BAGIAN 3
Kisah
Drama Si Lusi
Gambar 27. Alur pikir dan Kata Kunci Drama Si
Lusi (Diringkas dari Basuki 2008).
Drama Si
Lupsi merupakan Benang Merah yang merangkum keseluruhan aspek dari Buku, mulai
dari pemahaman apa dan mengapa Lumpur Sidoarjo yang ditetapkan sebagai Lahirnya
Mud Volcano di Sidoarjo, upaya penanggulangan semburan dan luapan lumpur,
sampai pada penanganan masalah sosial, infrastruktur dan potensi
pemanfaatannya.
Adapun
alur pikir dan kata kunci dari Bagian Drama Si Lusi, adalah sebagai berikut:
a. Lupsi merupakan suatu fenomena semburan lumpur di bawah
bumi Sidoarjo.
b. Pertanyaan mengapa di Sidoarjo dan tidak di Purwodadi,
Sangiran yang sebelumnya telah dilaporkan adanya semburan lumpur (mud flow)?.
Penulis buku menjawab karena di Sidoarjo-lah telah lahir suatu mud volcano
c. Lupsi merupakan suatu semburan lumpur panas yang
demikian dahsyat dan telah menimbulkan bencana yang pertama kalinya di
Indonesia modern. Namun menurut catatan sejarah sebelumnya juga telah terjadi,
sehingga mempengaruhi kemunduran kejayaan bahkan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
d. Fenomena Lupsi telah membangkitkan kesibukan baru
pemberitaan media masa yang sangat mengemuka, masalah sosial kemasyarakatan,
ekonomi, sosial, politik, budaya dan keamanan. Masih diliputi misteri asal usul
Lupsi bahkan menimbulkan kontroversi penyebab dan pemicunya, merupakan salah
satu daya tarik tersendiri. Disamping dampak menimbulkan pengungsi lingkungan,
serta memicu gejolak sosial masyarakat yang membuat mata dan telinga masyarakat
dunia tertuju ke bumi Porong.
e. Saat Lupsi dilahirkan ia menempati lokasi yang berjarak
sekitar 150 m dari lokasi sumur BJP-1 dan selanjutnya populer disebut sebagai
Lumpur Lapindo. Kedekatan dan bersamaan kegiatan eksplorasi dan munculnya
semburan, membuat di satu sisi yang mengkaitkan Lupsi dipicu oleh kegiatan
pemboran. Di sisi lain karena lumpur keluar bukan dari lubang sumur BJP-1, tapi
berjarak 150-200 m bahwa keduanya tidak ada kaitannya. Ditambahkan bahwa
kecepatan aliran Lupsi mencapai 150.000 m3/hari sangat tidak mungkin bila ia
keluar dari lubang sumur pemboran yang hanya berdiameter sekitar 30 cm.
f.
Sampai saat bukti
ditulis penyebab (causing) dan pemicu
(triggering) Lupsi sendiri masih
menjadi bahan kontroversi, dimana pada Bab 3 akan dibahas 2 skenario yaitu mud
volcano dan underground blow out. Kedua skenario ini yang terus menjadi
kontroversi dan belum dapat dikerucutkan di Indonesia, maka telah menjadi
rasionalisasi sehingga American
Association of Petroleum Geologist (AAPG) memprakarsai debat Lupsi dengan
mengangkut substansi kontroversi tersebut, yang akan dilaksanakan di Cape Town
Afrika Selatan.
g. Keberadaan Lapindo Brantas di Sidoarjo adalah didorong
oleh upaya dari suatu kegiatan terkait usaha ekonomi untuk menemukan jebakan
gas alam (natural gas accumulation)
yang pada akhirnya dapat meningkatkan cadangan migas nasional (national natural oil and gas reserve).
h. Eksplorasi Migas yang dilaksanakan merupakan salah
satu pilar keamanan pasokan energi berbasis Migas (energy supply security), yaitu upaya pemerintah untuk dapat
meningkatkan produksi migas (oil and gas
production) yang selama beberapa tahun ke belakang telah mengalami
penurunan produksi dan cadangan. Pada tabel tersendiri penulis buku menimbulkan
kondisi penurunan produksi minyak bumi Indonesia yang pernah mencapai puncak
produksi sebesar 1,5 juta barrel per h`ri di tahun delapan puluhan menjadi saat
buku ditulis sekitar 1 juta barel per hari saja.
i.
Pelaksanaan kegiatan pemboran merupakan bagian
dari upaya untuk meningkatkan eksplorasi Migas. Di dalam dunia perminyakan hulu
(upstream oil industry), pemboran eksplorasi seperti halnya sebagai senjata
pamungkas untuk membuktikan terdapatnya akumulasi migas, mendapatkan secara
kuantitatif besarnya cadangan. Sebagai senjata pamungkas, karena biaya pemboran
eksplorasi relatif mahal, maka penentuan lokasi termasuk target reservoir,
harus terlebih dahulu melalui suatu penafsiran penampang seismik refleksi (seismic reflection profile), dan metoda
geofisika (geophysical methods)
lainnya seperti kemagnitan (magnetic),
gaya berat (gravity), aliran panas (heat flow), dll.
j.
Di dalam konteks
dengan Undang-Undang Migas yang berlaku, maka Lapindo Brantas merupakan salah
satu Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract), dengan
pihak partisipasi (participation parties)
dari perusahaan Lapindo, Medco, Santos. Dan Lapindo Brantas bertindak sebagai
Operator Blok Brantas, karena memiliki saham terbesar.
k. Pemboran sumur BJP-1 merupakan upaya untuk menemukan
cadangan gas alam yang diperkirakan terdapat pada Formasi batu gamping Kujung
(Kujung Limestone Formation), yaitu pada kedalaman sekitar 3.353m.
l.
Pada bagian
yang sebelumnya menimbulkan perdebatan yaitu terkait penggunaan casing pada
pemboran sumur BJP-1. Terkait hal tersebut penulis buku menyatakan bahwa pada
kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur yang
berlaku dimana casing pemboran sesuai dengan prognosis pemboran akan dipasang
pada batas antara Formasi Kalibeng (cap
rock) dengan Formasi Kujung (reservoir).
Di dalam debat Lupsi di Afrika Selatan, maka secara khusus Kubu Pemboran yaitu
mereka yang berpendapat Lupsi dipicu oleh kegiatan pemboran sumur BJP-1, tidak
dipasangnya casing tetap digunakan
sebagai salah satu unsur yang penting.
m. Bagian yang penting dan sensitif terkait dengan
kontroversi pemicu lupsi adalah pernyataan penulis buku bahwa hasil evaluasi
teknis yang dilakukan oleh Timnas PSLS terhadap pelaksanaan pemboran sumur BJP
1 antara tanggal 26 Mei sampai dengan 3 Juni 2006 antara lain menyimpulkan
bahwa pemboran telah dilaksanakan secara
benar, wajar dan akuntabel.
n.
Namun
Timnas PSLS juga mendapatkan tindakan yang kurang tepat, yaitu terhadap penarikan anjungan pemboran BJP-1 padahal
semburan Lupsi belum tertangani. Penelaahan memberikan catatan tersendiri
bahwa dengan pernyatan ‘padahal semburan
Lupsi belum tertangani’ tersebut seolah-olah tersirat bahwa semburan Lupsi ada kaitan dengan kegiatan pemboran.
o. Berkaitan perilaku sejak kelahirannya, yaitu tanggal
29 Mei 2006, Lupsi sudah memperlihatkan
karakteristik yang ganas liar sehingga akhirnya menimbulkan malapetaka
p. Terhadap fenomena semburan Lupsi yang masih menjadi
misteri tersebut, Pemerintah pusat memberikan perhatian dan respon cepat,
dengan langsung terlibat dalam penangannnya, disebutkan penulis buku karena
Lapindo tidak bisa sendirian untuk mengasuhnya.
q. Selanjutnya dibentuklah Timnas PSLS melalui Keppres
13, tanggal 8 September 2006, dengan tiga tugas utama, yaitu penanggulangan
semburan, luapan di permukaan dan penanganan sosial kemasyarakatan.
r.
Selama 6 bulan
Timnas PSLS melaksanakan misinya, namun disebutkan penulis buku bahwa ‘Gelagak Semburan Lusi tak terkendali’.
Hal ini merupakan suatu pernyataan bahwa saat mengakhiri misinya semburan Lupsi belum bisa dikendalikan oleh
Timnas. Sehingga saat diwariskan kepada Bapel BPLS gelagak semburannya masih tidak terkendali.
s. Pada akhir masa kerja Timnas PSLS, tanggal 8 April
2007 dibentuklah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo melalui Perpres 14/2007
dengan 4 misi nasional: 1) upaya penanggulangan semburan, 2) penanganan luapan,
3) penanganan masalah sosial, dan 4) antisipasi dampak infrastruktur.
t.
Kembali
ditegaskan bahwa sampai akhir masa bakti Timnas PSLS, penyebab dan pemicu Lusi
masih belum ada kepastian.
u. Sehingga berkembang kontroversi yang mengemuka adalah
antara di satu sisi mud volcano dan underground
blow out (UGBO).
v. Selanjutnya penulis menyusun tata urut buku Semburan
Lumpur Panas Sidoarjo yang keseluruhan terdiri dari 8 Bab, diawali dengan Drama Si Lupsi sampai terakhir Bagian Pahlawan-KU.
w.
Berkaitan
dengan aspek kebencanaan (disastrous
aspect) penulis buku menggaris bawahi bahwa Lupsi sebagai suatu bencana,
sehingga diperlukan adanya suatu manajemen
solusi yang peka dan jeli
x. Demikian pula disebutkan Lupsi merupakan suatu bencana
yang unik, karena sampai kapan bencana itu akan berakhir masih tidak jelas. Keunikan
bencana Lupsi yang dimaksud adalah karena pengendali mekanisme bencana yaitu
semburan Lupsi masih terus berlangsung dengan dahsyat dan belum ada tanda-tanda
untuk berhenti dan tidak dapat dipastikan kapan berhenti. Dari penyebab masih
berpotensi bencana semakin meluas, dan memang terjadi karena Peta Area
Terdampak (PAT) yang ditetapkan tanggal 23 Maret 2007 saat Timnas, telah meluas
menjadi PAT Plus ( 3 Desa), sehingga masih terus diperlukan tindakan tanggap
darurat. Bersamaan dengan potensi penyebab bencana yang masih berlangsung
dengan merayap, maka dilakukan penanganan masalah sosial kemasyarakatan dan
infrastruktur.
y. Di tengah situasi kebencanaan tersebut yang penuh
dengan dinamika dan misteri, maka ekspektasi masyarakat demikian tinggi.
Kebencanaan yang disebabkan oleh semburan Lupsi yang telah umum disebut
sebagai mud volcano, merupakan yang
pertama di dunia. Karena umumnya mud volcano yang berjumlah ribuan di dunia
terjadi di daerah terpencil (remote area)
dan tidak sampai menimbulkan korban manusia, serta tidak dilakukan upaya untuk
menghentikannya, biarkan fenomena alam berjalan secara alami. Namun lain halnya
dengan Lupsi, semburan mud volcano yang panas (hot mud eruption), terjadi di dekat permukiman, menimbulkan korban
manusia 14 meninggal dunia, dan kerugian materi dan imateri lainnya. Ini merupakan bencana semburan lumpur yang
pertama di Indonesia dan dunia.
z. Sebagai suatu Pelajaran berharga dari penanganan
bencana tersebut adalah diperlukan adanya kecepatan membuat keputusan dan
berani mengimplementasikan keputusan kebijakan yang sudah diputuskan.
Pelajaran yang dimaksud memberikan suatu nuansa bahwa kondisi yang
dihadapi penulis buku dalam penanggulangan Lupsi di masa Timnas PSLS penuh
dengan dinamika, perubahan-perubahan terjadi dengan cepat dan sering kali tidak
dapat diduga sebelumnya.
Karena permasalahan terjadi secara simultan antara pengendali mekanisme
dengan permasalahan sosial kemasyarakatan termasuk terjadinya pengungsi
lingkungan dalam jumlah yang sangat signifikan, maka diperlukan adanya suatu
kecepatan dalam pengambilan keputusan.
Banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan sering kali mempengaruhi
implementasi dari kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga penulis
buku benar-benar menekankan pada kondisi seperti diuraikan tersebut diperlukan
adanya keberanian untuk melaksanakan dari kebijakan yang telah diputuskan
tersebut.
Suatu analogi yang terjadi sampai saat ini oleh Bapel BPLS, adalah
mengenai pengaliran Lupsi ke laut melalui Kali Porong sebagai media antara. Peraturan
Presiden No. 14/2007 khususnya Ayat 5, Pasal 5 memberikan landasan kebijakan
bahwa Lupsi dari pusat semburan melalui sistem kanal di Pond Utama dialirkan ke
Kali Porong.
Namun masih banyak pihak yang tidak setuju terhadap pembuangan Lupsi
menggunakan media kali Porong. Bahkan banyak pihak yang mendorong skenario
Lupsi dialirkan ke daerah pertambakan (wet
land) daripada langsung ke laut melalui Kali Porong.
Terhadap wacana yang berkembang tersebut setelah melalui analisis
kebijakan dengan mencermati tantangan serius yaitu semburan Lupsi sebesar
100.000 m3/hari sehingga diperlukan suatu penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keselamatan masyarakat dari potensi ancaman yang terjadi, maka
Presiden RI kembali memberikan penekanan kembali kebijakan nasional bahwa tetap
dipilih skenario Lupsi dialirkan ke laut menggunakan energi bebas dan alami (natural and free energy) kali
Porong.
Dengan kondisi di atas, maka Bapel BPLS konsisten untuk mengimplementasi
kebijakan tersebut disertai dengan pengembangan grand strategy penanganan luapan lumpur dimana pembuangan lumpur
akan dilakukan secara besar-besaran (yang panas dan yang dingin) pada musim
penghujan, dimana energi Kali Porong yang dahsyat dan gratis akan menghanyutkan
Lupsi ke Laut.
Dan membatasi pengaliran Lupsi pada musim kering, yaitu dengan
menyimpannya di dalam kolam-kolam penampungan yang sampai saat ini terus
disediakan.
Bersamaan dengan pemulihan waktu pembuangan (musim penghujan), maka
Bapel BPLS berkomitmen untuk melakukan normalisasi kali porong mulai dari
daerah hulu di selatan spillway sampai ke muara yang membentang sekitar panjang
20 km.
Sebagai ilustrasi saat ini BPLS telah mengerahkan 3 kapal keruk di muara
untuk mengeruk sedimen yang menghalangi laju aliran sedimen ke laut, dan
mereklamasi untuk membangun suatu daratan baru (new land mass) untuk pemanfaatan ke depan antara lain penanaman
bakau sebagai pelindung pantai dan meningkatkan sumber daya hayati (living resources).
Gambar 28. Alur Pikir Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007), terdiri dari
proses masukan (input), pengendali mekanisme (driving force mechanism),
Inisiasi bencana dan implikasi, Penanggulangan dan Luaran.
Dalam
merespon alur pikir dari Drama si Lusi
sebagaimana diuraikan tersebut diatas selanjutnya penulis menyandingkan dengan
Sistem Bencana Lumpur Sidoarjo. Dalam pendekatan sistem (system approach) terdiri dari proses masukan (input process), proses perubahan (change process), luaran dan kemanfaatan (output and outcome), yaitu:
Proses masukan
Kegiatan
eksplorasi Migas merupakan suatu upaya terkait keamanan pasokan energi berbasis
minyak dan gas bumi (supply energy
security), untuk mengantisipasi adanya penurunan produksi dan cadangan
minyak bumi Indonesia.
PT
Lapindo Brantas merupakan KKKS Blok Brantas dan bertindak selaku operator,
dalam implementasi kegiatan eksplorasi gas alam (natural gas exploration), dengan melaksanakan pemboran eksplorasi
sumur BJP-1 di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Pengendali mekanisme
·
Semburan lupsi
masih menjadi misteri dengan alternatif skenario penyebab adalah: masalah
teknis Pemboran UGBO, Potensi Mud
Volcano yang dipicu oleh faktor luar yaitu gempa bumi, atau kombinasi mud
volcano dan gempa bumi.
·
Lahirlah mud
volcano Lupsi 29 Mei 2008 dengan penyebab yang belum dapat dipastikan, dan
terus berkembang sehingga saat buku ditelaah telah memasuki tahapan runtuh
seketika dan berubah menjadi suatu kaldera yang luas.
·
Semburan dan
luapan lumpur panas telah menimbulkan bencana, dan masih berpotensi meluas.
Karakteristik kebencanaan Lupsi yang khusus, merayap dengan perlahan makin
meluas.
·
Terjadinya
pengungsi warga sebagai dampak langsung luapan lumpur Sidoarjo yang tak
terkendali, yang sebagian menyebutnya sebagai pengungsi lingkungan (environmental refugee), sehingga memicu
terjadinya masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang berlanjut, semakin
meningkat intensitasnya, dan terjadi secara akumulatif dari beberapa aspek.
·
Luapan lumpur
telah memberikan dampak kerusakan pada lahan dan bangunan warga, lingkungan
fisik (permukaan lahan, sungai; bawah permukaan antara lain air tanah; udara
pencemaran) serta deformasi geologi (retakan, patahan, dan bubble).
·
Bapel BPLS
mengembang misi nasional penanggulangan Lupsi, melanjutkan misi dari Timnas
PSLS dengan empat misi: penanggulangan semburan, mengendalikan luapan, genangan
masalah sosial kemasyarakatan, dan antisipasi dampak infrastruktur.
·
Sebagai luaran
adalah sendi-sendi kehidupan masyarakat yaitu sosial, ekonomi budaya, keamanan
dan ketertiban dipulihkan.
Hubungan Lupsi dengan gunung berapi dan fenomena semburan lumpur di
sekitar
Gambar 29. Memperlihatkan pernyataan penulis buku (Basuki, 2008) di bagian Pengantar
dan Bab 2 bahwa Lupsi merupakan fenomena lahirnya mud volcano baru. Di kanan
diperlihatkan posisi Lupsi dan fenomena mud flow lainnya di Jateng dan Jatim
dalam peta struktur yang menempatkan lokasi gempa bumi 27 Mei 2006 dan lokasi
sumur minyak. (Sumber Bagian Paparan Bedah Buku Prasetyo,
2008)
·
Pertanyaan
yang diangkat adalah apa sebenarnya semburan lumpur dan mengapa di Sidoarjo?
·
Penulis
menyajikan suatu fakta overlay keberadaan
Lupsi sebagai mud volcano, yang berkembang di busur belakang (back arc region) dari sistem Busur
Sunda (Sunda Arc System), berada di
depan (selatan) dari komplek busur gunung api (magmatic arc) yaitu komplek gunung Pananggungan.
·
Dengan
rasionalisasi bahwa Lupsi sedikit banyak akan dipengaruhi oleh keberadaan dari
gunung volkanik tersebut, sehingga Mazzini dkk., 2007 menyebutnya sebagai ‘quasy-hydrothermal’.
Sampai saat ini terkait dengan pengendali mekanisme
Lupsi, sumber panas (heat sources)
dan sumber air sendiri masih belum dapat dipastikan, dimana masih terdapat
beberapa pemikiran.
Namun dengan temperatur Lupsi yang sangat tinggi
(100oC) di permukaan, maka pemikiran yang popular bahwa sumber panas berasal
dari magma statik (static magma),
yang bekerja sebagaimana suatu panas bumi (geothermal).
Dimana semburan tipe geyser sebagai
wujud pemanasan dari sistem air membentuk seperti ‘jet steam’ yang menyembur ke permukaan dari suatu saluran (conduit).
·
Pada peta
sebelah kanan disajikan lokasi semburan lumpur lainnya yaitu: Bledug Kuwu di
Purwodadi, Mojokerjo, Sangirah. Selanjutnya diplot lokasi sumur Porong-1 yang
dilaporkan sebelumnya telah diindikasikan adanya struktur runtuh (collapse structure) dan lokasi sumur
BJP-1, dan Patahan Watukosek. Kenampakan tersebut berkembang pada Kendeng Zone (foreland thrust belt).
Transisi dari Timnas PSLS ke BPLS
Transisi dari Timnas PSLS
ke BPLS oleh penulis buku disampaikan sebagai berikut:
·
Sejak tahun 2006
Timnas PSLS mendapat tugas mengasuh Lusi, yaitu menanggulangi semburan untuk
menghentikannya atau mengurangi besarnya aliran (flow rate).
·
Setelah
melaksanakan misinya selama enam bulan ternyata Gelagak semburan Lusi makin
tidak terkendali. Hal ini menunjukkan di satu sisi proses alam (natural
process) atau proses kebumian (geologic processes) sebagai pemicu belum dapat
diatasi oleh kemampuan yang ada saat Timnas (pemikiran, tenaga, fikiran,
finansial). Bahkan semburan semakin ganas dan luapan semakin sulit
dikendalikan.
·
Penanganannya
tidak akan semakin efektif jika dilaksanakan oleh suatu badan secara ad hock
seperti TimNas PSLS, sehingga dikhawatirkan akan menyengsarakan masyarakat
Sidoarjo, bahkan Jawa Timur.
Dalam kaitan ini penulis
buku berdasarkan fakta dan pengalaman langsung di lapangan menilai bahwa
semburan dan kebencanaan sudah pada eskalasi yang besar.
Sehingga dipandang perlu
adanya suatu institusi yang lebih fokus, berlanjut, mempunyai kapasitas dan
otoritas untuk mengasuh Lupsi lebih lanjut, pasca Timnas PSLS yang dibatasi
oleh waktu (6 bulan diperpanjang 1 bulan).
Gambar 30. Memperlihatkan skematik rasionalisasi Transisi dari Timnas PSLS ke Bapel
BPLS., dengan empat misi nasional penanggulangan Lupsi yang diembannya.
·
Dalam kaitan
ini Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan penanggulangan Lupsi untuk
memulihkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, sebagai dampak Bencana Lumpur Sidoarjo.
·
Tanggal 8
April 2007 Pemerintah dengan Perpres 14/2007 telah membantu BPLS, melanjutkan
kiprah Timnas PSLS.
·
4 Misi
nasional BPLS dalam Penanggulangan Lupsi adalah terkait: semburan, luapan,
sosial dan infrastruktur.
Bagaimana Perubahan dari Timnas dan
Siring Terjadi
Gambar 31. Memperlihatkan ‘Desa Siring Riwayatmu Dulu’ memperlihatkan tanggul yang melindungi
perumahan warga, disandingkan dengan Citra Satelit Juni 2008 yang
memperlihatkan kondisi yang digambarkan dalam buku Dr. Basuki tersebut ‘secara
total telah lenyap ditelan Lupsi’.
Untuk mengilustrasikan
bagaimana perubahan secara fisik di Desa Siring Timur di masa Timnas dan pada
Bapel BPLS telah terjadi diilustrasikan dengan fakta lapangan sebagai berikut:
·
Pada bukunya
Dr. Basuki menampilkan foto udara dari helikopter yang menggambarkan situasi
tahun 2006 yang memperlihatkan keberadaan permukiman di desa Siring Timur dan
dibatasi oleh tanggul-tanggul lingkar dalam yang masih utuh, walaupun sudah
pernah digenangi Lupsi.
Gambar 32. Memperlihatkan seperti pada gambar 32, lebih rinci dimana foto udara
dapat memperlihatkan salah satu rumah yang ideal, dan close up dari Komplek
Bubble Siring Timur.
·
Sebagai respon
bahwa perubahan fisik telah terjadi dengan cepat, penulis menampilkan citra
satelit IKONOS-CRISP dengan resolusi 5 m (5
m high resolution satellite image) status 26 Juni 2008 (Gambar 31).
Memperlihatkan bahwa
tanggul yang dibangun semasa Timnas dan telah direvitalisasi oleh Bapel BPLS
dan perumahan warga yang ada di Desa Siring Timur tersebut secara total telah
lenyap (totally escape).
Kondisi saat ini di Pond
siring sebagaimana diperlihatkan oleh citra satelit adalah berkembangnya bubble yang sangat signifikan dalam
jumlah dan intensitas semburannya.
Perkembangan signifikan,
dalam rangka membentengi infrastruktur vital jalan arteri dan rel kereta api di
sisi sebelah barat Desa Siring Timur telah terbangun Tanggul Siring-Ketapang
yang kokoh, sebagai Tanggul Lingkar Luar.
2. Gambar 32 dengan penampilan lebih fokus. Merupakan
catatan tersendiri bahwa bubble di Pond Siring yang sejak awal kejadiannya
terus diikuti perkembangannya, bermula dari sumur pemboran air (sumur pantek),
seiring waktu membesar dalam intensitasnya.
Keberadaan bubble ini
telah mengancam keberadaan Tanggul Siring Timur, dikombinasikan dengan dampak
deformasi subsidence dan pangaliran
Lupsi yang menerus ke utara dibelokkan oleh pipa gas ke barat, sebagai
rasionalisasi akhirnya Tanggul Siring Timur harus ditinggalkan, dan diputuskan
untuk segera dibangun Tanggul Lingkar Luar Siring-Osaka-Ketapang.
Gambar 33. Memperlihatkan Btbble dengan semburan air yang terbesar di Pabrik Es di
Desa Siring Barat disertai batu-batu dan sedimen berasal dari satuan Formasi
dangkal dan muda (endapan delta muda).
·
Diperlihatkan
salah satu fenomena saat ini dimana bubble
di Siring Barat (berlokasi di pabrik es) menyemburkan air dengan ketinggian
belasan meter, namun berfluktuatif. Beberapa bubble yang sebelumnya aktif dan
sangat signifikan bahkan pernah terbakar karena semburan gas metan, telah mati (bubble di Jatirejo).
Diketemukannya fragmen
kayu, pasir hitam menunjukkan sumber semburan bubble dari endapan yang dangkal
(delta).
·
Sebagai
catatan dalam perubahan masa Timnas ke BPLS semburan dan dampak berganda geohazard semakin meningkat. Dengan alur
pikir durasi yang telah 2 tahun memberikan pembebanan Lupsi, sehingga memicu
terjadinya subsidence dan penekanan aquifer
dangkal menyembur sebagai bubble-bubble disertai gas metan.
Dan bubble tersebut
mempunyai karakteristik dan pengendali mekanisme yang berbeda dengan semburan
Lupsi, dari sumber dari formasi yang dalam (deep
formation).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar