Minggu, 25 Desember 2011

LUMPUR PANAS SIDOARJO LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU: BAGIAN 1


LUMPUR PANAS SIDOARJO
LUPSI
 PERUBAHAN ANTAR WAKTU 



Dikontribusikan: Oleh Prof. Dr. Ir. Hardi Prasetyo
Wakil Kepala, Bapel BPLS

Oktober  2008


Pokok-pokok tinjauan (Review) dan pendalaman (exploring) 

terhadap Buku ditulis oleh 

Dr. Ir. Basuki Hadimulyono MSc,

selaku mantan Kepala Pelaksana Timnas PSLS berjudul 

LUMPUR PANAS SIDOARJO: PELAJARAN DARI 

SEBUAH BENCANA,



BAGIAN 1

BENCANA LUMPUR PANAS SIDOARJO:

MISTERI DAN KEUNIKAN


Menulis sebuah buku bernuansa ‘kenangan’ (memoar) dari suatu peristiwa yang komplek (complex phenomena) dan sebagai even yang sedang terjadi dengan penuh dinamika (dynamically event going on), bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah.

Gambar 1. Antara semburan lumpur panas Sidoarjo (mud volcano) dan komplek Gunung Pananggungan (magmatic volcano, yang masih mengandung misteri. (Foto Prasetyo 28 Oktober, 2008)

Karena antara saat peristiwa penting terjadi dan saat buku tersebut dipublikasikan terdapat suatu tenggang waktu (time gap). Sehingga tidak menutup kemungkinan selama tenggang waktu tersebut, terjadi suatu perubahan yang dramatis (dramatical changes).
Apalagi buku yang ditulis masih mengandung suatu misteri (mystery content), tentang apa yang sebenarnya penyebab dan pemicunya (causing and triggering) sendiri (Gambar 1). Bahkan misteri tersebut telah lemicu terjadinya kontroversi akademik (scientific based controversy) diantara para pakar di bidangnya.

Gambar 2. Artikel ilmiah dan strategis berjudul War-game Debat Lupsi di forum internasional AAPG di Afrika Selatan tema Lupsi dipicu gempa atau pemboran (Prasetyo, 2008)

Pada perkembangan terkini, dengan mempertimbangkan bahwa kontroversi terkait di negara asalnya (Indonesia) belum juga dapat dicarikan solusinya. Maka ditempat nan jauh di negera seberang, tepatnya di Cape Town, Afrika Selatan (Gambar 2) akan dilaksanakan suatu debat pada forum internasional American Association of Petroleum Geologist (AAPG). Merupakan upaya dari masyarakat internasional (international community) untuk mengkontribusikan sesuatu yang bermakna dalam upaya mencarikan solusi yang lebih maju dan nyata (actual progress and solution).
Di samping itu secara keseluruhan (the overall) buku tersebut mempunyai nilai (values), yang dapat digunakan sebagai suatu alat bantu, antara lain sebagai bukti baru (new evidence or facts) untuk suatu proses hukum (law processes) yang sedang berlangsung saat ini di Jawa Timur. Dalam kaitan ini, makna dan pesan yang disampaikan penulis buku trsebut, mempunyai resiko atau implikasi (risk or implication) untuk menimbulkan suatu kontroversi yang baru.
Pada kondisi seperti diuraikan di atas yang penuh tantangan dan dinamika (dynamic and challenge condition) itulah Dr. Ir. Basuki Hadimuljono MSc telah berhasil mengemas suatu buku yang sangat apik, diberi judul SEMBURAN LUMPUR PANAS SIDOARJO: Pelajaran dari Sebuah Bencana.

Buku Yang Sangat Bernilai


Dengan posisi Dr. Ir. Basuki H. (selanjutnya disebut sebagai penulis buku) selaku mantan Ketua Pelaksana Tim Nasional, Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut Timnas PSLS), menjadikan buku tersebut yang ditulis dengan menggunakan data aspek substansi yang kaya dan akurat (rich and precesion) bersumber dari tangan pertama (first hand information sources) sebagai baseline informasi yang sangat berguna.
Disamping itu dalam menjalankan tugas untuk penanggulangan bencana disebabkan lahirnya mud volcano di Sidoarjo yang multi komplek. Sehingga penulis buku, telah mengadobsi kata-kata bijak baik dari para pemikir ternama (filosof). Maupun para pemimpin laskar (Jenderal) di medan perang.
Hal ini untuk mengekspresikan kegundahan dan kegaluannya penulis buku terhadap kondisi dimana belum dapat mengakhiri misi yang diembanya dengan tuntas, karena waktu juga yang membatasinya.
Atau impian belum sepenuhnya menjadi kenyataan atau dapat berakhir dengan bahagia (happy ending).

Pesan dari Ketua Dewan Pengarah BPLS


Pada bagian sambutan, Bapak Menteri Pekerjaan Umum, selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (selanjutnya disebut BPLS), telah menyampaikan pesannya bahwa diharapkan pengalaman dan pelajaran dari sebuah bencana semburan lumpur Sidoarjo, sebagaimana yang diungkapkan oleh penulis buku, kiranya dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat bantu yang bernilai (valuable tool) bagi Badan Pelaksana (selanjutnya Bapel) guna melanjutkan misi nasional Timnas PSLS, dalam rangka Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo (selanjutnya disebut Lupsi).

Kesempatan emas (golden opportunity)


Penulis merasa sangat beruntung mendapatkan tugas yang tidak mudah namun menantang ini, untuk meninjau dan menelaahnya secara komprehensif, terhadap keseluruhan isi buku tersebut.
Alasan utama mengapa merasa beruntung? Karena dengan tugas tersebut, mengharuskan penulis untuk membaca, mendalami, dan melakukan kajian secara komprehensif, integral dan holistik.
Hal ini merupakan suatu peluang emas (golden upportunity), sebagai suatu proses belajar learning process terhadap tantangan, kebijakan dan langkah-langkah nyata yang telah ditempuh semasa Timnas PSLS.
Suatu masa sebelum BPLS melanjutkan perannya. Dalam hal ini terkandung makna pengalaman dari Timnas PSLS merupakan guru yang terbaik, dan patut di simak keberhasilan maupun kegagalan-kegagalanNYA. Yang secara jujur telah diungkapkan oleh penulis buku secara gamblang.

The Past is the key to the Present and the Future


Agar momen meninjau dan menelaah buku ini yang pada hakekatnya merupakan suatu proses kilas balik (flash back) dapat dioptimalkan. Maka dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan penulis buku dan panitia peluncuran buku tersebut, selanjutnya diterapkan sutu pendekatan dan strategi (approach and strategy) yang pada intinya akan menyandingkan kondisi yang terjadi saat Timnas berperan (The Past).
Dengan kondisi aktual saat ini (the Present) saat Bapel BPLS melaksanakan misi nasional penanggulangan lumpur Sidoarjo. Sehingga secara berkelanjutan tercipta suatu kondisi the Past is the key to the Present and Future, masa lalu merupakan kunci keberhasilan sekarang dan ke depan.

Drama si Lupsi

Ketika penulis membaca bagian Pengantar dan Bab 1 Drama si Lusi, maka kesan pertama bahwa Drama si Lusi sudah dapat meringkas kondisi fisik maupun suasana kebatinan yang merupakan pengalaman atau hikmah dari sebuah Bencana, disebabkan oleh semburan Lumpur Panas Sidoarjo. Sehingga penulis menyarankan kepada penulis buku bahwa bagian Drama Si Lusi dapat disusun tersendiri, menjadi suatu buku kecil atau buku saku (pocket book).

Antara Mud Volcano dan Underground Blow Out

Saat penulis harus melakukan suatu kajian ilmiah dan strategis sehubungan dengan akan dilaksanakan debat Lupsi dipicu oleh  gempabumi atau pemboran forum internasional American Association Petroleum Geologists (AAPG) 28 Oktober di Cape Town Afrika Selatan. Maka Bab 2 Antara mud volcano dan underground blow out, memberikan bekal informasi dan knowlege terhadap kontroversi penyebab dan pemicu Lupsi.
Pada bagian awal dari bukunya Dr. Basuki membuka pertanyaan mengapa terjadi semburan Lupsi di Sidoarjo, bukan di Purwodadi atau Gresik? Yang dijawabnya dengan gamblang karena di Sijoarjolah telah lahir suatu mud volcano. Sehingga ketika memasuki Bab 2 terhadap kontroversi penyebab (causing) dan pemicu (triggering) Lupsi tersebut penulis buku dengan dilatar belakangi sebagai pakar kebumian (the Earth Sciences), sangat cermat, mendalam dan komprehensif ketika menguraikan skenario Lupsi sebagai proses alam (natural phenomena) berupa gunung lumpur (mud volcano).

Gambar 3. Citra satelit digunakan sebagai peta citra (image map) untuk menafsirkan geometri dan struktur dari Kaldera Lupsi setelah mengalami interval sudden collapse ke 2 tanggal 2 Juni 2008 (Sumber Prasetyo 2008).

Antara teknologi canggih sampai spiritual

Ketika banyak orang mempertanyakan mengapa Pemerintah dalam hal ini Bapel BPLS tidak segera melakukan upaya penanggulangan semburan Lupsi? Maka pada Bab 3, Antara teknologi canggih sampai spiritual, penulis buku telah menguraikan secara mendalam terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan selama Timnas. Dengan penekanan kepada teknologi canggih (advance technology) yang disebut-sebut sebagai senjata pamungkas yaitu Relief well1&2. Diikuti dengan metoda insersi rangkaian bola-bola beton yang, pada hakekatnya bertujuan untuk memperkecil debit semburan (decreasing flow rate). Walaupun akhirnya diakui keduanya gagal.
Demikian pula usulan yang tidak/belum dapat diimplementasikan dengan teknologi double cofferdam dari Kathahira (Jepang) yang penulis sebut ‘sebagai tong’ setan, karena akan membangun suatu silinder di pusat semburan dengan tinggi 40m dan diameter 120 m.
Saat usulan tersebut di bahas salah satu perhatian (concern) adalah pada potensi yang mungkin ditimbulkan oleh deformasi geologi (geohazard). Kekhawatiran tersebut akhirnya menjadi kenyataan, karena pusat semburan (eruption centre) telah tiga kali mengalami interval (recurrent interval) runtuh seketika (sudden collapse). Sehingga saat ini membentuk suatu morfologi kaldera yang luas(Prasetyo, Juni 2008), yang sebelumnya berbentuk suatu kepundan (crater) sebagai daerah topografi tinggian (topographic high)
Hal penting yang dapat ditangkap dan berguna sebagai suatu baselines penanggulangan semburan Lupsi ke depan adalah, penulis buku menyatakan bahwa teknologi tepat guna yang akan diterapkan ke depan sangat ditentukan oleh kesimpulan dari pemicu Lupsi apakah oleh mud volcano atau underground blowout (UGBO).
Berkenaan dengan hasil beberapa kajian yang mempunyai kredebilitas tinggi, didasarkan pada kajian ilmiah akhir-akhir ini umumnya menyimpulkan bahwa ‘sudah terlambat untuk menghentikan semburan’ (Prasetyo. H., 2008 - Dokumen War-game debat Lupsi).
Pada sambutan pengantar peluncuran buku tersebut penulis buku sebagai Geolog (Ahli Geologi) manyatakan bahwa ‘semburan Lupsi sudah demikian besar, sehingga tidak yakin bila seburan Lupsi dapat dihentikan, sehingga akan berlangsung lama’.
Sebagai konsekuensi ‘bila masih ada orang yang tidak sepakat untuk mengalirkannya ke laut melalui Kali Porong, maka pertanyaan apakah pihak tersebut bisa mencarikan solusi terhadap fakta bahwa kita dihadapkan pada realitas semburan sebesar 100.000 m3/hari lumpur panas, yang mau dikemanakan”?. Disimpan selamanya pada kolam penampungan lumpur yang telah ada selama ini atau yang akan dibangun kemudian, adalah suatu yang tidak mungkin!.

Manajemen Lupsi di Permukaan

Gambar 4. Wakapolres Sidoarjo dan Waka Bapel BPLS besalaman setelah buldozer pertama berhasil menembus bagian ujung Tanggul Reno yang telah menanti lebih 1 tahun untuk dibangun sebagai Tanggul Lingkar Luar (outer ring dikes). Hal ini karena mendapatkan penolakan dari warga, dikaitkan dengan penuntasan skema cash and carry (Prasetyo 2008).

Ketika Bapel BPLS dihadapkan pada ancaman berpotensinya meluas peta area terdampak 22 Maret 2007 (selanjutnya disebut PAT). Karena disatu sisi, sejak 2 Juni 2008 telah terjadinya perubahan drastis (dramatical changes) di pusat semburan, yang saat ini telah membentuk suatu kaldera yang luas (a large caldera). Sehingga memberikan implikasi semakin sulitnya upaya pengaliran Lupsi ke selatan ke Kali Porong.
Disisi lain tanggul lingkar luar sebagai benteng terakhir bila terjadi kegagalan dalam pengendalian Lupsi di pusat Semburan, setelah menunggu lebih dari satu tahun belum dapat dilaksanakan (Gambar 4). Karena mendapatkan penolakan dari warga dikaitkan dengan belum tuntasnya cash and carry oleh Lapindo. Demikian pula pengangkutan Lusi dari Kali Porong ke laut, masih dihadapkan banyak maralah teknis dan nonteknis.

Gambar 5. Pengerukan dan reklamasi di Muara Kali Porong bukan lagi sebagai impian. Gambar memperlihatkan pengisian daratan baru (reklamasi) dari bagian seluas 26 hektar yang direncanakan, sebagai salah satu subsistem misi normalisasi Kali Porong (Sumber Prasetyo 2008).

Bab 4 dari buku berjudul Manajemen Lumpur di permukaan, banyak mengungkapkan rasionalisasi pemilihan rancang bangun, dan teknologi, disertai dengan evaluasi keberhasilan penanganan luapan Lupsi di permukaan.
Pada era Timnas telah dilakukan rintisan dan inovasi: 1) mulai digulirkan keputusan membuang lusi ke Kali Porong, 2) membuat kanal dari pusat semburan ke intake, dan 3) memompa lupsi panas dengan terlebih dahulu diencerkan dan didinginkan di spillway, dan 4) inovasi pengaliran lusi ke laut melalui pipa, walaupun akhirnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

Nilai ekonomi lumpur Sidoarjo

Permasalahan yang demikan dahsyat yang dihadapi BPLS sejak hari pertama mengijakkan kakinya di bumi Porong, berfokus pada empat misi yaitu semburan, luapan, sosial kemasyaratan, dan infrastrukur. Secara menyeluruh dimensi kewilayahan dan otoritas peran dan tanggung jawab yang melekatnya dari hari ke hari semakin meluas. Sehingga sejak tahun 2007 ketika Bapel BPLS belum sempat menangani aspek pemanfaatan Lupsi menjadi usaha-usaha ekonomi.
Dengan dilatarbelakangi hal tersebut di atas pada Bab 5 dengan judul Nilai ekonomi lumpur sidoarjo, sangat membantu BPLS sebagai rekaman hasil uji-coba (experiment records), terhadap pemanfatan Lupsi untuk berbagai kemungkinan.
Salah satu tahapan yang telah ditempuh dan mempunyai arti strategis adalah semakin diyakini bahwa lumpur panas Sidoarjo dalam batas-batas tertentu tidak mengandung unsur-unsur beracun yang membahayakan jiwa amanusia atau lingkungan hidup.

Gejolak Sosial


Sejak BPLS melaksanakan misi nasional penanggulangan Lupsi, maka dari waktu ke waktu permasalahan sosial kemasyarakatan semakin meningkat dan terjadi akumulasi (accumulation of social soceity problems). Sehingga sampai pada suatu titik kritis, yaitu masalah sosial kemasyarakatan telah menghambat pelaksanan tugas lapangan terkait penanggulangan semburan dan penanganan luapan Lupsi.
Pada Bab 6 Gejolak Sosial, sangat membantu memahami latar belakang ditempuhnya skema jual beli lahan dan bangunan warga dengan harga khusus (cash and carry skema tahapan 20% dan 80%) dan tahapan tersebut diawali dengan proses bantuan sosial (Bansos) yang merupakan suatu kesatuan utuh, meliputi evakuasi, jaminan hidup, dan kontrak selama 2 tahun.

Gambar 6: Skema diagram dari Perpres 48/2008 tentang perubahan Peraturan Presiden No. 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (sumber Prasetyo 2008).

Bab tersebut menjelaskan mengapa skema cash and carry ditempuh tapi gagal mendapatkan kesepakatan untuk pembayaran 100% sekaligus, selanjutnya disepakati skema pembayaran 20:80%. Termasuk di dalamnya tahapan penentuan peta area terdampak (PAT) yang diawali 26 November 2006, selanjutnya pasca tergenangnya PerumTAS ditentukan Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Juga lemberikan gambaran terhadap latar belakang apa sehingga diputuskan terhadap apa yang saat ini terkenal sebagai ‘Harga Lapindo’ dengan angka (120 Ribu, 1juta, dan 1,5 juta), masing-masing per meter perseginya untuk sawah, tanah kering dan bangungan. Harga Lapindo tersebut selanjutnya menghebohkan kerena awalnya mengandung komponen kompensasi yang khusus dirancang dan diberlakukan di dalam PAT. Namun pada perkembangan terkini, seolah-olah Harga Lapindo telah menjadi acuan untuk diberlakukan di sekitar daerah terdampak.
Bapel BPLS mangadopsi secara umum skema jual beli lahan dan bangunan warga oleh Lapindo yang dipayungi oleh Pasal 15 (Ayat 1-4) Perpres 14/2007 dan selanjutnya dilakukan perubahan seperlunya dalam Perpres 48/2008 (Gambar 6), sebagai payung hukum untuk pelaksanaan pembebasan 3 Desa di luar PAT pasca jebolnya Tanggul 40 pada Februari 2008.

Nilai Ekonomi Lumpur Sidoarjo


Gambar 7. Memperlihatkan penataan di pintu masuk (sektor Siring) wilayah pengendalian semburan dan luapan Lupsi, untuk merubah persepsi dan citra bahwa PAT sebagai suatu daerah yang membahayakan, menakutkan menjadi suatu cagar fenomena alam yang penuh pesona bagi pengunjungnya (Foto Prasetyo, Oktober 2008).
Semburan dan luapan lusi telah menimbulkan bencana yang merusak tatanan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya, termasuk aset dan roda perekonomian mencakup: lahan dan bangunan, pencemaran lahan, kerugian langsung sektor pertanian, perkebunan, perikanan, industri, infrastruktur umum.
Pada bab 7 Nilai ekonomi lumpur sidoarjo diuraikan termasuk secara kuantitatif dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh semburan dan luapan lusi. Bagian ini sangat penting ketika BPLS mendapat tugas untuk membangun kembali beberapa infrastruktur, yang telah mengalami kerusakan sejak awal terjadinya semburan Lupsi.

Jujur dalam menilai keberhasilan dan kegagalan


Terhadap evaluasi dari misi yang diamatkan kepada Timnas, penulis buku sangat jujur dan rasional khususnya pada upaya penanggulangan semburan dan luapan Lupsi, untuk menilai mana yang secara teknis tidak berhasil, mana yang berhasil. Walaupun upaya yang dilakukan telah optimal.
Sehingga sesuai dari judul penulis buku menggaris bawahi bahwa sebagai keluaran (output dan outcome) dari buku ini adalah suatu Pelajaran Berharga terhadap Pentingnya pengambilan keputusan yang cepat dan ketegasan untuk mengimplementasikan keputusan dan kebijakan yang sudah diambil.

Kelanjutan Perenungan, Semburan Lupsi sudah sulit dihentikan

Pada pengantar pembahasan dan pembedahan buku, Dr. Basuki menyatakan bahwa saat ini semburan Lupsi sudah demikian besar (Gambar 8), sehingga tidak yakin bahwa semburan mud volcano Lupsi untuk dapat dihentikan. Catatan pada ulang tahunnya ke 2, Lupsi telah dianugrahi julukan atau predikat oleh pakar kebumian manca negara sebagai suatu mud volcano yang penuh misteri dan tercepat tumbuhnya di seluruh dunia (the World’s fastest growing mud volcano).
Sejalan dengan hal tersebut pada pesan-pesan yang tersirat pada prolog terutama bab 2, 3, dan 4, maka BPLS yang meneruskan misi yang diembannya diharapkan dapat sabar dan terus tegar mengahadapi tantangan-tantangan yang terkadang tidak dapat diduga sebelumnya.
Kami sebagai sebagai salah satu unsur ‘pelaksana penerus’ atau ‘generasi penerus’ akan selalu berupaya untuk meneruskan segala sasaran strategis yang belum dapat dicapai, dan tentunya akan menggunakan pengalaman yang penuh tantangan menghadapi misi kebencanaan yang unik dan khusus Lumpur Panas Sidoarajo. Yang belum ada duanya di dunia ini, untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas-tugas saat ini dan ke depan.

Estafet Pengemban Misi Penanggulangan Lupsi


Gambar 9. Pola pikir yang dikembangkan, Peningkatan Penyelamatan Penduduk, Penanganan masalah sosial dan infrastruktur di daerah BENCANA Lumpur Sidoarjo (Prasetyo 2007).

Mengenang Para Pahlawan Sidoarjo.

BPLS sebagai penerus Timnas juga berupaya untuk terus mengenang 14 (empat belas) Pahlawan Lumpur Panas Sidoarjo yang telah mengorbankan jiwa dan raganya dalam melaksanakan tugas nasional yang mulia pada masa Timnas PSLS. Sebagaimana diuraikan pada Bab 7 dari buku berjudul Mengenang Para Pahlawan Sidoarjo.
Bab ini juga memberikan kesadaran kepada kita bahwa Lupsi bukan saja mengancam warga di sekitarnya, tapi khususnya bagi seluruh jajaran pelaksana di lapangan (BPLS, Lapindo/MLJ, Kontraktor, Keamanan). Sehingga harus senantiasa ditingkatkan kewaspadaan Safety-Health-Environment dalam menjalankan operasi lapangan hari demi hari (day by day operation).

Gambar 10. Judul cover depan tulisan untuk memberikan apresiasi kepada para pahlawan Lupsi (Prasetyo 2008).


Mekanisme Peninjauan dan Pendalaman Buku

Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu (Gambar 11) disusun kembali berdasarkan baselines presentasi format paparan (Power Point) penulis pada acara Peluncuran dan Bedah Buku tersebut. Dengan melakukan penekanan dan aktualisasi di sana-sini, dengan mengikuti tata urut sebagaimana dalam buku terkait (Gambar 12)
Penulisan dokumen Lumpur Panas Sidoarjo: Perubahan Antar Waktu pada hakekatnya merupakan suatu perwujudan terhadap adanya konsistensi dan komitmen Pemerintah untuk lebih meningkatkan Penanggulangan terhadap BENCANA Lupsi yang telah berlangsung dengan durasi bulan ke 30. Dalam kaitan ini diharapkan antara institusi pendahulu (pionir institution) yaitu Timnas PSLS dengan institusi penerus yaitu Bapel BPLS terdapat suatu keselarasan (conformity) dalam arah dan kebijakan nasional (direction and national policy).

Gambar 11. Analisis  Tata Urut dan Kata Kunci, kotak kuning adalah BAB dan angka putih dalam kotak merah jumlah halaman. Penulis menyarankan agar Bab 6 didahulukan dan Bab 5 menjadi Bab terakhir (Prasetyo 2008, Paparan Bedah Buku Semburan Lumpur Sidoarjo).

Perbedaan yang berkembanga satu terhadap lainnya adalah adanya perubahan (changes) terhadap lingkungan strategis (strategic environmental). Sehingga menuntut adanya aktualisasi (actualization) dari visi (vision), misi (mission) dan sasaran strategis dan operasional (strategic and operational target).
Untuk itu diperlukan suatu instrumen kelembagaan (institutional instrument) Bapel BPLS yang harus dapat berpikir dan bertindak (think and action) yang cepat (fast), tepat (accurate) dan bijak (wisdom) dalam merespon perubahan yang sering tidak terduga (unpredictable change), dari suatu BENCANA yang penyebabnya sendiri masih menjadi Misteri (mystery disastrous) dan perkembangan dampak sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan keamanan/ketertiban sudah demikian komplek.

Hormat kami


Hardi Prasetyo

Peninjau dan Pembahas buku Lumpur Panas Sidoarjo: Pengalaman dari Sebuah Bencana (Basuki H., 2008)



Penulis saat memberikan penjelasan kepada Dutabesar Kerajaan Inggris saat mengunjungi Lupsi. Latar belakang adalah puing-puing berserakan di PerumTAS, sebagai sinyal betapa dahsyatnya dampak dari semburan Lumpur Panas Sidoarjo terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat di sekitarnya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar