanggul cincin bersamaan
dengan terjadinya deformasi geologi (subsidence), sehingga lumpur telah meluber
ke TAS. Sehingga PAT meluas sebagaimana ditetapkan pada PAT 22 Maret 2007.
·
Sebagai dampak
dari hal tersebut sekitar 6.600 rumah terendam dan 11.000 jiwa menjadi pengungsi.
·
Agar lumpur
dapat dimanfaatkan maka dilakukan pengolahan
lumpur dengan remediasi.
·
Sehubungan
dengan terjadinya pengungsi lingkungan seperti diuraikan diatas, maka Timnas telah
berusaha seoptimal mungkin agar korban segera mendapatkan kompensasi (bantuan sosial dan cash and
carry);
·
Gejolak
Masyarakat yang terjadi terutama melibatkan warga sebagai korban dan pihak
Lapindo, yang walaupun belum diputuskan sebagai pihak penyebab langsung
(bersalah), namun telah dipersepsikan masyarakat yang bersalah. Dalam kondisi
rawan konflik tersebut Timnas harus bertindak netral. Dalam kaitan ini Timnas
PSLS berperan sebagai mediator, penengah antara tuntutan warga dengan
ekspektasi yang tinggi, dengan Lapindo yang telah berkomitmen untuk memberikan
bantuan sosial dan skema cash and carry di dalam PAT. Pada masa Bapel
BPLS masalah penanganan sosial kemasyarakatan sebagaimana ditempatkan pada Ayat
(1-4) Pasal 15 (pembagian tugas dan finansial antara Pemerintah dan Lapindo),
diimplementasikan oleh Deputi Sosial, yang pada hakekatnya melakukan verifikasi
implementasi cash and carry tahap 20% dan mengawasi keseluruhan pelaksanaan
bansos dan cash and carry tahap pembayaran 80%. Sementara itu Bapel BPLS
juga melaksanakan langsung bansos dan pembebasan lahan untuk 3 Desa diluar PAT,
dengan menggunakan dasar acuan dan skema yang diterapkan pada cash and carry
dengan beberapa aktualisasinya (Perpres 48/2008).
·
Terkait dengan
pelaksanaan dan penanganan masalah sosial kemasyarakatan di dalam PAT, penulis
buku menilai bahwa Lapindo sangat kooperatif dan paham terhadap tuntutan dari
masyarakat. Juga berkomitmen untuk menuntaskannya.
·
Suatu realitas
yang harus dihadapi bahwa penyelesaian masalah sosial sebagai dampak
luapan Lupsi tidak semudah yang diperkirakan. Berbagai aksi terus
dilakukan oleh para korban. Salah satu pemicu, adalah karena sebagian kecil
dari korban tidak bersedia mengikuti sistem atau tatanan yang telah disepakati
bersama (mayoritas), tentang penanganan masalah sosial melalui skema bansos dan
cash and carry (terutama warga di PBP yang menghendaki skema pembayaran 50%
dan 50%).
·
Menyadari
bahwa ada sebagian warga yang tidak mempunyai bukti kepemilikan lahan dan
bangunan (dikenal dengan sertifikat) maka sebagai alternatif telah dipersiapkan
skema relokasi dan ganti rugi aset.
·
Pada tanggal 4
Desember 2006, Lapindo sepakat untuk membeli aset warga di 4 Desa di dalam Peta
Area Terdampak.
·
Harga yang
ditetapkan selanjutnya dikenal dengan harga ‘Lapindo’ adalah untuk sawah Rp120.000/m,
tanah kering Rp 1 juta/m, dan bangunan Rp 1,5 jt.
·
Harga jual
beli tersebut ditetapkan untuk warga yang berada di dalam PAT 26 November 2006.
Pasca jebolnya tanggul cincin, diikuti meledaknya pipa gas sehingga permukiman
TAS tergenang lumpur dan menimbulkan pengungsi besar-besaran gelombang ke 2. Warga
PerumTAS yang sebelumnya ditetapkan untuk mendapatkan skema resettlement,
melakukan demo membesar-besarkan
menuntut sama skema cash and carry bagi warga di dalam PAT 26
November 2006.
·
Disamping itu
hal yang menjadi komplek bahwa warga juga menuntut cash carry dapat dituntaskan pada satu bulan kalender.
Gambar 63. Perluasan penugasan Bapel BPLS pada masalah sosial kemasyarakatan.
Gambar
63 memperlihatkan meluasnya wilayah penanggulangan yang harus ditangani Bapel
BPLS:
·
Peta Area terdampak (Perpres 14/2007). Sesuai awal penugasan Bapel BPLS melakukan pengawasan
dan pengendalian terhadap upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi serta
implementasi masalah sosial kemasyarakatan cash
and carry yang dilaksanakan oleh Lapindo (Pasal 15 Ayat 1-4).
·
3 Desa di selatan
di luar PAT (Perpres 48/2008). Sebagai konsekuensi meluasnya PAT di selatan sehingga pemerintah
menetapkan tidak desa yaitu Besuki, Pejarakan dan Kedung Cangkring untuk
dibebaskan dalam rangka optimalisasi pengaliran Lupsi dari PAT ke Kali Porong.
Pada hakekatnya Perpres
48/2008 memberikan landasan hukum bagi Bapel BPLS untuk melaksanakannya
penanganan masalah sosial kemasyarakatan, dengan menggunakan Perpres
14/2007sebagai acuan yang dimodifikasikan (pasal 15 ayat 1-4).
·
Relokasi infrastruktur di bagian barat PAT. Sebagai dampak infrastruktur umum mengalami rusak
total (jalan tol, pipa gas, jaringan listrik) dan kerusakan parah (jalan
nasional, rel kereta api, dan jaringan pipa PDAM) maka telah ditentukan alignment
relokasi yang berada di sebelah barat dari PAT.
·
Evaluasi 9 RT dari 3 Desa diluar PAT sebagai dampak
geohazard, yang dinilai tidak layak huni. Hasil kajian tim independen yang dibentuk Gubernur Jatim, telah
ditetapkan 9 RT dari tiga desa Mini, Jatirejo dan Siring Barat tidak layak huni
dan disarankan untuk dievakuasi.
Dalam perjalanannya sampai
saat ini belum diimplementasikan, masih menunggu keputusan dari Pemerintah
Pusat (aspek finansial dan payung hukum).
Namun hasil pemantauan
menunjukkan bahwa, warga di 9 RT menuntut kesamaan perlakuan ‘apple to
apple’ dengan warga di dalam PAT dan 3 desa diluar PAT yaitu dilakukan jual
beli dengan skema ‘cash and carry’ yang merujuk dengan harga ‘Lapindo’.
·
Normalisasi Kali Porong. Sebagai konsekuensi payung hukum Perpres 14/2007 dan
arahan khusus Presiden RI bahwa Lupsi diangkut ke laut (Selat Madura) melalui
media Kali Porong, maka Bapel BPLS harus melakukan normalisasi K. Porong mulai
dari daerah hulu (di selatan spillway)
sampai di Muara Kali Porong.
·
Penanganan
Pengungsi yang holistik. Gambar memperlihatkan sekilas kondisi pengungsi di
Pasar Baru Porong, yang memicu isu sensitif keadilan dan HAM ruang penampungan,
fasilitas sanitasi, makanan, kesehatan, termasuk rumah mesra.
Gambar 64. Ringkasan Kondisi dan Dinamika Penampungan Pengungsi di PBP
·
Karena sesuai
dengan hakekat dan makna ‘penampungan’ maka fasilitas yang ada bersifat darurat
(emergency) sehingga tidak dapat dihindari bahwa kondisi yang ada di
bawah dari yang dipersyarakatkan dengan standar kondisi normal
·
KOMNAS HAM
sangat peduli terhadap penanganan masalah Pengungsi, antara lain 1) fasilitas
penampungan yang layak, 2) konsumsi, 3) kesehatan, 4) pendidikan, dan 5)
termasuk kebutuhan psikologis dan biologis
yaitu ‘Rumah Mesra” untuk para
orang tua
·
Keberadaan
pengungsi dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk kepentingan antara lain
‘politik’. Dengan adanya lokasi pengungsian yang menampung warga dalam jumlah
diatas seribu, dengan waktu yang sudah lebih dari dua tahun, pada suatu lokasi
yang awalnya disiapkan sebagai pasar maka tidak dapat dihindarkan terjadinya
kerawanan terhadap aspek-aspek sosial dan keadilan.
Gambar 65. Dukungan dan titik krisis sarana Penampungan di
Pasar Porong Baru.
·
Hal-hal ini
menjadi perhatian banyak pihak, termasuk yang ingin memanfaatkan momentum
keberadaan pengungsi tersebut untuk mendiskritkan pemerintah yang seolah-olah
kurang tanggap, kurang cepat, kurang memberikan atensi.
·
Dalam
perjalanannya dapat dicermati bahwa beberapa gejolak sosial antara lain Demo
berlangsung atau dirancang dari tempat pengungsian di Pasar Baru Porong.
Kondisi tersebut menjadikan PBP sebagai wahana atau sarana pihak-pihak
tertentu, termasuk LSM dalam negeri atau luar negeri, maupun politikus untuk
mengekspresikan perhatian yang populis.
Gambar 66. Adanya pengungsian sebagai dampak lupsi dalam jumlah yang besar dan telah
berlangsung lebih dari dua tahun, memberikan implikasi menarik perhatian banyak
kalangan. Dan digunakan untuk mengekspresikan berbagai kepentingan.
BAGIAN
9
Dampak Sosial
Ekonomi
Umum
Gambar 67. Isu kritis Dampak Sosial Ekonomi
(Paparam Prasetyo 2008)
·
Luapan Lusi di
dalam PAT. Semburan dan luapan Lupsi yang tidak terkendali telah menggenangi
wilayah di dalam Peta Area Terdampak.
·
Luapan Lupsi
ini telah merusak infrastruktur, fasilitas dan sarana umum (fasum), Lingkungan
fisik dan hidup, dan bencana geologi (geohazard) antara lain penurunan tanah dan bualan (subsidence and
bubble).
·
Upaya
penanganan sosial, ekonomi: Mencakup Pengendalian luapan lumpur, Relokasi
Infrastruktur, ‘resettlement warga (dilaksanakan Lapindo).
·
Kerugian
akibat Lumpur Sidoarjo diperkirakan Rp. 7,6 Triliun.
Pola Pikir dan Kata Kunci Dampak Sosial Ekonomi
Semburan Lumpur
Gambar 68. Alur Pikir Dampak Sosial Ekonomi dan Kata Kunci
(Papran Prasetyo 2008)
·
Penulis
memulai bagian ini dengan pesan moral yaitu Cobaan yang diberikan Tuhan
begitu menyengat kita semua.
·
Lupsi
telah melibas apa saja yang dilaluinya, dan proses berjalan terus secara merambat, sehingga dari waktu ke waktu
daerah yang dilibasnya semakin luas.
·
Lupsi telah menimbulkan
bencana kemanusiaan dan lingkungan hidup (human and environmental disasters)
telah mengganggu psikis warga, terutama yang berada di tempat pengungsian.
·
Sementara masalah
sosial kemasyarakatan sebagai dampak luapan Lupsi ini telah memberikan kerugian
yang besar, namun hingga saat buku ditulis belum ada kepastian bahwa semburan
Lupsi dapat berhenti.
·
Berbagai upaya
untuk menghentikan semburan sebagaimana disajikan pada Bab 3 antara teknologi
canggih sampai spiritual telah dilakukan, namun sebegitu jauh diakui penulis
buku tanpa hasil sebagaimana yang diharapkan.
·
Akhirnya realitas
tersebut menuai pernyataan pesimistik dari para ahli kebumian. Penulis buku
menambahkan bahwa Para ahli geologi manca negara telah nyaris menyerah.
·
Suatu wacana
yang berkembang adalah bahwa semburan Lupsi tak akan berhenti waktu singkat. Semburan
dapat berlangsung puluhan tahun ke depan.
·
Tim IAGI yang
menghitung volume sumber semburan lumpur (Formasi Kalibeng) vs debit semburan rata-rata
sebesar 100.000 m3/hari mendapatkan skenario pesimis durasi Lupsi sebesar 31 tahun.
·
Berdasarkan
hal tersebut, muncul wacana yang meresahkan masyarakat bahwa semburan dapat menenggelamkan
Sidoarjo, bahkan Surabaya.
·
Data dan
informasi penurunan tanah (land subsidence) menunjukkan daerah terdampak
dengan bentuk elips seluas 3,5 km dengan intensitas 2-4 cm/hari terutama di pusat
semburan.
Sejak Juni 2008 Bapel BPLS
mencatat terjadinya runtuh seketika pusat semburan dengan intensitas mencapai
4-6 malam satu malam.
Sebagai dampak semburan
dan luapan lumpur adalah memicu terjadinya bubble-bubble yang juga
merambah di luar PAT, disebabkan oleh efek pembebanan lumpur yang telah
mencapai jutaan ton sehingga menekan aquifer dangkal.
Kebanyakan bubble keluar
dari sumur-sumur bor air dangkal (sumur pantek).
·
Pada skenario
terburuk bahwa durasi semburan mencapai 31tahun sebagaimana dihasilkan oleh Tim
IAGI tersebut, maka akan terbentuk suatu kubangan raksasa (giant hole) seluas 3,5 km, dengan ke dalam 219m.
·
Luapan Lupsi
tersebut menimbulkan kerugian pada daerah yang terkena dampak langsung (direct
impact).
·
Kerugian yang
terjadi yaitu: 1) 10.000 rumah warga, 2) sekitar 15.000 pengungsi, 3)
menciptakan 2000 pengangguran baru, 4) Kerugian pipa gas meledak lebih dari Rp
214 Milyar.
·
Pada Sidang 27
September 2006 telah dihasilkan 7 (tujuh) butir keputusan terkait
penanggulangan Lupsi di masa Timnas PSLS antara lain yang penting berlanjut ke
Bapel BPLS:
1) Infrastruktur yang
rusak cari alternatif penggantinya untuk jangka pendek, menengah dan panjang,
2) pembuangan Lupsi sebagai
alternatif ke Kali Porong.
·
Berdasarkan
evaluasi Timnas PSLS semburan Lupsi semakin sulit untuk dihentikan (stopping
eruption).
·
Fakta aktual
dari debit semburan menunjukkan kecenderungan semakin besar (dari 5000/h pada
awal, rata-rata 120.000m3/h, menjadi sekitar 150.000m3/hari)
·
Lupsi berdasarkan
evaluasi perkembangan saat ini tanpa memperdebatkan penyebab dan pemicunya oleh
penulis buku disebutnya sebagai mud volcano, dan diperkirakan akan
berhenti dalam waktu lama.
·
Berkenaan
dengan kompleknya masalah sosial kemasyarakatan yang menimbulkan pengungsi
dalam jumlah yang besar, maka skema relokasi (resettlement) dinilai sebagai suatu pilihan yang paling realistis.
·
Berkenaan
dengan terjadinya pengungsi lingkungan tersebut maka DPR RI menyatakan bahwa manusia harus lebih
penting diprioritaskan dan jangan disengsarakan.
Hal ini memberikan sinyal
bahwa strategi penanganan masalah sosial kemasyarakatan harus lebih
diprioritaskan, daripada upaya penanggulangan semburan Lupsi yang belum ada
kepastian bisa menghentikan Lupsi dalam jangka pendek.
·
Berkenaan
dengan pengungsi tersebut pihak Komnas HAM menekankan bahwa Lapindo harus
bertanggungjawab dan wajib hukumnya.
·
Desember 2006
Lapindo menyetujui pembelian aset-aset
warga dengan harga khusus dan persetujuan final resettlement
·
Keputusan
Lapindo tersebut walaupun menunjukkan adanya komitmen dan konsistensi untuk
menangani masalah sosial kemasyarakatan, namun masih tidak sesuai dengan harapan
masyarakat secara menyeluruh.
Hal ini karena tak sesuai dengan
harapan mereka yang awalnya akan dibayar dengan skema 100% (cash and carry).
Kenyataannya yang ditetapkan adalah skema cash and carry plus dalam arti
tahap pembayaran menjadi skema 20-80%.
·
Kerugian
Ekonomi akibat Lumpur Sidoarjo diperkirakan Rp 7,6 T, yang ditanggung Lapindo
Rp, 3,5 T.
Gambar 69. Foto memperlihatkan kondisi infrastruktur yang mengalami dampak:
·
Jalan raya,
jembatan putul, rel kereta api tergenang, pipa gas rusak, jaringan listrik SUTTET
diputuskan karena berbahaya.
·
Rencana alignment
relokasi infrastruktur.
Dampak
Lupsi status 2007 mencakup:
·
Rusaknya
struktur, fasilitas dan prasarana, mencakup a). hilangnya kepemilikan, bangunan
perumahan, pemerintah, pendidikan, agama, ekonomi. b). rusaknya jaringan tenaga
listrik 70-150 KV, c). rusaknya pipa gas, d). rusaknya jalan tol, dan e)
rusaknya rel kereta api.
·
Rusaknya
tanaman, sumber kehidupan; a). 306,2 Ha sawah padi, dan b) 64 ha tanaman tebu.
·
Sedimentasi
pada aliran K. Porong, menyebabkan resiko banjir lebih besar.
·
Kontaminasi
tanah, yaitu mengurangi kesuburan tanah.
·
Kontaminasi
muka air tanah di bawah dan di permukaan, menyebabkan tidak aman air minum,
dampak ekosistem, perairan dan marin.
·
Penurunan
tanah.
Gambar 70. Masjid di Desa Renokenongo terpaksa harus
ditinggalkan warga, sehubungan
pembangunan Tanggul Renokenongo, sebagai benteng pertahanan di sektor timur
laut.
·
Angka 4,5 dan
6 akan memberikan implikasi terhadap memperkecil menyangga kehidupan dan daya
dukung (carrying capacity).
·
Secara
keseluruhan indikator 1-6 memberikan implikasi:
·
Terganggunya
aktivitas ekonomi
·
Mengurangi
kapasitas ekonomi
·
Hilang ekonomi
baik jangka pendek dan jangka panjang
·
Total biaya
ekonomi: AS$3,46M
·
Total biaya
keuangan: AS$0,52M
·
Perbedaan: AS$2,94